"Mas Bian, tolong jangan seperti ini!" Dua kelopak mata Diana terpejam saat Abian menyusuri tubuhnya dengan kedua tangan. Sebisa mungkin Diana menolak, tapi sesuatu yang dasyat membuat Diana merasa kesulitan mendorong tubuh Abian yang semakin berani.Alih-alih terlepas Abian justru memperdalam ciumannya semakin buas. Dia mengobrak-abrik seluruh isi mulut Diana seolah mencari-cari sesuatu hingga lidah keduanya saling membelit. Awalnya Diana cukup kaget dengan ciuman aneh tersebut. Dia jijik, geli, namun tanpa sadar tubuhnya mulai melemah dan menerima perlakuan Abian entah sejak kapan. Secara tidak sadar Diana menikmati ciuman Abian bahkan membalas kenikmatan yang sedang pria itu berikan.Keduanya seperti manusia hilang kendali. Diana merasa menjadi seperti wanita yang lebih buruk dari seorang jal*ng karena memanfaatkan keadaan Abian yang seperti itu, tapi dia sungguh tidak menolak semua yang dilakukan oleh Abian. Otak kotor gadis itu terus menuntun dirinya pada sebuah pencapaian yan
Tak ada yang bisa Diana lakukan selain menangis dan meratapi kebodohannya sendiri. Kalau ditanya apakah ia menyesal? Jelas Diana menyesal!Hari sudah memasuki pagi saat gadis itu berjalan gontai tanpa arah tujuan. Dia sudah keluar dari gedung apartemen sejak dua jam lalu. Sekarang Diana berjalan bahkan tanpa menggunakan alas kaki. Gadis 19 tahun itu terus menangis sambil menutupi bagian bajunya yang sobek karena sempat ketarik oleh kuku tajam Miranda."Apa salahku terlalu besar sampai aku layak diperlakukan seperti ini?" guman Diana dengan suara lirih tertahan menahan isak tangis.Ya, Diana akui dia memang salah karena sudah memanfaatkan keadaan tidak sadar seorang Abian. Tapi Miranda juga tidak beda jauh. Dia sejahat itu sampai tega mengusir Diana dalam keadaan seperti ini.Andai boleh memilih Diana sendiri juga tidak mau kejadian memalukan seperti ini sampai terjadi. Dia sungguh tidak paham dengan tubuhnya yang tak selaras dengan otak. Walau sudah sempat berusaha melepaskan diri, p
"Apa kamu gila Bian? Kamu berani ngancem aku cuma buat manusia kayak dia?" Miranda menggeleng tak percaya. Tatapannya mengarah marah pada lelaki itu. Hati wanita itu teramat sakit mendengar perkataan Abian barusan. Bodoh! Ia merasa bodoh karena tidak menyadari kalau kekasihnya itu banyak berubah sejak kehadiran Diana di antara mereka. Apakah diam-diam Abian memiliki ketertarikan pada wanita kampung itu?Kalau iya Miranda tak tahu harus bagaimana karena Diana jauh lebih mampu berada di dekat Abian dibanding dirinya. Mau bagaimanapun Diana ada di pihak Kakek Bram, hal itu sangat memudahkan Diana untuk melakukan interaksi lebih dengan kekasihnya dibanding Miranda yang memiliki status pacar.Arghh! Memikirkan itu rasanya Miranda hampir gila!"Ini bukan masalah mengancam! Tapi karena kamu sudah sangat keterlaluan pada Diana. Kamu berani mengusir Diana tanpa sepengetahuanku!""Jadi menurutmu perbuatanku salah?" Suara keras Miranda membuat Abian terdiam mencerna semuanya."Katakan padaku,
"Mir, apa aku boleh minta izin untuk mencari Diana?" Abian bertanya takut-takut. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, dan ia benar-benar khawatir karena gadis itu pergi tanpa membawa uang atau pun ponsel. Dan hingga detik ini Diana tidak ada tanda-tanda mau kembali.Sementara Miranda terus menempel di lengan pria itu. Miranda seolah sengaja membuat Abian tidak bisa lepas dari dirinya. "Ayolah Abian ... kita jarang libur bersama dan punya waktu berduaan seperti ini. Diana pasti baik-baik saja. Nanti juga kalau sudah sadar dia akan kembali ke sini. Dia tidak mungkin bisa pergi jauh karena barang-barangnya masih di sini.""Justru itu yang membuatku khawatir Mir. Kamu ngusir dia tanpa membawa uang dan ponsel. Bagaimana caranya dia bertahan hidup kalau dua pokok kehidupannya saja masih ada di sini!""Pasti dia sudah minta tolong temannya lah! Diana bukan gadis bodoh. Dia mungkin sudah menghubungi Raka atau teman lainnya," kekeh Miranda. Dia tetap tidak membolehkan Abian pergi mencari
Bram menarik napas dalam guna menetralkan sedikit emosinya. Dia melihat Diana mencicit ketakutan karena ucapan kasarnya, dan ia tidak mau sang cucu menantu itu jadi trauma karena ulah Bram sendiri.“Maafkan Kakek Diana! Kakek tidak bermaksud membuat kamu ketakutan apalagi tertekan,” ujarnya. Diana menggeleng. Mata gadis itu berkaca-kaca dan terlihat meloloskan buliran bening dari ujung mata bagian kiri.“Tidak papa Kek. Maafkan aku karena sudah bersikap tidak tahu diri,” kata gadis itu.Kakek Bram semakin merasa bersalah. Tapi dia merasa tidak salah mencarikan seorang istri untuk cucunya, Diana memiliki pembawaan lembut dan kadang tegas di satu sisi. Bram bisa tahu itu karena Diana sempat bersikap jutek saat mengira Kakek Bram yang akan menikahi gadis itu. Dia terus menolak kebaikan Bram, bahkan menghindari kontak fisik dengan lelaki tua itu. Contohnya saat disentuh bahunya Diana tidak mau. Sejauh ini Kakek Bram menebak Diana adalah gadis yang penuh pertahanan diri.“Sebenarnya Kake
Abian buru-buru menuruni anak tangga. Orang pertama yang Abian cari setelah melihat Diana tidak ada di kamarnya adalah kakeknya sendiri.Ya, ia yakin Diana pasti sudah disembunyikan sang Kakek karena Abian sudah menyia-nyiakan gadis itu sejak tadi pagi. Kakeknya mungkin marah, jadi sengaja menyembunyikan Diana di tempat yang tidak bisa ditemukan oleh Abian."Kakek menyembunyikan Diana di mana?" tuduh Abian tanpa basa-basi. Lelaki itu bahkan belum selesai menuruni undakan tangga tapi suara dari mulutnya sudah lebih dulu sampai ke telinga Kakek Bram."Kenapa kamu tanya Kakek?""Ayolah Kek ... Kakek pasti sengaja menyembunyikan Diana! Sekarang dia ada di mana?" kesal Abian."Dicari yang benar dulu Bian! Apa kamu sudah masuk ke dalam? Memangnya kemana lagi Diana pergi kalau tidak ada di kamar?" Kakek Bram menjawab tanpa mengalihkan pandangannya pada buku yang sedang dibaca. Abian buru-buru naik ke atas lagi. Memang tadi ia sangat panik sampai tidak sempat mencari Diana di dalam kamar. P
"Ada orang!" Diana melepas pagutan bibirnya begitu saja. Membuat seseorang di depannya mendengkus kecewa disertai guratan wajah sedikit marah."Biarkan saja! Paling juga pelayan nanyain aku mau makan malam di kamar apa di bawah!" Abian hendak mencium gadis itu lagi, akan tetapi Diana mendorong pelan dada Abian supaya lelaki itu segera membukakan pintu terlebih dahulu."Bukain dulu Mas. Gak enak sama yang di luar!""Aku juga nggak enak diganggu kayak gini!" "Mas--" Diana merengek seperti bocah, membuat Abian semakin mengerucutkan bibir, Namun kakinya tetap melangkah menuju pintu dan membukanya seperempat bagian. "Ada apa?" tanya Abian disertai bentakkan saat melihat muka pelayan yang ada di depannya. Dia benar-benar menyorotkan tatapan murka sampai si pelayan kebingungan sendiri dengan sikap Abian yang tidak biasa.Merasa takut, pelayan itu langsung mundur dengan kepala tertunduk. Ia tidak tahu apa salahnya sampai Abian tega membentaknya seperti itu."Maafkan saya, Tuan! Anda sudah
"Kakek memata-matai kami?" Abian berseru tidak terima saat melihat foto-foto yang berjejer acak di atas meja. Bisa-bisanya sang Kakek memiliki foto Diana yang sedang jalan kaki ke tempat kerja, pikir Abian. Jelas ia curiga kalau selama ini sang Kakek memang memata-matai mereka berdua tanpa sepengetahuan Abian."Jangan salah paham dulu Bian. Itu adalah gambar yang tidak sengaja diambil oleh orang suruhan Kakek saat tak sengaja melihat Diana jalan pagi-pagi sekali. Dari gambar itu sudah jelas kalau kamu selama ini menelantarkan Diana, buktinya dia selalu jalan kaki padahal tempat kerja kalian saling berseberangan.""Itu tidak benar Kek! Diana jalan kaki karena kemauannya sendiri. Kalau tidak percaya tanya saja pada Diana. Apa perlu aku panggil Diana sekarang?"Reaksi Abian terlihat panik meski sang Kakek masih terlihat santai. Bram semakin yakin kalau selama ini Abian tidak memperlakukan Diana dengan baik, baik yang ia ketahui, ataupun yang tidak dirinya ketahui sekalipun."Tidak perl