"Apa yang kamu nggak mau," tanya Aldo yang tiba-tiba datang dan sudah berdiri disampingnya.
"Sayang," paniknya segera bangkit dan memeluk tubuh Aldo dengan begitu erat.
Aldo hanya terdiam saat tubuh Syan memeluk dirinya dengan begitu erat, terbesit rasa bersalah dalam hatinya saat mengingat kemarin ia meninggalkan sang istri sendirian. Aldo membalas pelukan itu, memeluk tubuh wanita yang kini tengah mengandung anaknya.
"Sayang, aku menginginkamu," bisik Syan begitu mendayu manja ditelinga sang suami.
Aldo tetaplah laki-laki normal yang akan merespon tindakan Syan saat ini, semarah apapun ia namun naluri laki-lakinya lah yang kini sedang bekerja. Aldo menarik tubuh Syan masuk kedalam kamarnya, melumat menyesap menggigit bibir ranum istrinya.
Syan masih menikmatinya, menikmati sentuhan tangan Aldo yang kini berada ditubuhnya. Memuaskan hasratnya yang tiba-tiba saja menggebu-gebu, namun wajahnya terlihat begitu berbeda.
"Ada apa Syan," ta
Mata Sabrina hanya tertuju pada pandangannya, memandang Max yang kini tengah tertawa lepas dengan seorang wanita juga seorang anak. Pandangan yang tak pernah melihat tawa serta keceriaan yang kini tersaji didepan matanya."Sayang gimana kalau kita duduk disana," tunjuk Antonio pada sebuah bangku yang berada diujung dengan jendela besar disebelah."Papa," lirih Sabrina kembali mengulang katanya."Ha, papa?" ulang Nio yang kini mengikuti arah pandang sang istri."Max," ucap Antonio yang juga terkejut dengan keberadaan laki-laki yang sudah lama tak ditemuinya."Wanita itu, wanita itu aku," ucap Sabrina yang terbata-bata sebab sakit pada kepalanya mulai kembali menyerang."Sayang ada apa, apa sakit lagi, " panik Nio yang memegangi kepala sang istri."Kepala aku sakit hubby," keluhnya."Kita pulang aja ya, kita makan dirumah aja," panik Nio yang sudah mulai menarik sang istri.Sabrina menghempaskan tangan Nio perlahan dari ta
Matius yang marah segera membawa mobilnya melanju meninggalkan rumah Selly , ia segera mendatangi mamanya setelah mendapatkan alamat diaman keduanya tinggal.Dan kini ia sampai disebuah apartemen dan segera menuju unit milik sang mama, mencoba menahan emosinya ternyata Matius masih memikirkan emosi sang adik yang masih sangat kecil itu.Irma selesai membersihkan tubuh sang putri dan segera membawanya untuk beristirahat, namuan ketukan dipintu membuatunya mengurungkan niat untuk ikut berbaring."Cica sayang kamu disini dulu, mama mau buka pintu.""Iya ma."Matius menarik nafasnya dalam-dalam untuk bertemu kembali dengan sang mama setelah bertahun-tahun tak pernah bertemu, ia memutuskan keluar dari rumah ketika Irma sang mama menikahi laki-laki brengsek pembunuh sang papa."Apa kabar mamaku tersayang," sapa Matius saat pintu terbuka dan memperlihatkan sang mama yang begitu anggun juga cantik."Akhirnya kamu kembali, ayo kita masuk
Tengah berada dimarkas bersama dengan teman-temannya, Aldo hanya duduk menyendiri ketika para kawannya tengah bermesraan dengan perempuan bayaran. Ia tak ada niat untuk bergabung dan mengambil satu wanita disisinya, ia masih mengingat janin yang kini Syan kandung."Hai bung, apa sekarang milikmu sudah menemukan sangkarnya sampai nggak mau bergabung dengan kita," teriak salah satu kawannya yang tengah menjamah tubuh wanita didepannya."Loe urus aja urusan loe!" balas Aldo yang tak ingin ambil pusing.Tak lama sebuah pesan video masuk kedalam ponselnya, mata Aldo begitu tak percaya dengan apa yang kini dilihatnya. Istrinya, wanita yang selama ini mati-matian ia coba cintai terlihat begitu menikmati tubuh laki-laki lain.Aldo mengepalkan kedua tangannya, begitu marah kecewa juga terkhianati. Semua kini rasanya sia-sia, semua pengorbanan juga perjuangannya berbalik menusuknya. Menusuk terlalu dalam hingga membuatnya mati rasa."Mau kemana bro," teriak
"Wanita itu, bayangannya ada saat mobilku terbalik."Nio merasakan jika istrinya tengah melamun, dan ia dengan sengaja menggigit telinganya dengan begitu gemas."Ahh," desah Sabrina dengan ulah suaminya."Berani sekali nyonya Antonio ini, sedang bercumbu dengan suaminya malah memikirkan orang lain," keluh Nio yang kini bercucuran keringat.Sabrina mengalungkan kedua tanganya pada leher suaminya, tersenyum dengan begitu manis lalu melumat mesra manis bibir Antonio."Hanya teringat ketika mobil milik keluargaku terbalik," bisik Sabrina mengakhiri ciumannya.Nio menghentikan kegiatan panasnya, kini a menatap istrinya dengan pandangan penuh kecemasan. Bagiamana mungkin istrinya dengan begitu santai mengungkap ingatan kelamnya, namun gemetar tangan yang memeluknya menandakan bagaimana sebenarnya ketakutan Sabrina saat ini."Tenang saja, ada aku yang akan selalu melindungimu dari siapa pun itu.""Ahh, hubby.""Come on baby, ja
Betapa murka nya Syan melihat pemandangan didepannya, nyalinya begitu besar berani merebut suaminya. Namun beruntung Aldo dengan sigap berhasil menghalau vas itu dan tak melukai Lili. "Berani sekali berbuat kasar didepanku! Duduk dengan nyaman dan lihat apa yang bisa kami lakukan didepanmu," ucap Aldo penuh kebencian. Dengan kasar ia mendorong tubuh Lili keatas ranjang, merobek paksa semua pakaian yang menutupi tubuh indahnya yang tak mampu ia jamah. "Tolong jangan," mohon Lili dalam keputusasaannya. Tapi percuma, mata Aldo kini sudah gelap dengan gairah juga kemarahan. Hanya ada keinginan yang kini ia inginkan didalam fikirannya, yaitu menjadikan Lili pelampiasannya. "AKhhhhhh," pekik Lili dengan begitu keras saat sesuatu yang lain menusuk miliknya dengan begitu kasar. Aldo sempat terdiam, ia menyadari jika wanita yang dipaksanya kini ternyata adalah seorang wanita baik-baik dan suci. Rasa bersalah jelas menggerogoti hatinya, namun eg
Pagi yang masih sangat sunyi, dan ketiganya masih terjebak dalam satu kamar yang sama dengan Aldo memeluk hangat Lili dan membiarkan Syan terkapar tak berdaya dilantai. Lili perlahan membuka matanya, perutnya terasa begitu berat serasa tertimpa bebatuan."Astaga Aldo," pekik Lili menyadari tangan siapa yang kini sedang memeluknya."Sssttt jangan berisik, ini masih pagi sayang," lenguh Aldo yang semakin mengeratkan pelukannya."Cih, pasangan hina sudah bangun," maki Syan yang sudah kesakitan.Lili berbalik, dan betapa terkejutnya ia melihat kondisi Syan saat ini. Ada darah mengering disekitarnya juga wajah yang nampak sangat pucat. Lili menggoncang tubuh Aldo, berharap laki-laki itu bangun dan segera menolong temannya Syan."Yaudah, biar aku sendiri yang nolongin dia," kesal Lili yang berusaha bangkit dari ranjangnya. Namun baru saja menggerakkan kakinya, namun rasa sakit langsung menyerang seluruh tubuhnya.Aldo terbangun mendengar pekikakan
Carisa menahan diri untuk tak bertanya lebih lanjut, ia hanya mengikuti kemana dua suster itu akan membawanya melihat Max yang disebutnya. Dan kini ia berhenti didepan ruang rawat anak."Permisi, tapi sebaiknya anda melihat dari luar saja. ""Kenapa," tanya Carisa memicingkan matanya."Kami masuk karena bertugas, kami tidak ingin dipersalahkan untuk sesuatu yang bukan dalam kapasitas kami.""Ehm, pergilah," ketus Carisa.Benar saja, didalam ada Max yang masih setia menemani dan memeluk tubuh Irma. Saat kedua suster itu datang, Max juga Irma bangkit dan memberi ruang bagi kedua suster untuk memeriksa anaknya."Bagaimana keadaan anak saya sus," tanya Max pada kedua suster.Carisa mendengar sendiri dengan telinganya saat Max mengakui gadis kecil itu sebagai anaknya, yang itu berarti itu anak milik Max dengan wanita yang kini sedang dipeluk oleh suaminya.Brak!Semua orang terkejut dengan kedatangan Carisa yang penuh amarah
Tubuh Carisa terpental cukup jauh, mendarat dengan begitu keras hingga mengakibatkan banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Syan begitu histeris, berteriak meronta hingga menjerit melihat kondisi Carisa saat ini."Nona tenang dulu, " seorang suster berusaha menahan Syan yang memberontak ingin berlari menghampiri mamanya.Max terpaku, ia juga sama halnya dengan Syan yang terkejut dengan apa yang saat ini terjadi. Matanya memanas melihat istrinya tergeletak bersimbah darah dijalan, kakinya seakan membeku hingga ia tak sanggup untuk kembali melangkah."Carisa," gumam lirih Max menyebut nama istrinya.Syan berhasil melepaskan diri dari susternya, ia dengan memaksakan dirinya berusaha berlari menghampiri mamanya. Sambil terseok-seok ia melangkah dengan sekuat tenaga, rasanya begitu sakit namun ia menahan semua itu demi sang mama."Mama, mama bangun ma. Mama ini Syan ma, bangun ma."Syan bersimpuh, memangku kepala Carisa yang dengan tubuh yang pe