Desi kembali mengulas senyumnya. Mata sayu yang sudah hampir menutup itu menatap Kevin dengan lembut."Maafkan Justin. Berikan ia kesempatan untuk berubah. Jangan bebani dia karena kamu yang bersikeras tidak ingin memaafkannya. Hanya itu. Dan ... jangan lupa untuk tengok aku setiap ada waktu."Desi menoleh dengan pelan ke arah Jasmine yang ada di samping Kevin. "Terima kasih, Jasmine. Yang kini sudah menjadi adikku. Aku titip Arshi, yaa. Dia tidak akan kehilangan sosok ibu. Karena kamu selalu menyayanginya lebih dari ibu kandungnya."Jasmine mengangguk dengan pelan sambil terisak."Terima kasih semuanya. Sudah memaafkan kesalahanku yang tidak pantas untuk dimaafkan ini."Desi menghela napasnya dengan pelan. Mengedarkan matanya hingga akhirnya ia menangkap Arshi di dalam gendongan Andrian. Mengulas senyumnya dengan tipis."Desi!" Justin baru tiba di rumah sakit. Menghampiri Desi dengan napas yang tersengal.Perempuan itu mengulas senyumnya. "Makasih untuk tempat tinggalnya. Gue pamit,
“Gemma di mana?” tanya Kevin datar.“Udah dibawa ke kantor polisi, Vin. Gemma aman. Bahkan, sekarang dia dimasukkan ke penjara bawah tanah. Biar gak bisa kabur lagi.”Kevin manggut-manggut. Kemudian menatap Justin kembali. “Apa yang akan elo lakukan di sana? Ternak kanguru?”Justin mengangguk. “Karena kakek gue pemilik taman wisata, otomatis gue pasti bakal disuruh ternak kanguru.”Kevin menghela napas jengah. “Justin?” panggilnya kemudian.Justin menatap Kevin setelah dipanggil oleh pria itu. Menunggu Kevin yang ingin berbicara sesuatu padanya.“Elo tahu kan, betapa fatalnya kesalahan elo?”Justin mengangguk pelan. “Sorry, Vin.”“Seandainya saat itu elo ada di posisi gue. Seandainya elo dijebak oleh orang yang gak suka sama elo. Bini elo tahu. Dia minta cerai. Pasti sakit ‘kan, Justin?”Justin mengangguk pasrah. “Iya, Kevin. Gue tahu. Makanya gue minta maaf. Hidup gue nggak bisa tenang kalau elo belum mau maafin gue.”“Permintaan maaf bukan hanya permintaan maaf. Tapi, ubah juga pend
Kevin lantas menghela napas kasar. "Mulai lagi. Pulang sana! Tahlilnya nanti malam, setelah maghrib. Mending balik dulu, sana. Debatnya jangan di sini. Kalau kalian berani debat di depan gue, gak akan segan-segan buat nikahin kalian!" ancam Kevin kemudian.Justin lantas bangun dari duduknya kemudian keluar dari rumah tersebut. Pun dengan Selena. Lekas pulang lantaran tak ingin dinikahkan oleh Kevin. Padahal pria itu hanya berbohong. Mana mungkin Kevin menikahkan orang yang tidak saling mencintai.Ini bukan kisahnya. Yang terpaksa menikah dengan Jasmine lantaran menginginkan status pernikahan. Oleh karena itu, ia pun menjual Jasmine. Membayar dengan harga fantastis.**Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Acara tahlilan malam pertama baru saja selesai dilaksanakan. Banyak pada tamu yang diundang oleh Kevin untuk sama-sama mendoakan Desi di rumah itu.Kini, Arshi tengah merebahkan tubuhnya di atas paha Jasmine di atas sofa. Mengusapi perut mama sambungnya itu dengan lembut."Dedek
Di kediaman Kevin.Malam ini adalah malah ketujuh acara tahlilan Desi. Jasmine dan beberapa perempuan tengah sibuk mempersiapkan bingkisan untuk nanti malam.“Jasmine, Sayang. Jangan terlalu capek, yaa. Mama takut kamu kenapa-napa. Biar yang lain aja yang menyiapkan segala sesuatunya, oke.”Ranti mengusapi punggung Jasmine agar perempuan itu berhenti banyak gerak dalam menyiapkan semuanya untuk nanti malam.“Saya nggak apa-apa kok, Ma. Kata Dokter Felix, malah harus banyak gerak agar persalinannya dilancarkan.” Jasmine menerbitkan senyumnya kepada sang mertua.Ranti menghela napasnya. “Iya, sih. Tapi, hati-hati juga. Jangan semuanya ingin kamu kerjakan.”Jasmine menganggukkan kepalanya. “Iya, Ma. Ini juga hanya memasukkan kue ke dalam dus. Sambil duduk juga. Setelah ini, saya mau mandi dulu.”“Ya sudah. Mama mau ke dapur dulu.”“Iya, Ma.”Jasmine kembali melakukan aktivitasnya. Menyiapkan bingkisan, memasukkan beberapa kue ke dalam dus.Kevin, yang baru selesai meeting melalui video c
Jasmine memutar bola matanya dengan malas. “Menyesal karena tidak kena pada Mas Kevin. Coba kalau Mas Kevin yang kena, mau dipenjara seumur hidup pun tidak akan menyesal.”Kevin menganggukkan kepalanya. “Pinter!”Jasmine menyunggingkan bibirnya. “Dasar! Ya sudah sana, Mas. Jam berapa sidangnya?”“Jam dua, Sayang. Sabar, yaa. Saya masih ingin menemani kamu. Khawatir nanti perutnya mulai mulas.”“Ada Mama juga yang menemani saya, Mas. Nanti Mama telepon Mas Kevin. Jangan khawatir dilupakan. Mas ini papanya si bayi. Mana mungkin tidak diberi tahu.”Kevin menerbitkan senyumnya dengan lebar. “Kenapa istriku cerewet sekali. Masih kesal, pada Gemma?”Jasmine menggeleng. “Memang sifat asli saya cerewet. Mas Kevin aja yang baru sadar,” ucapnya ketus.“Iya, iya. Saya memang baru menyadari semuanya.”**Di kantor. Justin tengah mengecek semua dokumen yang diberikan oleh Selena padanya. Ada beberapa dokumen yang harus ditandatang ulang oleh Justin dari Kevin.“Pak Justin?” panggil Selena kemudian
Selena menyunggingkan bibirnya. “Selalu dibalas dengan jawaban bukan urusan kamu. Baiklah kalau begitu. Saya tidak akan bertanya lagi.”“Bagus!”Perempuan itu kehabisan kata-kata. Untuk kali ini, Justin mengalahkan Selena setelah dua bulan lamanya menjadi sekretaris. Justin baru bisa mengalahkan Selena.“Semoga Jasmine dan bayinya baik-baik saja. Semuanya selamat, tidak ada yang kurang sedikit pun.” Justin berdoa untuk keselamatan Jasmine.“Aamiin.” Hanya itu yang diucapkan oleh Selena.Kevin sudah tiba di rumah sakit. Dengan langkah lebarnya, pria itu menghampiri Jasmine yang sudah berada di dalam ruang operasi.“Ma!” Kevin menghampiri Ranti yang tengah menunggu di luar ruang operasi. “Aku boleh masuk, ke dalam?” tanya Kevin dengan wajah cemasnya.Ranti mengangguk. “Kamu diminta masuk ke dalam jika sudah sampai.”Kevin menganggukkan kepalanya dengan cepat. Kemudian masuk ke dalam setelah menggunakan baju steril.Dokter Felix menghampiri Kevin yang sudah berdiri di belakang kepala Jas
Kevin bangun dari duduknya kemudian memukul mulut Justin. “Berisik, setan! Anak gue lagi tidur. Emangnya elo mau, kalau dia bangun terus nyari sumber susunya. Mau … ngasih ASI ke dia?”Justin menggelengkan kepalanya. “Gue gak punya ASI, Vin. Noh! Punya Selena gede. Pasti ASI-nya melimpah.”Plak!Kevin berhasil memukul kepala Justin dengan sangat keras. “Kalau punya otak dipake, Justin! Punya Selena udah kodratnya dari sananya udah gede. Elo isep sampe pagi pun gak akan keluar tuh ASI!”Selena menganga mendengar perdebatan Justin dan Kevin yang membahas buah dadanya. Dengan spontan perempuan itu menutup dadanya dengan kedua tangannya.“Kenapa kalian bahas buah dada Selena, sih?” Ranti geleng-geleng kepala pada kedua pria di depannya ini.“Kevin yang mulai, Tante. Masa nyuruh aku kasih ASI ke anaknya. Aku emang punya, tapi gak ada isinya.”Justin—dengan polosnya berucap seperti itu kepada Ranti.“Jelas nggak akan ada, Justin. Laki-laki mana bisa menyusui. Jangan aneh-aneh deh, kalian in
Satu tahun berlalu.Menjalani hidup penuh dengan perasaan campur aduk. Bisa dibilang terlalu cepat untuk waktu 365 hari ini. Justin dilanda kebingungan. Sudah tiba di tahun ini, di mana dirinya akan menemukan jodohnya. Namun, nyatanya masih belum menemukan.Di dalam ruang pimpinan. Justin tengah menimbang-nimbang ucapan Kevin mengenai Selena. Ia adalah jodoh yang Tuhan berikan padanya. Sembari menangkup dagu, Justin menatap jarum jam yang berdetak, yang menempel di dinding berwarna putih itu.Tok tok tok!Selena datang sambil membawa sebuah undangan di tangannya."Selamat siang, Pak Justin. Ada undangan pernikahan di hari Minggu ini," kata Selena sembari memberikan undangan tersebut kepada Justin.Pria itu mengambilnya. Tak bertanya, dia langsung membukanya. Mata melotot kala melihat nama yang tertera di sana."Diandra mau nikah?" ucapnya dengan terkejut.Selena mengangguk pelan. "Iya, Pak. Bu Diandra akan segera menikah, di hari Minggu ini. Enam bulan pacaran, mungkin sudah cukup bag