Pengakuan Megan pun kontan membuat Mikail membeku. Dan ketegangan terbentang di antara keduanya. Tekanan tangan Mikail di paha Megan perlahan berkurang dan pria itu bergerak mundur. Hingga punggung menempel di sandaran sofa. “K-kau … apa?” Suara Mikail tercekat dengan keras.Megan membuang wajahnya dengan mata terpejam. Dan tentu saja ia bisa merasakan amarah yang membludak di tubuh Mikail. Tak hanya itu, sekarang Mikail pun akan memandangnya dengan tatapan jijik. Bahkan malam ini Mikail akan mengusirnya dari kamar ini. Sebelum pria itu mengusirnya dan ia mendapatkan luka yang lebih banyak, lebih baik Megan meninggalkan tempat ini lebih dulu demi mengurangi resiko sakit hati yang lebih banyak."Hanya itu yang bisa kuberikan padamu, Mikail. Kumohon jangan mengambil lebih banyak dariku." Megan bangkit berdiri dan langsung berjalan ke arah pintu.“Mau ke mana kau, Megan?”Megan tak menggubris, dan ia sudah berhasil membuka pintu hanya untuk kembali tertutup dan Mikail mengunci pintu ters
Megan merasakan lumatan Mikail yang melembut dan tak menolak ciuman tersebut. Bahkan kegugupan mulai menyerang dirinya dengan debaran jantung yang tidak mengganggunya. Akan tetapi, lumatan Mikail semakin dalam dan mulai memanas. Megan bisa merasakan napas Mikail yang mulai memberat, tubuh pria itu semakin merapat dan telapak tangan Mikail mulai menyusup di antara celah pakaiannya.Saat telapak tangan Mikail menyentuh kulit telanjangnya, Megan terkejut. Napas wanita itu seketika tercekat dan kedua matanya terbuka. Keterkejutan yang besar segera menerjangnya dan ia tersadar.‘Sekarang, kau sama menjijikkannya dengan diriku. Kupastkan Mikail atau pria mana pun tak akan sudi menyentuh tubuhmu yang kotor.Megan mendorong dada Mikail menjauh dan melompat terduduk. Dengan napas yang terengah hebat. “A-aku … tidak bisa, Mikail,” ucapnya dengan terburu dan nyaris tak jelas. Lalu Megan berbalik dan berlari masuk ke dalam kamar mandi.Mikail terdiam, keningnya mengernyit menyadari keanehan sikap
"Kau pikir kau akan tinggal di rumah ini hanya karena kau ingin, begitu?""Aku berhak atas rumah ini, Mikail. Ingat?" Salah satu alis Marcel terangkat, yang membuat Mikail tak berkutik."Kau tidak bisa. Tujuanmu tinggal di rumah ini sudah terlalu jelas, Marcel."Marcel terbahak. Lebih keras sebelum kemudian tiba-tiba berhenti dan tatapan tajamnya berhenti pada Megan. "Jika kau tahu, maka kau tahu kau tak akan bisa mencegahku, Mikail.""Kenapa? Apakah kalian merasa pernikahan kedua kalian terlalu rapuh sehingga takut dengan keberadaanku? Apa kalian takut aku menggoyahkan pernikahan kedua kalian yang tak lebih kuat dari pernikahan pertama kalian?" Mikail menggeram sedangkan Megan beringsut mendekat pada pria itu. Dan reaksi tersebut tak lepas dari kedua mata Marcel.Pria itu maju ke depan, semakin mendekat dan berhenti tepat di hadapan Megan. "Home sweet home," ucapnya lalu berjalan melewati keduanya. "Aku ingin kamarku kembali."Mikail masih ingin menenangkan Megan yang tengge
"Aku harus pergi dari rumah ini, Mikail. Aku tak bisa tinggal di tempat yang sama dengannya. Dia ... dia aku tak bisa menatap wajahnya. Aku harus pergi, Mikail."Mikail menggenggam kedua tangan Megan, meremasnya demi menenangkan gejolak emosi yang menyerang wanita itu karena baku hantamnya dengan Marcel. Sungguh, ia aku dirinya terbawa emosi kata-kata Marcel, memberi saudaranya itu apa yang diinginkan. "Tidak! Kau tidak akan pernah pergi dari rumah ini, Megan. Sampai kapan pun.""T-tapi keberadaan Marcel akan membahayakanmu dan Kiano.""Kau sudah melakukan hal ini tujuh tahun yang lalu, dan tak ada apa pun yang berubah selain penyesalan dan kerinduan Kiano padamu. Kau membuang waktu tujuh tahun untuk anakmu. Kau melewatkan kasih sayang Kiano untukmu. Semua tujuh tahu itu hanya diisi kekosongan. Hanya sebuah kesia-siaan dan sekarang kau ingin mengulangnya sekali lagi? Jangan bodoh, Megan.""Lalu bagaimana dengan Marcel?""Kita akan menghadapinya. Cepat atau lambat kita memang haru
“Jadi karena itu kau tidak bertanggung jawab dengan menikahinya.”“Bukan tanggung jawab seperti yang kau pikirkan, Megan.”“Apa kau pernah jatuh cinta pada wanita lain?”Sekali lagi Mikail menangkap kecemburuan dalam pertanyaan Megan. “Kiano dan ditambah pekerjaan. Keduanya sudah sangat menyita waktuku. Aku tak memiliki waktu untuk melakukan hal semacam itu.”Dada Megan serasa dipenuhi sesuatu yang menggelitik dan menyenangkan. “Kau tak pernah jatuh cinta padanya?” tanyanya lagi sekaligus memastikan.“Well, jatuh cinta padamu saja sudah membuat hidupku kacau, Megan. Kau masih ingin aku membawa kekacauan lain dalam hidudku?”Megan memberengut, tak menyangkal pertanyaan retoris tersebut.Mikail membawa Megan ke dalam pelukannya. Mendaratkan kecupan singkat di ujung kepala sebelum melanjutkan kalimatnya. “Apa aku salah?”Megan memberikan gelengan kepala sebagai jawaban. “Pernikahan pertama kita memang sangat kacau.”“Bagaimana pun, aku tak pernah menyesalinya. Semuanya yang pernah kita a
"Kau benar-benar sudah gila, Marcel. Berikan padaku!" Megan berusaha meraih tangan Marcel, yang langsung bergerak menghindar ke atas. Megan bergerak lebih maju dan berjinjit karena tinggi badannya yang hanya sepundak Marcel. Akan tetapi kesempatan itu digunakan oleh Marcel untuk menangkap pinggangnya.Megan segera menurunkan tangannya dan meletakkannya di dada Marcel. Mendorong pria itu menjauh sekuat tenaganya, tetapi Marcel menahan pinggang dengan cekalan yang lebih kuat. “Apa yang kau lakukan, Marcel?! Lepaskan!!” desisnya dengan jengkel.Marcel malah menunduk, memastikan jarak di antara mereka sedekat mungkin, nyaris membuat wajah mereka saling bersentuhan. Tetapi Megan berusaha lebih keras agar tak saling bersinggungan. Dengan gemetar yang mulai datang menyerang. Bayangan ketika Marcel menyentuhnya dengan cara yang kasar, masih terekam dengan jelas di benaknya. Rasa sakit dan pelecehan yang pria itu lakukan, tak pernah menghilang dari ingatannya. Napas pria itu yang berhembus di
Sampai di ruang makan, hanya ada Kiano yang ditemani Helena. Putranya tersebut langsung melompat turun dan menghambur ke pelukan Megan begitu melihat sang mama muncul di ruang makan. “Mama lama,” protes Kiano dengan bibir yang dimanyunkan. Megan tersenyum, membawa tubuh Kiano dalam gendongannya dan mengecup pipi gembul putranya kiri dan kanan berulang-ulang. “Sebagai ucapan maaf. Cukup?” “Lagi,” pintah Kiano dengan riang. Megan pun menghujani wajah Kiano dengan ciuman yang lebih banyak. Hingga membuat putranya tersebut tergelak. Mikail yang melihat putra dan istrinya tersebut tersenyum. Mengusap-usap kepala putranya dengan penuh kasih sayang. Rasanya ia tak pernah merasa begitu bahagia melihat Kiano tersenyum seperti saat ini. “Habiskan makananmu, Kiano. Kau bisa terlambat ke sekolah.” Mikail menghentikan canda tawa tersebut, mengambil Kiano dari gendongan Megan dan mendudukkan putranya kembali ke kursinya. “Apa Mama akan mengantar Kiano ke sekolah lagi?” “Ya, tentu saja.” Jaw
Megan berpikir akan menolak panggilan tersebut, tetapi tangannya tak bergerak. Ia menatap layar ponselnya hingga deringan berakhir dan tak lebih dari dua detik, panggilan dari Nicholas kembali masuk. Megan menempelkan ponselnya di telinga. Tak ada suara selama beberapa saat dan Megan berpikir Nicholas telah memutus panggilan tersebut. Tetapi saat ia menatap kembali layar ponselnya, panggilan masih berlangsung. “N-nicholas?” Suara Megan terdengar begitu kering dan ia menelan ludahnya. Membasahi tenggorokannya. “Kau mengangkatnya.” Suara Nicholas pun terdengar begitu diselimuti kepedihan. Megan terdiam sejenak. “Ada apa, Nicholas?” Nicholas pun tak langsung menjawab. “Merindukanmu.” Kepedihan dalam jawaban Nicholas terasa begitu menusuk dada Megan. Wanita itu menjilat bibirnya yang kering. “Kakiku masih sakit, juga lenganku. Aku bosan seharian berbaring di tempat tidur. Dan saat berpikir ingin menemuimu, kau tidak ada di apartemen. Aku hanya iseng, pergi ke rumah Mikail, tetapi a