Matius mengetahui keberadaan kedua wanita tawanannya, ia berusaha berlari mengejar keduanya namun jarak yang cukup jauh antara keduanya membuat Matius harus lebih kencang dalam berlari.
"Sabrina ayo, ayo kita udah nggak punya waktu lagi," paksa Syan pada Sabrina yang sudah sangat kelelahan ditambah kesakitan pada perutnya.
Sabrina melepas pegangan tangan Syan pada tubunya, ia meminta Syan untuk segera pergi meninggalkannya. Meminta Syan berlari sejauh mungkin sedang dirinya sendiri yang akan menahan Matius agar tak mengejarnya.
"Bodoh! Target dia adalah loe, ikut gue," paksanya marah.
"Sakit kak, perut gue sakit banget."
Namun sebuah mobil tiba-tiba berhenti tepat didepan keduanya, Syan menatap was-was pemilik mobil tersebut hingga sebuah gerakan tangan membuat Syan nekat memasuki mobil tersebut.
"Hanya ini caranya, kita terpaksa mengikuti orang ini," serunya sambil membawa saudarinya lebih dekat dengan mobil tersebut.
Dan akhirnya me
Berpindah tempat, hanya berpindah tempat namun masih sama tak amannya. Terlepas dari Matius yang gila kini keduanya malah masuk ke sarang Selly yang tak kalah gila juga. Hari itu Selly mengikuti Matius hingga tiba di rumah Syan.Ia melihat dan mendengar semua yang mereka bicarakan, Selly benar-benar tak menyangka jika Matius akan mengkhianati dirinya dan bermain dengan Syan. Dari situlah Syan merasa marah dan menyusun rencana balas dendamnya, ia awalnya ingin mendatangi kedua wanita tersebut setelah kekasihnya itu pergi.Diluar dugaan ternyata Matius malah membawa keduanya ikut serta bersamanya. Selly sangat marah saat itu, hingga ia memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan menggagalkan rencananya sendiri."Kalian sudah sadar," seru Selly."Ternyata benar anda, nona Selly," balas Sabrina dengan ekspresi wajahnya yang begitu santai."Loe kenal wanita ini ," tanya Syan."Kenal kak, dia adalah Selly. Dia mantan istri dari suamiku
Nio benar-benar tak tega melihat kondisi istrinya saat ini, tubuhnya begitu lemah dan hanya bisa berbaring diatas ranjang rumah sakit. Namun sudah demikian Sabrina masih saja keras kepala, ia mencoba meyakinkan semua orang jika dirinya baik-baik saja."Jangan banyak gerak dulu nak," khawatir Bulan."Mi aku baik-baik saja kok, lihatlah aku bahkan bisa turun.""Berani kamu turun dari ranjang, aku patahkan kedua kakimu!!"Nio berteriak dengan begitu kencangnya, saking kerasnya teriaka itu hingga membuat Sabrina sangat terkejut. Nio berteriak bukan sebab ia marah terhadap istrinya, ia berteriak karena rasa bersalahnya melihat sang istri terus berpura-pura kuat dan baik-baik saja demi semua orang.Semua orang terdiam setelah Nio berteriak, tak ada sepatah katapun terdengar. Hening dan sepi, suasana berubah menjadi begitu dingin. Nio menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berbalik dan segera meninggalkan ruang rawat Sabrina."Suamimu buka
Nio begitu panik, ia menatap Sabrina yang masih saja terpejam namun berderai air mata. Ia terus menerikan ayah serta bunda, namun Nio tak tahu apa dan siapa yang dimaksud istrinya."Ayah!!"Mata Sabrina tiba-tiba saja terbuka dengan begitu sempurna, nafasnya tersenggal-senggal layaknya orang selesai berlari."Sayang ada apa, kenapa sayang?""Ayah, mana ayah," mencengkram lengan suaminya."Ayah? Ayah siapa ??""Ayahku hubby, dimana ayah juga bundaa.."Sabrina benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya, tangannya gemetar mencengkram suaminya.Air mata terus mengalir deras membanjiri wajahnya. Nio panik, ia tak tahu apa yang kini terjadi dengan istrinya.Kini yang ada difikirannya hanya ada ayah Rizal yang mungkin dimaksud oleh istrinya. Dengan inisiatifnya sendiri ia mengambil ponselnya dan mencoba mebghubungi Rizal."Ayah hubby," rengeknya dalam tangis."Iya sayang, bentar ya. Ini aku coba telpon ayah
Sabrina tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan Lena, Nio yang melihat istrinya pingsan segera berlari menuju Sabrina. Nio panik, ia segera meminta Marshel untuk memanggil dokter untuk istrinya."Bagaimana dok," tanya Nio yang tetap setia berdiri disebelah sang istri."Pasien terlalu lelah, biarkan dia istirahat. Kita akan lanjutkan pemeriksaan lebih lanjut esok pagi.""Baik, makasih dok.""Saya permisi dulu, selamat istirahat."Semua orang lega jika Sabrina baik-baik saja, ada rasa syukur sebab ternyata Sabrina bisa mengingat sebagian dari masa lalunya. Namun kini tubuh gadis itu begitu lemah, mungkin karena terlalu memakskan diri untuk mengingat masa lalunya."Maaf ya ayah bunda, aku ganggu tidur kalian.""Gpp, ayah seneng sekali. Ayah seneng putri ayah sudah kembali," menepuk bahu Nio tiga kali."Yaudah kalau gitu kalian bisa istirahat diruang sebelah, biar Marshel disini sama aku.""Kak, panggil gue kak
Hari ini semua orang sangatlah bahagia, semua orang berkumpul bersama dalam satu ruang yaitu diruang rawat milik Sabrina. Rizal juga Lena merasa begitu bersyukur dengan kembalinya Sabrina dan keduanya berencana ingin mengadakan sebuah syukuran bersama."Gimana menurut kamu Nio," tanya Darma pada putranya."Aku gimana baiknya aja pi, kalau ayah mau gitu ya gpp. Nanti aku bakal siapin semuanya," seru Nio."Nggak, ini kan acara untuk syukukan adik gue jadi gue yang bakal siapin semuanya," sanggah Marshel."Kalau emang gitu ya gpp, nanti kalau memang butuh bantuan tinggal bilang aja sama aku," lanjut Nio."Gimana menurut kamu sayang," tanya Lena sambil membelai kepala putrinya."Aku terserah sama ayah bunda aja," senyumnya."Kalau gitu gimana kalau kita adain dirumah aja, jadi Nana juga bisa istirahat juga," lanjut Rizal mengembangkan senyumannya."Tapi," ragu Sabrina."Tapi apa nak," tanya Bulan yang juga berdir
Setelah pertemuannya itu dengan Darma, Max semakin penasaran dengan menantu yang dimaksud oleh Darma tersebut. Terbesit niat untuk dirinya mengikuti kemana Darma pergi, namun ia tak mungkin melakukan itu disaat Irma sudah menunggunya untuk pulang."Darimana aja, kenapa lama," tanya Irma saat Max baru saja masuk ke dalam ruang rawat Cica.Sambil mengelus kepala putrinya, Max menatap Irma dengan mengembangkan senyumannya. "Tadi ada rekan bisnis yang nggak sengaja berpapasan," jelasnya.Irma hanya menganggukan kepalanya, ia kemudian menggendong putrinya dan berjalan keluar kamar. Max mengikuti istrinya itu dari belakang dengan membawa semua barang milik putri juga istrinya.Ketiganya kini sedang menuju rumah dimana yang pernah Carisa tempati, rumah yang menjadi tempat Syan merasakan bahagia bersama kedua orang tuanya. Max masih begitu ragu membawa Irma pulang kerumahnya itu namun paksaan serta rengekan Irma begitu membuatnya tak bisa berkutik.S
Malam telah tiba, kini semua orang sedang menikmati makan malamnya di meja makan. Irma terlihat begitu lembut saat mengambilkan Max makanannya, Syan hanya bisa menatap tak suka pada kedua orang yang kini mengotori pandangannya."Tahan, jangan sampai lepas kontrol lagi," bisik Lili yang duduk disebelah Syan.Singkat cerita saat Syan mengusir mereka keluar Max begitu murka, bagaimanapun rumah itu adalah rumah yang dibelinya dengan semua uang miliknya. Baginya Syan tak berhak mengusirnya walaupun ia adalah anak kandungnya, sebaliknya Syan juga tak berhak keluar masuk rumah itu dengan sesuka hatinya.Beruntung Lili ada disana, ia segera menahan Syan saat gadis itu bersiap kehilangan kendali emosinya. Syan benar-benar emosi dengan Max yang membawa wanita itu kehadapannya dengan begitu tak tahu dirinya."Tahan Syan, loe harus bertahan demi mama," batin Syan mencoba meredakan emosinya."Kakak, aku mau makan ayam itu," Cica yang duduk disebelah Syan menari
Hari ini semu orang bersenang-senang, Lena berinisiatif untuk membawa Sabrina serta Sasa untuk berjalan-jalan. Lena memutuskan untuk membawa keduanya ke sebuah mall dengan fasilitas anak terbaik disana."Sayang ya nggak bisa girls time," seru Sabrina dengan begitu kerasnya."Kalau bunda girls time sama Sasa sih aku percaya, tapi kalau sama si ngeyelan harus waspadalah," balas sindir Nio.Rencana girls time gagal sebab tiba-tiba Nio memutuskan untuk ikut serta, tak hanya Nio seorang sebab masih ada Marshel yang turut serta didalamnya. Semua orang memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama, namun sayangnya Rizal harus absen sebab ada pertemuan dengan Darma yang tak bisa ia tunda."Have fun ya semua," teriak Rizal melihat Nio mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumah. Ketiga wanita itu duduk sambil terus memperhatikan jalan dengan begitu ceria, Nio selalu memantau istrinya lewat kaca spion didepannya."Permisi pak supir, to