Mata Darren melotot menatap gadis kecil yang kini menetap dirinya dengan mata berbinar. Bahkan Darren sudah menjauhkan wajahnya yang baru saja menjadi sarana empuk tangan nakal gadis kecil itu.“Kenapa menjauh? A’a mau ya nggak jadi suami Anes?” Anes menunjukkan wajah cemberut sambil terus berusaha berdekatan dengan Darren.“Jangan macem-macem gadis kecil! Kamu bisa apa aja buat jadi istri saya? Saya ini yatim piatu loh.” Darren berucap sembarangan karena terlalu terkejut mendengar penawaran tak biasa dari sahabat istri Natan.“Aku emang nggak bisa masak sama nyuci baju. Tapi kalau nyapu, ngepel, sama nyuci piring aku bisa kok. Oh, ya satu lagi, aku pasti jago ngabisin duit suami kalau udah nikah nanti,” ucap Anes dengan mata berkedip polos.Darren menatap cengo gadis kecil di hadapannya, sedangkan Natan mati-matian menahan tawa.Kata-kata Anes yang terlalu jujur, ditambah lagi dengan ekspresi polos gadis itu berhasil membuat Darren seper
Natan merasa, Zea seperti membawanya terbang tinggi ke angkasa lalu gadis kecilnya itu menghempaskan dirinya begitu saja dari ketinggian.Benar-benar menyakitkan, pikir Natan.“Kau memang paling bisa membuatnya mati gaya, Nyonya Zibrano.” Darren terbahak melihat muka merah Natan yang seperti orang menahan berak padahal aslinya sendang menahan rasa kesal.Percayalah, Natan dibuat semakin jengkel saja melihat tawa mengejek yang Darren berikan untuk dirinya.Panggil Nyonya Zibrano yang diselipkan Darren untuk dirinya membuat Zea menggerutu merasa tak suka.Bugh!“Asu! Kenapa kamu malah memukul saya?” Darren mengumpat sambil mengusap kepala belakangnya yang baru saja mendapatkan tampolan sayang dari Natan.“Itu hadiah untuk kau yang suda berani mengejek saya.” Natan dan Darren malah adu bacot disaksikan oleh tiga gadis yang sejak awal sudah menonton aksi mereka.“Kaku amat ya bahasa mereka, nggak ada gaul-gaulnya sa
Reni mengusap lembut wajah cantik Zea. “Mommy nggak bakal banyak berpesan karena semuanya sudah diwakilkan oleh deddy kamu.” Reni memeluk singkat Zea.“Makasih, Mom," ucap Zea dijawab anggukan kepala oleh Reni.“Saya yakin Anda adalah laki-laki yang baik dan bermartabat, Tuan Zibrano. Jadi cukup buktikan itu dengan menjaga baik-baik putri kami, Zea tidak butuh harta berlimpah karena yang dia butuhkan hanyalah kasih sayang. Hidup Zea tidak seberuntung yang Anda lihat.”Setelah Reni pergi, Natan mengerutkan alisnya.‘Tidak seberuntung yang terlihat? Apa maksudnya?’ Natan menatap Zea tanpa berkedip karena ia penasaran seperti apa hidup yang dijalani istri kecilnya itu selama ini.Hari semakin larut, waktu sudah menunjukan jam satu malam dan itu artinya acara pernikahan Natan dan Zea sudah berada di penghujung acara.Akhirnya, Zea bisa duduk dengan tenang kembali di atas kursi pelaminan setelah tadi ia sempat dibuat kesal s
Satu Minggu kemudian Waktu terus berjalan sesuai dengan semestinya, hari ini genap satu Minggu usia pernikahan Natan dan Zea.Dan hari ini juga adalah hari yang paling berat bagi Zea.Kenapa?Karena hari ini Natan akan membawa Zea pulang bersamanya setelah satu Minggu lamanya Natan membiarkan Zea tetap tinggal di rumah orang tuanya setelah mereka menikah.Di malam pertama mereka memang tidur satu ranjang, tapi Natan menahan diri untuk tidak meminta haknya karena takut Zea akan semakin membenci dirinya.Besok paginya, Natan malah harus berangkat ke luar kota demi mengurus pekerjaan yang sangat penting yang tidak bisa diwakili dan tidak bisa ia tinggalkan.Alhasil, rencana Natan untuk cuti selama seminggu gagal total. Natan malah harus meninggalkan Zea di rumah orang tua gadis itu selagi dirinya berada di luar kota.Sekarang Natan sudah kembali membawa banyak oleh-oleh untuk Zea dan juga keluarga istrinya itu.
Bayang-bayang Natan yang akan melihat semua apa yang selama ini ia sembunyikan membuat Zea ngeri-ngeri sedap.“Kenapa diam saja, Baby? Kita harus segera pulang ke rumah kita.”Suara berat Natan membuyarkan lamunan Zea.“Emang nggak boleh kalau saya tinggal di sini dan Om tinggal di rumah, Om. Saya belum siap ketemu sama keluarga, Om.” Zea menatap Natan mengiba.Zea belum siap jika harus bertemu dengan keluarga Natan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.“Mana bisa begitu, Sayang? Kamu adalah istri saya, kamu harus ikut dengan saya ke rumah kita. Kamu tidak akan bertemu dengan keluarga saya, tenang saja.” Natan tersenyum manis kali ini.Tapi Zea bisa melihat ada aura berbeda dari senyuman itu.Menghembuskan nafasnya demi mencari ketenangan, Zea akhirnya mengangguk walau dengan berat hati.“Oke, saya bakal ikut. Tapi saya minta waktu dulu baut packing pakaian saya.” Zea berniat akan berdiri untuk membawa barang-b
Lagi dan lagi Zea mengalah, Zea hanya mengemas barang-barang untuk keperluan sekolah saja sehingga Zea hanya membawa satu koper kecil untuk ia bawa ke rumah Natan.“Tolong jaga putri saya baik-baik, Natan! Dia suda terlalu banyak menderita, kalau kamu tidak bisa menyembuhkan luka-luka Zea—setidaknya jangan menambah luka putri saya. Jika suatu saat kamu tidak menginginkan dia lagi, maka saya akan selalu siap menerima putri saya kapan saja. Meskipun terlihat cuek dan kasar begitu, Zea adalah anak yang baik. Tolong bimbing dia ke jalan yang benar, tegur dia dengan cara yang baik kalau dia melakukan kesalahan, jangan pernah membentaknya apalagi kalau kamu sampai main tangan, saya membesarkan Zea dengan penuh kasih sayang meskipun tidak dengan harta berlimpah.”Abraham memberi petuah panjangnya yang belum sempat Abraham katakan di hari pernikahan Natan dan Zea satu Minggu yang lalu.“Dan untuk kamu, Zea. Jadilah istri yang baik, patuhi suami kamu
Keterkejutan Zea semakin bertambah saat dirinya sudah berada di dalam mansion mewah atau istana masa kini itu.Glek! ‘Ternyata berita tentang kemewahan Mansion Zibrano ini emang benar adanya,’ batin Zea sambil menatap sekitar.Zea meneguk ludah dengan brutal melihat isi di dalam mansion yang begitu mewah sesuai dengan bangunannya yang megah, sebagai seseorang yang berasal dari keluarga menengah, tentu saja Zea terpanah melihat keindahan dan kemewahan di depan matanya. ‘Tapi kok sepi banget ya? Apa bener yang dia bilang kalau kita cuma bakal tinggal berdua di tempat seluas ini?’Mata Zea bergerak liar mengamati sekitar, lantai marmer seperti di hotel-hotel mewah, sofa tamu bak di istana para raja, tangga melingkar yang tidak terlihat puncaknya, see Zea tak menyangka akan tinggal di tempat seperti ini.Bukannya merasa senang, Zea malah merinding. Secara Mansion ini terlalu luas jika hanya dia dan Natan yang tinggal di tempat
Zea mematung di depan pintu kamar itu, kali ini Zea tidak terpesona apalagi mengagumi kamar Natan. Akan tetapi, Zea merasa ngeri-ngeri sedap harus satu kamar dengan pria arogan yang notabenenya adalah suaminya sendiri.“Zea!” panggil Natan, “kenapa kamu suka sekali melamun? Kalau kamu kesurupan saya tidak bersedia tanggung jawab loh, tapi kalau kamu kemasukan bibit kecambah premium saya … baru saya bersedia untuk bertanggung jawab.”Nathan kembali dengan sikap tengilnya sehingga Zea kembali dibuat merasa kesal.“Jangan terlalu banyak berharap deh, Om. Saya pastikan bibit kecambah premium milik Om itu nggak akan pernah masuk ke dalam kantong Doraemon saya,” Zea menekankan setiap kalimat yang ia ucapkan.Walau dengan menghentakkan kakinya karena merasa jengkel, Zea tetap masuk ke dalam kamar mewah yang merupakan kamar utama yang ada di Mansion Zibrano ini.Tidak jauh berbeda dengan ruangan-ruangan yang Zea lewati sebelumnya, kamar ini begit