Setelah kecanggungan yang terjadi. Abian ikut duduk di sofa ruang televisi yang remang-remang, tangannya memegang remote kontrol yang beralih-alih antara beberapa saluran. . Tak sengaja, ia menoleh ke arah samping dan melihat sosok Diana juga menatapnya dengan rambut panjangnya yang terurai. Wajah mereka saling beradu, suasana menjadi tegang dan penuh gairah."Aku nggak bisa bisa tidur karena kepikiran kamu terus. Makanya tadi aku tanya balik ke kamu. Barangkali kamu merasakan hal yang sama kayak yang aku rasain sekarang," ujar Abian dengan suara serak, matanya tak henti-hentinya menatap Diana yang tampak cantik meski dalam suasana remang-remang.Diana menelan ludah, hatinya berdebar kencang. Sejujurnya ia merasakan hal yang sama dengan Abian. Namun, ego dan gengsinya tak membiarkannya mengakui perasaannya. Ia mencoba berpikir cepat untuk mencari alasan yang masuk akal."Aku nggak bisa tidur karena lapar," bohong Diana, matanya menatap lantai, berusaha menghindari tatapan Abian yan
"Bikin Diana hamil!"Sontak Abian membeliak."Apa kamu gila? Rencana macam apa itu? Bukannya berhasil yang ada aku bakalan diusir sama Diana dan dilaporkan ke polisi karena telah memperkosa perempuan itu," ketusnya.Sejenak Abian terdiam tak percaya saat mendengar saran dari Doni, sahabatnya yang menyarankan untuk menghamili Diana agar wanita itu tidak berhasil mengajukan perceraian. Ekspresi wajahnya menunjukkan kebingungan dan kegelisahan, tak mampu membayangkan bagaimana cara melaksanakan saran tersebut. Tapi kok rasanya Abian agak tertarik ya?"Memang agak gila. Tapi ini lebih baik daripada kamu ditikung dan gak berhasil mendapatkan apa-apa. Manfaatkan statusmu yang ada sekarang. Mumpung kamu masih suaminya. Lagi pula siapa yang nyuruh kamu perkosa bodoh! Kan kamu bisa memainkan trik tarik ulur. Goda dia. Buat dia penasaran dengan dirimu!""Kamu gila, Doni?" desis Abian dengan mata terbelalak. Doni hanya tersenyum simpul sambil menepuk bahu Abian, seolah menganggap saran tersebut
"Cih! Syarat macam apa itu?"Diana kembali berbalik badan. Apakah Abian sedang membuat lelucon. Mana bisa mereka melakukan hal seperti itu sebelum bercerai?"Ya kalau kamu tidak mau tidak masalah. Kamu boleh ajukan gugatan cerai. Silakan hidup dengan lelaki pendek jelek itu, tapi aku tidak akan membiarkan Azka jatuh ke tangan kamu. Aku akan memperjuangkan hak asuh Azka sampai titik darah penghabisan!""Mas!" Diana memekik kesal. "Kenapa? Kamu pikir aku rela melihat Azka tinggal dengan Bapak tiri? Engga Diana. Aku ini bapak kandungnya, aku bakalan cari cara untuk mendapatkan hak asuh Azka. Hati-hati saja kamu. Segalanya bisa didapatkan asal ada uang," ancam Abian.Wajah Diana terlihat berubah pucat. Sejujurnya Abian tidak mau melakukan ini. Tapi berhubung Diana menolak mentah-mentah tawarannya, Abian jadi naik pitam kembali."Tapi kalau kamu mau terima syarat dari aku, aku bakalan permudah pengajuan kamu! Biar kamu cepet-cepet nikah sama si Pendek!"Diana tak menjawab. Sepertinya dia
Sebelum Diana sempat melangkah lebih jauh, tiba-tiba Abian menarik tangannya dengan cepat. "Mau kemana? Temenin aku makan. Kalau kamu nggak nyaman, aku pakai lagi bajunya," ujar Abian sambil menatap Diana dengan tatapan memohon.Diana terdiam sejenak, melihat Abian yang mulai mengenakan bajunya kembali. Setelah itu, ia duduk kembali di kursi dan mulai menyantap semangkuk mie yang ada di depannya. Suasana di antara mereka menjadi hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling bersentuhan.Abian mencoba merenung, mencari cara agar Diana tidak pergi ke kamar setelah mereka selesai makan. Tiba-tiba, ia mendapatkan ide dan berpura-pura kesakitan."Arghh!" teriaknya sambil memegangi kepalanya, seolah-olah merasa sakit yang luar biasa.Diana terkejut dan langsung menoleh ke arah Abian, "Kenapa? Kepalamu sakit?" tanyanya dengan kekhawatiran terpancar dari wajahnya.Abian melihat kekhawatiran di wajah Diana dan merasa lega bahwa rencananya berhasil. Namun, ia harus tetap menjaga pe
Diana masih syok dengan posisi mereka sakit ini. Tak dipungkiri. Pikiran perempuan itu berkelana pada masa-masa mereka masih bersama."Aku denger!"Mendengar itu, Diana terkejut dan tubuhnya berceluk.Matanya membulat lebar-lebar, secepat kilat ia menjauh, namun Abian segera menarik tubuh Diana kembali ke dekatnya."Kenapa malu! Kamu masih hidup. Ded degan menandakan jantung kamu sehat," goda Abian sambil tersenyum nakal.Diana mendengkus kesal. Rasanya ia ingin menenggelamkan Abian di dalam kasur ini. Suasana menjelang pagi ini sungguh canggung, Diana mengutuk tubuhnya yang menyebalkan. Ia merasa tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh Abian.Saat Diana tengah termenung, Abian tiba-tiba mencuri kesempatan untuk mencium bibir Diana dengan lembut.Diana terkejut dan memandang Abian dengan pandangan tak percaya, namun Abian hanya tersenyum lebar, mengejek kebingungan Diana."Apa yang kamu lakuin?" tanya Diana dengan kesal, menyeka bibirnya dengan lengan baju."Memangnya apa? A
Abian terbangun dari tidurnya, merasa tubuhnya agak berat. Dia mengucek matanya dan melihat keluar jendela.Cahaya matahari sudah meninggi, menandakan waktu sudah cukup siang. Abian mengernyit, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya.Dia menarik selimutnya dan menyadari bahwa Diana, istrinya, sudah tidak ada di sampingnya.Bayangan tadi pagi mulai muncul, membuat Abian tersenyum puas. Tubuhnya yang telanjang menambah keyakinan bahwa kejadian tadi pagi bukanlah mimpi.Abian menghela napas lega, akhirnya ia berhasil menuntaskan hasrat dan rindunya pada Diana, istrinya yang selama ini bersikap ketus dan sulit didekati. Ia tidak menyangka bahwa keintiman itu akan terjadi begitu cepat, mengingat sikap Diana yang selalu menjaga jarak.Namun kini, dengan kejadian semalam, Abian merasa hubungannya dengan Diana semakin erat.Rasa syukur menghiasi hatinya, sambil berharap kebahagiaan ini akan terus berlanjut dalam rumah tangga mereka. Abian bangkit dari tempat tidur, memutuskan u
Diana baru saja pulang dari klinik dengan rasa cemas di hatinya, menggendong Azka yang kepalanya dibalut perban setelah kejadian jatuh tadi. Pelipis Azka sempat berdarah cukup banyak, membuat Diana terpaksa membawanya ke klinik terdekat karena lukanya agak parah.Sesampainya di villa, Diana terkejut melihat banyak orang berpakaian serba hitam yang berkeliaran di sekitar. Rasa bingung dan ketakutan mulai menyelimuti pikirannya."Ada apa ini?" gumam Diana pelan, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Dia menatap mereka satu persatu. Tapi ada yang berani menjawab. Mereka semua seperti orang kaget melihat ke arah Diana. Bahkan semua mata menatap penuh ke arah Diana. Tatapan mereka membuat perempuan itu merasa ditelanjangi dalam keadaan berpakaian."Jangan liat-liat. Ngapain kalian semua di rumahku," ketus Diana.Instingnya mendorong Diana untuk mencari Abian, lelaki itu pasti mengetahui situasi yang sedang terjadi. Dengan langkah cepat dan hati-hati, Diana segera masuk ke dalam villa,
Diana rasanya tak bisa menahan tawa saat mendengar cerita Abian barusan. Apa dia bilang?Abian memesan 100 bodyguard untuk mencari Diana dan Azka karena berpikir mereka kabur?Padahal Diana hanya pergi keluar sebentar. Kurang lebih 3 jam. Geli dan hampir tertawa, Diana berusaha menahan tawanya."Pfttttt!" suara tertawa kecil terlepas dari bibirnya.Abian menatapnya dengan serius, "Nggak usah ketawa, Diana. Aku begini karena trauma mendalam di kepala. Aku baru aja ketemu anak kandungku setelah dua tahun, masa mau dibawa kabur lagi?"Diana tidak bisa menahan diri dan kembali terkekeh, "Tapi kami lucu!" katanya sambil menunjuk pada para bodyguard yang berdiri tegap.Namun tiba-tiba, Diana menyadari sesuatu yang seharusnya membuatnya marah. Wajahnya berubah serius saat mengingat kejadian pagi tadi, saat Abian sempat melecehkannya. Harusnya ia merasa marah dan dendam, bukan senang dan tertawa seperti ini.Diana menunduk, berusaha mengendalikan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya.