“Baiklah, kalau begitu di mana Selena sekarang?” Damian menenangkan dirinya sendiri, menatap ke arah Axel sejenak lalu menatap Harvest yang akan menjawab pertanyaannya itu.
“Oh, Selena tidak di sini. Selena berada di rumah sakit yang berada di pusat kota. Dia harus menjalani perawatan yang lebih serius setelah berusaha kabur dan dia mendapatkan luka yang cukup berat,” jelas Harvest.Damian mengernyitkan dahinya. Dia cukup curiga dengan apa yang dikatakan Harvest. Sejauh Selena bersamanya, Selena tak akan berusaha kabur sampai menyakiti dirinya sendiri. Selena mungkin memang akan berusaha, mengikat arti hidupnya selama ini memang mengusahakan keinginannya. Tapi jika sampai melukai dirinya sendiri, sejauh ini Selena tak melakukannya.Harvest sendiri terlihat santai mengatakannya. Seolah itu bukanlah satu hal yang serius. Tentu saja, itu adalah pertimbangan yang telah dilakukan Harvest juga.“Apa kau sedang bermain-main denganku sekarang?” DamianSelena membuka matanya, dia merasa kepalanya lebih pusing dari sebelumnya. Dan dia mendudukkan dirinya perlahan sambil memegangi kepalanya. Matanya melirik ke penjuru ruangan yang sudah berbeda dari yang dia ingat. Dia mengerjapkan matanya sabil mengernyitkan. “Di mana lagi ini...” Selena mendesis pelan sambil memijat pelan kepalanya. Selena lantas menatap lurus ke depan. Di mana ada cermin. Di pelipisnya terdapat perban yang masih bisa dia ingat. Tapi di sudut keningnya, dia menemukan perban baru. Dia yakin tidak terluka sama sekali sebelumnya, namun dia malah mendapatkan luka baru secara tidak dia sadari. “Eh? Kapan aku terluka? Aku tidak melakukan apa pun padahal,” gumamnya dengan keheranan. Dan lagi-lagi seperti waktu itu, pintu terbuka begitu dia terbangun. Dan dia bisa melihat Harvest lagi-lagi datang tepat saat Selena bangun. Selena menatap Harvest yang sekarang tersenyum sambil mendekatinya. Tentunya bagi Selena ini sangat mencurigakan. Bagaimana Harvest seolah mengawasiny
“Bagaimana perasaanmu? Demammu sudah turun, ya?” Damian terkekeh pelan sambil menatap Selena yang terduduk di lantai dengan kepalanya yang menengadah ke arahnya. Selena menunjukkan keterkejutannya karena kini dia bertemu lagi dengan Damian. Dia ingat bagaimana Harvest sempat menanyakan jika dia memilih antara Damian atau Harvest, dan secara langsung Selena tentu memilih Damian mengingat hal keji yang dilakukan Harvest padanya.Harvest memberikannya luka baru, yang cukup membuatnya sedikit takut dengan perilaku anehnya. Namun dia tidak menyangka jika Harvest benar-benar mengirimnya kembali pada Damian. Walau dia tak tahu di mana dirinya berada sekarang, di sebuah ruangan polos dan hanya terdapat beberapa kursi saja. Ruangan itu terlihat sepi dan sunyi. “Sayang sekali kau sedang dalam keadaan tidak prima saat ini. Tapi tidak apa-apa, aku akan memikirkan baik-baik hiburan apa yang berhak aku dapatkan,” gumam Damian. “Apa maksudmu?” Selena mengerut
“Aku menunggumu. Selalu. Aku selalu menunggumu.” Selena berkata sambil berusaha menahan air matanya agar tidak menangis lagi. “Aku membutuhkan waktu. Aku berusaha mempercepat semuanya,” balas Axel. “Kau seharusnya membalas surel yang kukirimkan. Semuanya akan lebih cepat jika kau membalasnya dan mengatakan akan melakukan penukaran. Kenapa kau menunggu semua ini terjadi? Ah, padahal aku ingin ini berakhir dengan cepat, namun karena sudah sejauh ini, aku tidak bisa mundur juga.” Damian menyilangkan tangannya. Selena mendudukkan dirinya sambil memegangi kepalanya. Dia merasakan kepalanya pusing lagi. Entah bagaimana luka baru itu didapatnya, namun terasa nyeri dan berdenyut. Axel sedikit khawatir dan panik saat melihat Selena mendudukkan dirinya. Kondisinya terlihat tak baik-baik saja saat ini. Belum lagi, Selena terluka. Dia ingat jika dia menjaganya dengan baik sebelum mereka tertangkap oleh Harvest dan tak ada luka sama sekali waktu itu.
Tangan Selena saat itu berada di cengkeraman Damian yang kuat. Membuatnya meringis pelan sambil terus berjalan mengikuti Damian. Karena jika dia tidak berjalan sesaat saja, tangannya seperti terasa akan lepas dari tempatnya, begitu kencang Damian menarik tangannya saat itu. Sambil memperhatikan koridor yang tidak dia kenali, Selena juga berusaha mengenali tempat itu. Tempat itu nyatanya masih asing bagi Selena. Tiba di sebuah ruang kamar tidur, Damian menarik Selena masuk dan melemparnya ke kasur. Dan Selena benar-benar terlempar ke tempat tidur dan menoleh ke arah Damian dengan perasaannya yang masih dipengaruhi Axel. Dia terlihat sedih, sehingga tak berusaha melawan Damian. “Apa yang kau inginkan sekarang?” Selena memegangi lengannya dengan tangan lainnya. “Kau tahu betul apa yang aku inginkan. Tapi, karena aku berbaik hati padamu saat ini, melihat kondisimu, aku tidak akan melakukannya.” Damian mendengus, seolah dia sendiri tengah menahan d
Makan malam yang romantis secara mendadak dengan seorang mafia sekaligus pengusaha organisasi legal dan ilegal sekaligus tampaknya adalah hal yang aneh. Yang membuat Selena sejak awal tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat dan tak menaruh harapan pada acara kecil itu. Namun, sekarang harapan muncul. Bukan harapan untuk mendapatkan makan malam yang romantis. Dia lebih berharap agar tidak terjadi sesuatu yang buruk dalam acara yang tidak masuk akal itu baginya. Dan firasat buruknya itu terbukti begitu dia duduk di salah satu meja bersama Damian. Dan tirai yang terbuka, yang menunjukkan ruangan lain yang lebih rendah, ruangan di mana Axel sedang disekap saat itu. Selena secara spontan bangkit dari tempatnya duduk. Damian langsung melirik Selena dan tersenyum. Reaksi Selena sesuai dengan yang dia inginkan. Dan dia memperhatikan Selena yang berdiri sambil mengernyitkan dahinya dan memperhatikan Axel. Axel yang sedang bersandar dengan tatapan kosong dan ta
Jantung Selena berdetak lebih kencang, sangat kencang. Nafasnya juga memberat saat dia mendengar apa yang dikatakan Damian. Pikirannya seketika kosong dan tatapannya melemah, menatap ke arah Axel yang terlihat cukup panik dan gelisah. Posisi duduk Axel sudah berubah. Sebelumnya tangannya terikat ke belakang, kini tangannya berada di pegangan kursi. Kursinya pun sudah berubah. Ini menandakan jika Damian sengaja melakukan ini dan semuanya benar-benar sudah direncanakan. “Arrghh!!!” Suara raungan Axel terdengar dengan sangat jelas di dalam ruangan itu. Suara itu raungannya berhasil membungkam Selena selama beberapa detik. Ditambah, Axel terus meraung setelahnya, mengadu akan rasa sakit yang baru saja dia alami beberapa detik lalu. Detik itu Selena benar-benar melihat apa yang dilakukan orang yang bersama Axel itu. Orang itu benar-benar menggunakan suatu alat yang tidak Selena ketahui pasti apa itu, namun alat itu benar-benar mampu menarik kuku ya
“Crat!” “Rghh!” “Crat!” “Rrgghh!!” Suara Axel benar-benar mengiringi Selena yang sedang makan. Dia makan secepat yang dia bisa hingga piring yang semula berisikan steak sapi dengan beberapa kentang goreng itu habis. Dan Selena meneguk minumannya dengan cepat, makanannya hampir tak bisa dia telan sebelumnya. Tangannya gemetar saat menaruh gelas kosong dan dia sempat merasakan dadanya sakit karena harus memakan makanan yang belum dia kunyah dengan baik. Kemudian, ditatapnya sosok Damian yang terlihat puas melihat bagaimana Selena menghabiskan makanannya dengan baik. “Berhenti!” Damian langsung menghentikan titahnya yang sebelumnya. Dan air mata Selena menetes lagi. Dia menyekanya dengan pergelangan tangannya, lalu menatap Axel yang terlihat meronta. Dia tentu saja merasakan sakit setelah mendapatkan beberapa cambuk di kakinya. Axel berusaha mati-matian untuk tidak menunjukkan rasa sakitnya, sayangnya tidak berhasil.
Merry memasuki kamar itu dengan penampilan yang agak berantakan. Dia kelihatannya sedang marah dan kesal hingga rambutnya saat itu tak terlihat rapi seperti biasanya. Nafasnya juga terengah-engah seolah dia baru saja berlari dengan jarak yang jauh. Ditatapnya sosok Damian yang sedang berdiri di dekat Selena. Selena menatapi Merry tanpa tertarik dengan apa yang membuat Merry datang dengan kondisi seperti itu. “Wah, apa ini? Kau menghilang setelah kejadian itu dan justru bersembunyi di sini? Bersama dengan Selena? Betapa romantisnya!” ucap Merry sambil menatap Damian, dia kelihatannya cemburu. Selena menatap ke arah lain dengan datar, dia sama sekali tak ingin terlibat dalam pertengkaran itu namun karena dia harus berada di ruangan itu, mau tidak mau, dia tak bisa menghindari keterlibatannya. Jika bisa, dia ingin menyuruh Damian membawanya keluar dan bertengkar di luar. “Apa yang membuatmu kemari?” Damian menatapi Merry tanpa rasa bersalah sama