“Ayo pulang!” bisik Selena sembari menarik tangan Jian, dia mengguncang tubuhnya dengan ketakutan seperti baru saja melihat setan.
Sementara Jian mengernyitkan dahinya kebingungan dan menatap ke arah Damian juga Axel yang sekarang menatapi punggung Selena dengan tatapan tak senang. Itu membuat Jian curiga jika Selena mungkin melakukan kesalahan di mana dia baru pertama kali datang ke pesta topeng.“Apa yang kau lakukan? Kenapa mereka sampai menatapmu dengan begitu tajam?” bisik Jian.“Aku tidak melakukan apa pun. Ayo pulang saja! Aku benar-benar tidak nyaman, tahu!” desak Selena, dia terus mengguncang tangan Jian layaknya gadis kecil yang meminta mainan.“Dia punya masalah denganku.” Damian berjalan mendekat, melihat gerak gerik Selena saja dia sudah tahu jika gadis itu ingin segera pergi meninggalkan tempat itu.“Masalah? Katakan padaku, apa yang kau lakukan?” Jian menatap Selena dengan serius.Dengan cepat, Damian memenangKarena lokasinya sudah diketahui Axel, Axel jadi selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung. Hanya untuk melihat apa yang sedang Selena lakukan atau membawakannya makanan. Dan pagi itu, Axel membawakannya sarapan tepat saat Selena hendak sarapan di luar. “Oh, kau mengejutkanku!” pekik Selena saat dia membuka pintu, Axel sudah berada di sana.“Mau sarapan bersama?” Axel mengangkat bingkisan yang dia bawa sambil tersenyum padanya.Sementara Selena mendesis, menatapnya dengan sinis beberapa saat sebelum menghela nafasnya panjang. Ini makanan. Dia bisa menghemat waktu dan uang jika Axel membawakannya begitu saja. Dia membiarkan Axel masuk untuk sarapan bersamanya di apartemennya.Selena menyiapkan peralatan makan di meja makan, saat Axel membuka apa yang dia bawa untuk sarapan hari itu. Cukup sederhana, cream soup dan ayam panggang. Namun, kelihatannya Selena yang sudah kebingungan mau makan apa, tampak bersemangat menyantap makanannya. Axe
Kaki Selena yang melingkar di pinggang Damian menjadi lebih erat. Tangan Selena yang berada di bahunya yang lebar juga terlihat punya keraguan pada kekuatan Damian yang menopang tubuhnya. Menyadari hal tersebut, Damian hanya mengangkat salah satu ujung bibirnya. “Tenang. Kau meragukanku? Jika kau meragukanku, aku benar-benar bisa melepaskanmu. Jangan meragukanku! Tenang...” ujar Damian seraya mengusap pelan pinggang belakang Selena. “Bagaimana bisa aku tenang? Perhatikan tanganmu! Jangan menyentuhku sembarangan!” protes Selena, seraya berusaha menghentikan tangan Damian dengan salah satu tangannya, dia juga sedikit menggeliat kegelian karena sentuhan dari tangan Damian.Damian terkekeh pelan dan menghentikan tangannya. Damian melirik film yang sedang ditonton Selena. Dan melihat bagaimana sofa yang luas dibuat nyaman untuk dirinya sendiri bersama selimut, beserta camilan dan minuman di meja. Dia benar-benar sedang menikmati waktunya sendiri. “H
Damian mendorong Selena hingga Selena terbaring di sofa. Dengan tangannya mengusap halus bahu Selena. Sentuhan lembutnya yang memberikan rasa nyaman membuat Selena terbuai dalam permainannya untuk ke sekian kalinya. Selena menikmati sentuhan bibir Damian yang cukup lama tidak dia rasakan lagi. Dan Damian melampiaskan rasa rindunya dengan sedikit brutal. Malam itu dihabiskan keduanya dengan menonton televisi. Selena menolak melakukannya meski Damian terlihat jelas menginginkannya. Meski begitu, entah apa yang merasuki Damian, Damian juga menghormati keputusan Selena untuk tidak melakukan apa pun selain menonton bersama. Selena dan Damian berbaring di sofa, menikmati film yang sedang ditonton Selena sebelumnya. Tangan Damian merangkul bahu Selena, sementara Selena hanya diam di pelukan Damian. Pagi tiba. Keduanya tertidur bersama di depan televisi. Damian memeluk Selena cukup erat, dalam posisi seperti sendok. Tangan Damian melingkari pinggang Selena, dan
Setelah kejadian pagi itu, Selena akhirnya meminta untuk pulang. Selena meminta kembali ke negaranya secepat mungkin. Dan Jian tentunya harus ikut pulang juga dengan Selena, yang membuatnya sedikit murung karena harus berpisah dengan pria yang dia temui di pesta topeng. Pria itu datang ke bandara untuk berpisah dengan Jian. Dia mengusap kepala Jian dengan halus, dan Jian bersandar padanya seperti gadis umum biasanya, yang manja. Dia tidak terlihat seperti Jian yang biasanya saat bersama pria itu, membuat Selena menatapi mereka sambil menghela nafasnya. “Jika kau memang masih mau di sini, kau tidak perlu memaksakan diri untuk pulang bersamaku. Kau bisa tinggal di sini beberapa hari lagi,” ucap Selena, dia merasa bersalah padanya. “Tidak, tidak bisa. Tujuanku di sini hanya untuk menemanimu sebelumnya. Dan jika kau pulang, maka tentu aku harus pulang. Itu berarti pekerjaanku selesai,” balas Jian. “Kau bisa tinggal bersamaku, jika kau mengkhawatir
Jantung Selena seketika berdebar kencang ketika mendengar perkataan Damian tentang dirinya yang sedang menstruasi atau tidak, dan ada hal baru yang ingin dia coba. Sangat mencurigakan. “Aku tidak mengangka kau akan menghubungiku. Kupikir kau akan mengabaikanku lagi. Ini benar-benar mengejutkan, kau menghubungiku lebih dulu.” “Tidak ada yang aneh untuk itu. Kau yang memberikan nomorku. Kau tidak akan mendapatkan nomorku sama sekali jika aku tidak menghubungimu,” balas Selena sedikit ketus. “Ya, meski begitu, aku tetap tidak menyangkanya. Kau bisa saja langsung menghapus lagi nomorku, kan? Aku penasaran, apa yang membuatmu terdorong untuk menghubungiku sekarang.” Selena meneguk ludahnya. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dan dopamin memenuhi tubuhnya saat ini. Ada perasaan yang menggelitik di perutnya, seperti dia sedang jatuh cinta. “Tidak ada. Seperti yang kubilang, aku hanya iseng.” Selena berusaha menjawabnya dengan tena
“Apa yang sebenarnya aku lakukan?” Selena menyembunyikan wajahnya di balik bantal sambil menatapi kasurnya yang basah. Dia seperti baru saja dihipnotis oleh Damian untuk melakukan hal seperti itu, yang tidak pernah dia lakukan sama sekali sebelumnya. Ini membuatnya meneguk ludah dan merinding. “Dasar pria mesum...” umpatnya seraya memijat pelan ujung keningnya sendiri. Yang benar saja. Orang yang pertama kali menghubungi adalah Selena. Dan Selena dengan sengaja mengangkat telepon Damian. Dia sendiri yang mendatangi pria iru seperti sedang membutuhkannya. Dan bahkan mereka berakhir dalam panggilan telepon yang sangat menggairahkan bagi keduanya. “Bagaimana sekarang? Aku harus mencucinya sendiri. Aku harus mencuci seprainya sekarang. Bagaimana jika ini dilihat pelayan? Tunggu, sebenarnya selama ini, jika aku membasahi seprai, siapa yang merapikannya? Aku rasa ini pertama kalinya bagiku...” “Ah, sial! Selama ini pelayan Damian yang mela
Derek saat itu sedang menikmati camilan di ruang rekreasi kantor. Derek tersenyum saat melihat Selena tiba. Selena memaksakan dirinya untuk tersenyum juga saat bertemu dengan ayahnya lagi. Dia jarang bertemu dengannya walau untuk interaksi cukup sering. Dan dalam interaksi mereka, biasanya Selena yang meminta sesuatu pada ayahnya tersebut. “Bagaimana kabarmu?” Derek memperhatikan saat Selena mendekat dan duduk di depannya. Sekretaris Derek yang mengantarkan Selena sekarang pergi lagi. Dan Selena yang sebenarnya kesal dengan wanita tadi, tidak berniat untuk mengatakan apa pun pada ayahnya. Toh, dia tahu wanita itu tampak terkejut dan syok saat dia menyebut atasannya sebagai ayah. “Aku baik,” jawab Selena, tanpa berniat bertanya balik sama sekali. “Terang kejadian itu... Ayah sudah mendengar semuanya dari Axel. Axel meminta ayah menyampaikan maafnya kepadamu, namun ayah sudah memintanya untuk meminta maaf langsung kepadamu. Kau tahu, berada di p
Selena merenungkan ucapan Derek. Yang mana kadang dia juga derung berpikir berlebihan tentang omongan orang lain terhadapnya. Itu membuatnya sedikit memikirkan ucapannya tadi, yang mungkin terlalu kasar pada ayahnya sendiri yang cenderung menyudutkan ayahnya. Toh, ayahnya sudah memberikannya kehidupan yang jauh lebih baik dari kata layak. “Aku harus bicara dengan Jian.” Selena hendak menghubungi Jian untuk sekedar bicara dan melampiaskan semua yang ada di pikirannya. Namun, begitu memegang handphone dan mencari kontak Jian, dia justru bertemu dengan kontak Damian lebih dulu. Yang membuat jantungnya tiba-tiba berpacu lebih cepat dari biasanya lagi. Nafasnya tiba-tiba memberat saat mengingat bagaimana panggilan mereka sebelumnya. Dan tanpa dia sadari, wajahnya memerah lebih dari biasanya, diikuti dengan jantungnya yang berpacu lebih cepat dan kegelisahan tak berujung. Selena menggelengkan kepalanya, berusaha menyangkal. “Bodoh, jangan memikirkan