Tinggalkan jejak love dan komen ya. Juga Vote nya. makasih😍
"Oh ya. Syukurlah barang ini tidak hilang," ucap Senja sedikit terbata. Bahkan kedua insan itu masih setia memegang benda yang terlipat rapi dengan posisi berdiri di lorong menuju resto hotel."Terima kasih Senja. Hadiah ini sungguh berarti bagi saya.""Pak Adam yang terhormat. Tolong kondisikan status. Tidak pantas lelaki beristri menggoda perempuan lain," ucap Senja seraya mendecis.Adam yang mendengarnya justru tersenyum. Hatinya mengembang. Rasa yang pernah hilang setahun ini kini kembali muncul."Begitu ya? Baiklah, saya hanya mengikuti alur yang Anda buat Bu Mila. Dengan terkendalanya MoU itu berarti Anda berniat kita berjumpa kembali, bukan? Saya sangat senang. Sampai jumpa besok Senja Kamila.""Aarghh."Senja frustasi begitu sampai rumah mengingat pertemuannya dengan Adam. Ia melakukan apa saja untuk menenangkan hatinya yang gundah. Memukul apa saja yang bisa menjadi sasaran. Bahkan adiknya yang baru pulang dari kuliah pun kena sasaran tangkisannya."Mbak Senja! Apa-apaan, sih
"Ja. Itu di belakang Andre kok mirip Pak Adam, ya?""Mana?" ucap Senja sambil menyelidik."Nggak mungkin kan orang Bandung tiba-tiba di sini gara-gara kita omongin."Senja menepuk jidatnya. Sifat cerobohnya mulai kambuh lagi gara-gara ketemu dosbingnya."Astaga, aku ada janji lunch dengan Pak Adam!"Memalingkan wajah ke samping, Senja memutar otak untuk menyiapkan alasan jika ditanya sahabatnya."Hmm, sepertinya ada yang perlu dijelaskan, Ja," ujar Fifi."Hai, Senja. Apa kabar?" Suara Andre menyapa dari samping. Mau tak mau, Senja segera menoleh lalu tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya."Kalian pada ngerjain aku, ya? Bisa-bisanya menikah nggak ngasih kabar," sungut Senja tak terima. Ia berinisiatif lebih dulu menyalahkan sahabatnya sebelum dirinya disalahkan."Eits, siapa yang pergi tanpa kabar?" protes Andre. Lelaki yang penampilannya lebih dewasa dan rapi itu berdiri sejajar istrinya. Bahkan tangan kirinya sudah merangkul bahu membuat Senja memutar bola matanya jengah."Nggak
Senja menarik napas panjang berulang. Pasalnya napasnya sudah tak beraturan gara-gara lari ditarik Adam. Menghentikan taksi yang lewat, mereka akhirnya lepas dari kejaran wartawan."Duh ketemu Pak Adam kenapa hidup saya jadi rumit lagi," gerutu Senja sambil mengusap dadanya."Apa kamu bilang? Kamu pikir saya yang bikin si*l? Siapa tadi yang duluan berpose begitu?" cerocos Adam tidak terima. Dalam hati ia bersorak gembira karena berhasil mengerjai Senja. Gegas ia memutar otak mencari ide brilian berikutnya."Lalu gimana dong, Pak. Kalau sampai mereka bikin hot news, saya bakal kena marah Pak Rendra." Senja sudah merengek seperti anak kecil. "Pak Rendra kan baik. Kelihatannya kamu dekat sama beliau. Atau jangan-jangan beliau calon kamu, Ja?"Adam terkekeh."Selera kamu ternyata sudah berubah, ya? Patah hati sama ustad nyarinya yang om om.""Astaga, nih orang bukannya mencarikan solusi malah meledekku.""Pak Adam yang terhormat, saya sudah punya calon. Tentu saja bukan Pak Rendra. Belia
"Saya punya solusinya, Ja.""Gimana?""Ayo kita menikah saja.""APA?! Pak Adam sudah nggak waras," umpat Senja. Dua orang yang mengamatinya sejak tadi pun ikut terperanjat."Sudah nggak usah debat di telpon. Nanti saya ke kantor kamu setelah mengajar.""Ckk. Dasar pemaksa. Nggak pernah berubah." Senja berdecak, swdangkan Adam terdengar tawanya dari seberang. Ia menger4ng frustasi lalu membanting ponselnya ke meja."Apa yang terjadi, Ja?" tanya Rendra.Drrtt,drrt"Bentar Om, ada Andika.""Halo, ada apa, An?""Kamu apa-apaan, Mila? Kenapa bikin berita heboh begitu. Kamu selingk*h dariku?"Senja menjauhkan ponselnya dari telinga. Suara di seberang sungguh memekakkan indra pendengarannya."Kamu percaya berita miring itu, An?""Kamu sendiri melakukannya, nggak?""Dah nggak usah debat. Kamu ke kantor aku aja sekarang.""Ya, nanti kalau sudah selesai urusanku, aku ke kantormu."Di seberang sana laki-laki tak lain adalah Andika. Ia bersama dengan seorang perempuan cantik yang selalu menempel p
Dua minggu kemudian, Senja sudah melewati hari-hari penuh liku. Ia harus mempersiapkan konferensi pers bersama Adam dengan ditemani Rendra. Beruntung konferensi berjalan lancar. Setelah itu, Senja benar-benar resmi menikah di KUA dengan Adam."Pak Adam, saya masih penasaran gimana caranya Bapak meyakinkan orang tua saya?" Keduanya duduk santai di ruang tengah rumah Adam. Rumah berukuran sedang dengan kolam renang mini terletak di samping kiri.Keduanya baru saja menginjakkan kaki di rumah itu setelah akad tadi pagi."Lelaki yang baik akan meminta izin pada orang tuanya jika memang serius, Ja. Saya punya cara tersendiri untuk meyakinkan papa dan mama kamu." Adam mengulas senyum penuh kemenangan. Jelas, Senja tidak menyangka papa dan mamanya akan luluh begitu saja.Merelakan putri semata wayang dinikahi secara sederhana. Adam menjanjikan resepsi berselang beberapa bulan kedepan supaya tidak membuat beritanya semakin gempar. Ia juga belum sempat menyampaikan berita gembira kepada keluarga
"Bukan gitu, Ja. Gini lho cara masak nasgor yang enak."Tubuh Senja tersentak seperti ada sengatan listrik. Saat sepasang tangan mengulur dari belakang tubuhnya. Dengan lincah tangan itu memandu Senja mengaduk bahan di wajan."Mama, Papa. Gimana ini?" jeritnya dalam hati karena lidah sudah kelu."Astaghfirullah! Gosong!" pekik Senja saat mendapati wajan di depannya sudah mengepul.Adam hanya melihat dari ambang pintu dengan mengedikkan bahu. Ia lalu mendekat ke dapur. Melihat Senja yang menepuk-nepuk jidatnya, Adam tak kuasa menahan tawa."Makanya kalau masak jangan sambil melamun," tegur Adam sambil menoyor dahi Senja. Perempuan yang mengenakan celemek itu pun menghindar.Senja kembali menoleh lalu meringis. Ia sudah membayangkan hal yang romantis dilakukan oleh pasangan pengantin baru. Tidak tahunya itu hanya khayalan belaka."Gini nih, terlalu berekspektasi tinggi. Aku kira Pak Adam romantis. Tahunya suka ceramah. Ups, dia kan dosen. Pastinya suka ceramah." Senja terkekeh membuat Ad
Sejak kejadian bangun tidur, Senja menjadi sedikit canggung. Ia mati-matian menahan diri untuk bersikap seperti tidak terjadi apa-apa."Senja, kenapa mukamu merah gitu?""Hah?! Iyakah?" Senja malah menepuk-nepuk pipinya yang terasa memanas. Sambil menyantap seporsi nasgor buatan Adam, ia mencari topik obrolan lain."Kamu semalam nggak bisa tidur?" imbuh Adam."Hmm, sepertinya begitu," kilah Senja sambil menunduk. Ia mencoba mengalihkan perhatian Adam dengan mengaduk-aduk nasgornya."Apa nasgornya tidak enak?" tebak Adam."Hah." Senja mengangkat kepala. Pandangan mereka bertemu. Seketika membuat jantung Senja berpacu kencang.Gegas ia memutus kontak tatapan tajam Adam yang mengarah padanya."Enak, kok. Enak banget malah," sahut Senja. Susah payah ia menelan nasi yang buru-buru dimasukkan ke mulutnya."Pelan-pelan saja makannya, nanti tersedak.""Iy...iya." Senja justru semakin salah tingkah hingga ucapannya terbata. Adam yang melihatnya pun mengulas senyum."Hari ini acaranya apa? Nant
Menjelang makan siang, Senja dan Rendra sudah bertemu klien di sebuah restoran. "Terima kasih Pak Rendra, Bu Mila atas kerja samanya. Saya yakin perusahaan Wijaya ke depan akan semakin melesat progresnya," ucap klien bisnis Senja."Sama-sama Pak. Dukungan dari klien seperti Bapak merupakan hal terpenting untuk kemajuan perusahaan kami. Kalau begitu Bapak silakan dilanjutkan menikmati hidangan penutupnya. Minggu depan kita bahas rencana jangka pendek dulu.""Saya senang sekali berdiskusi dengan orang-orang pintar seperti Pak Tendra dna Bu Mila. Tapi maaf sebelumnya saya harus melanjutkan perjalanan untuk meeting berikutnya.""Tidak masalah. Sampai jumpa." Rendra menjabat tangan kliennya diikuti Senja. Keduanya menyilakan klien itu melanjutkan kegiatannya."Gimana, Om?" tanya Senja ingin kepastian akan keputusannya memilih klien tadi."Bismillah semoga segalanya lancar dan dimudahkan, Ja.""Amin, Om. Terima kasih.""Yang dua klien tadi sudah tidak masalah kan kita tolak?""Menurut Senja