"Apa kamu juga akan sama mengkhianati aku? Kamu tahu adik angkatku malah menusukku dari belakang."Nasuha terus saja meracau sambil berbicara dengan seseorang di ujung panggilan. Pria yang selama ini menemaninya dalam kesepian."Aku akan kesana sekarang. Tunggu--""Jangan! Kamu pasti sedang kerja sekarang kan?! Jangan pedulikan aku dan sampai bertemu nanti malam. Aku bisa jaga diri dengan baik.""Tapi, tetap saja aku khawatir. Aku akan kesana kurang dari sepuluh menit. Tunggu aku."Panggilan itu berakhir dengan keputusan kekasih Nasuha tersebar hendak menyusul ke tempat wanita tersebut berada.Sedangkan Nasuha malah tertawa sendirian atau lebih tepatnya sedang menertawakan dirinya sendiri saat ini. Seakan hidupnya paling tersakiti berada di antara Devan dan Mazaya."Sejak awal harusnya aku yang tidur dengannya waktu! Andai saja aku tidak pulang waktu dan melanjutkan rencana, mungkin akulah yang akan hamil dan mengandung anaknya Mas Devan ...."Nasuha bermonolog serta meracau tidak jel
"Bentar ya, Mas. Aku lihat dulu siapa yang nelpon."Mazaya hendak meraih ponselnya, lalu di saat yang sama Devan melepaskan pelukannya itu dari belakang dan membiarkan Mazaya menerima panggilan tersebut."Siapa yang menelepon?" tanya Devan dengan nada menyelidik.Mazaya menoleh ke arah Devan yang masih berdiri di belakangnya. Ia sendiri belum sempat melihat siapa yang menelepon karena baru beranjak bangun dari kursi.Rupanya yang menghubungi Mazaya adalah Malvin. Entah ada apa pria tersebut menghubunginya. "Hmm,Mas Malvin yang nelpon," jawabnya dengan suara pelan. "Gak apa-apa kan kalau aku jawab, Mas? Mungkin ada hal penting yang mau disampaikan," terangnya."Hmm." Devan menjawabnya dengan singkat dan sangat jelas ia tidak ingin Mazaya menerima panggilan tersebut. Tapi, ia tidak ingin terlihat seperti suami yang otoriter dan memilih membiarkan Mazaya.Sementara, Mazaya tampak menerima panggilan dari Malvin dan kembali duduk usai menyimpan gelas yang dipakainya untuk minum sebelumnya
"Katakan kenapa? Apa kamu masih marah, Yaya?"Devan memastikan kembali apakah Mazaya masih merajuk sehingga tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri."Sebenarnya aku--"Mazaya menggantungkan ucapannya ketika mendengar suara ketukan di pintu kamar tersebut."Ibu, ibu di dalam ya?" Terdengar suara Askara dari balik pintu kamar tamu itu. Hal itu membuat Mazaya dan Devan untuk sesaat saling bersitatap penuh keheranan."Apa itu Aska?" gumam mereka hampir bersamaan mengatakan hal yang serupa.Tanpa pikir panjang lagi, Mazaya dan Devan segera menuju ke pintu kamar dan langkah cepat, lalu membuka pintu.Dan benar saja yang ada di luar pintu adalah Askara berdiri sambil mengucek matanya."Ibu, Aka mau bobo cama Ayah dan Ibu. Boleh ya," pinta Askara yang kini beralih menatap kedua orangtuanya.Devan tersenyum kecil. Begitu juga dengan Mazaya yang bisa mengerti bahwa putra mereka ingin merasakan kehangatan sang ayah yang selama ini tidak pernah ada untuknya."Ayo ke kamar atas," a
"Ada apa pagi-pagi menelpon?"Dengan suara datar nan dingin, Devan menanggapi panggilan Nasuha sambil mengemudikan mobilnya.Sedangkan Mazaya duduk diam menatap ke luar jendela mobil, sambil mendengarkan percakapan Devan dan kakak angkatnya itu.Terdengar Nasuha mendengus kesal di ujung panggilan."Kenapa aku harus punya alasan hanya buat nelpon suami aku sendiri, Mas? Mau gimana pun aku masih istri kamu dan aku juga punya hak yang sama sebagai istri. Mas Devan harusnya bersikap adil sama aku juga," tuturnya yang menuntut Devan agar ia diperlakukan sama seperti Mazaya.Devan malah membuang nafasnya kasar mendengar ucapan Nasuha bak istri pertama yang tersakiti. Padahal kenyataannya yang pertama berkhianat adalah istrinya itu sendiri."Kamu lupa dengan kesalahan kamu, Suha?! Harusnya aku sudah melepaskan kamu sejak lama dan tidak sampai membaca ibu mengatakan wasiat itu," sentak Devan dengan nafas yang memburu menahun kesal."Aku tahu, Mas. Aku akui aku salah. Aku ingin memperbaiki semu
"Jaga ucapanmu itu, Rendra! Mazaya itu sudah sah menjadi istri Om dan secara langsung dia juga adalah Tante kamu. Ingat itu! Dan Om gak akan tinggal diam, jika kamu macam-macam dengannya!"Devan tidak segan mengancam keponakannya tersebut. Terlebih lagi itu menyangkut tentang Mazaya.Namun, Rendra tampaknya tidak peduli dengan ucapan pamannya itu. Iya benar-benar dibuat marah dan kecewa dengan pamannya yang dianggap serakah. Karena sudah mempunyai istri, tapi malah menikah lagi dengan wanita yang disukainya."Terserah Om mau bilang apa! Pokoknya aku nggak akan biarkan hidup Wijaya hancur gara-gara Om jangan dicap sebagai pelakor nantinya," tegas Rendra.Devan membuang napasnya dengan kasar karena menghadapi sifat keras kepala keponakannya itu. Di mana sama sekali tidak takut dengan ancamannya. Tapi, ia juga tidak main-main dengan ucapannya tadi. Jika Rendra sampai melakukan sesuatu kepada Mazaya, maka ia tidak akan tinggal diam saja."Om sudah memperingatkan kamu, Rendra!" tukasnya.
"Mas udah! Gimana kalau ada yang lihat nanti."Mazaya mendorong dada bidang Devan agar menghentikan kegiatan mereka, yang barusan bercumbu mesra di dalam ruangan sana.Namun, Devan malah menarik Mazaya kembali dan merapat ke dalam pelukannya."Tidak akan ada yang lihat. Tenang saja."Kembali Devan memagut Mazaya. Ia sungguh merindukan istrinya itu karena tidak malam tidak biasa menyalurkan hasratnya.Beberapa menit kemudian."Mm, Mas ... Sudah."Kini Mazaya benar-benar ingin berhenti karena dirinya sudah lama berada di tempat itu. Ia harus berbicara dengan suaminya itu.Devan kali ini membiarkan Mazaya dan istrinya itu kembali ke posisinya semula, berdiri sambil memperbaiki letak pakaian dan rambutnya yang sedikit acak-acakan."Tolong jangan ulangi lagi kayak tadi, Mas. Aku gak mau kalau ada yang lihat, Mas," tegas Mazaya dengan menatap tajam."Iya-iya, maaf. Tapi, apa ke sini hanya ingin memberikan map ini atau ada hal penting ingin kamu katakan?" tebak Devan.Mazaya menarik nafasnya
"I-ini apa? Kenapa ada video seperti ini? Siapa yang--"Mazaya menggantungkan ucapannya, terlebih lagi mendengar orang-orang mulai menghujatnya karena video panas dirinya dan Devan."Tuh kan bener, dia itu pelakor yang bisanya goda suami orang.""Pantesan waktu itu Bu Suha marah-marah. Tapi, coba ditahan. Kasihan banget istri pertamanya.""Iya kan dari awal aku udah curiga sama dia."Orang-orang itu terus membicarakan dan menyerukan berjaya seakan wanita tersebut adalah wanita berambut suami orang. Menikah sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun tetap saja saat ini majaya menjadi salah di mata semua orang.Selain itu, tidak butuh waktu lama, video tersebut tersebar di grup chat di kantor, membuat Mazaya menjadi bahan perbincangan hampir satu gedung perusahaan.Wajah Mazaya langsung memerah, tapi ia coba menahan air mata yang hendak menyeruak di pelupuk matanya. Ia merasa tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini. Melinda yang menyadari kehebohan terseb
"Aku akan bantu mencari tahu, Yaya. Kita akan mengungkap siapa dalang di balik semua ini, dan membuktikan bahwa aku bukan orangnya. Aku gak mau kehilangan kepercayaanmu."Rendra dengan lantang mengatakan itu semua di depan Mazaya, seakan ingin menunjukkan betapa dirinya itu pantas untuk Mazaya. Meskipun ia sebenarnya dibuat kecewa mengetahui kenyataan bahwa Askara adalah anak dari pamannya itu. Juga melihat bagaimana Mazaya yang dipagut mesra oleh Devan pada video yang dilihatnya.Mazaya sama sekali tidak menanggapi ucapan Rendra dan memilih menunggu jawaban dari Devan yang mungkin saja tahu siapa orangnya."Katakan kalau Mas Devan tahu siapa orangnya?" desaknya."Sebelum itu aku harus memanggil William. Mungkin saja dia tahu sesuatu dan melihat ada orang di sekitar pintu," ungkapnya."Kalau gitu panggil dia sekarang, Mas." Mazaya terdengar tidak sabaran untuk mencari tahu siapa orang yang ingin menjatuhkan namanya.Namun, begitu Devan hendak menghubungi William terdengar suara pintu