Waktu telah menunjukkan pukul delapan lewat dua menit, kami pun dipanggil untuk melakukan persidangan. Aku bersama pengacaraku duduk di kanan karena kami penggugat dan Mas Jasen berserta pengacaranya di kiri sebagai tergugat. Hakim agung dan hakim anggota belum masuk ke ruang persidangan, sembari menunggu aku dan pengacara terus membicarakan tentang argumen apa saja yang dapat aku ajukan atau boleh aku ajukan."Mengapa aku jadi gemetaran?" lirihku."Tenang Ibu Ann!" ucap pengacaraku.Suara pemberitahuan jika hakim datang pun terdengar, para saksi, pengacara, aku, dan seluruh orang di ruangan berdiri, memberikan hormat lalu duduk setelah hakim agung duduk dan mempersilakan kami.Sidang pun dimulai dengan hakim agung memberikan beberapa kalimat lalu mengetuk palu selama tiga ketukan.Sesuai dengan apa yang pengacaraku katakan, sidang diawali dengan hakim memberikan izin padaku dan Mas Jasen untuk mengajukan argumen. Hakim lebih dahulu mempersilakan pada Mas Jasen untuk memberikan argume
Cukup lama aku menunggu keputusan hakim, hingga akhirnya suara interupsi terdengar. Hakim agung akan memberikan keputusannya. Kusiapkan hati dan pendengaranku. Selalu kupanjatkan doa disetiap napasku untuk mendapatkan hak asuh kamu, Amel. Bunda tidak rela jika kamu diasuh lagi oleh wanita rubah itu. Kutatap jajaran meja para hakim.“Dari seluruh bukti dan argumen dari kedua belah pihak maka kami memberikan dua keputusan sidang, poin yang pertama adalah sidang gugatan atas perceraian yang diajukan saudari Annasta pada tergugat, yaitu saudara Jasen kami setujui!” putus hakim agung lalu mengetuk palu dua ketukan sebagai tanda sahnya keputusan.Aku langsung bersorak riang dalam hati dan mengucapkan syukur pada Tuhan. “Akhirnya kita berhasil!” kataku dengan riang pada pengacara.“Iya Bu, alhamdulillah semoga setelah ini keputusan dari hakim akan memuaskan. Lagi Bu, ingat apa yang saya katakan sebelum sidang dimulai, jika ada yang ....”“Kurang tepat untuk saya maka saya boleh mengajukan ba
Namun, tetap saja apa pun alasannya, perselingkuhan tidaklah dibenarkan apalagi sampai punya anak. Memang sah secara agama bagi mereka, tetapi tanpa persetujuan lahir dan batin dari istri pertama apa itu masih bisa dikatakan sah?Tidak. Sama sekali tidak. Kualihkan pandanganku pada sosok laki-laki yang kini telah resmi menjadi mantan suamiku. Kulihat sorot mata Mas Jasen terlihat kecewa, aku yakin itu pasti karena keputusan hakim yang menyerahkan seluruh hak asuh anak padaku secara mutlak. Ia tidak akan lagi bisa bersama dengan putra kami Yoga jika itu terjadi, aku tahu Mas Jasen sangat menginginkan Yoga untuk menjadi penerusnya. Tenang saja Mas, aku tidak akan membiarkan hak anak-anakku jatuh ke tangan istri mudamu itu, ah, istri siri. Sekarang kamu tak lagi punya istri tua. Semoga kamu bisa bahagia bersama wanita pilihan kamu, Jasen. “Harap tenang, persidangan masih belum selesai!” tegur hakim agung.Rowena kembali duduk pada tempatnya, aku pun memberitahukan pada pengacara jika a
"Baiklah, sesuai hasil keputusan hari ini yaitu terkabulnya gugatan dari Saudari Annasta dan has asuh atas putri Amelia pada saudari Annasta, maka sidang hari ini saya tutup," kata Hakim Agung diakhiri dengan ketukan palu.Semua pengunjung bertepuk tangan, aku melihat senyum kepuasan yang muncul di bibir Yoga. Lelaki muda itu berjalan menuju ke arahku, lalu mendekapku erat. Kuusap punggungnya dengan pelan."Jaga diri kamu baik-baik, Le. Jangan lupa ibadah dan sedekah kamu, Sayang!" pesanku pada Yoga."Siap, Bunda. Yoga akan ingat selalu pesan ini. Yoga juga ada satu permintaan!" ucap Yoga."Apa, Sayang?" "Yoga pinta tunggu Yoga nanti di depan toko Bunda. Suatu saat Yoga akan datang temui Bunda tercinta dengan hasil yang membanggakan!" ucapnya.Aku tersenyum dan mengangguk setuju. Lalu kutangkupkan kedua tanganku dan menegadahkan wajah tampan itu. Kuciumi pipi putraku lalu kubawa dalam dekapanku sambil aku bisikan dua kalimat syahadat."Selamat tinggal, Sayang. Bunda tunggu kehadiranm
Aku pun segera melanjutkan perjalananku menuju beberapa stand yang ada di mall tersebut. Seperti para wanita pada umumnya jika melihat adanya discont pasti mata akan berubah warna menjadi hijau. Seperti itu juga aku. Saat ini pun aku sedang mengobrak abrik ranjang pakaian yang sedang menawarkan discon lumayan besar hingga 70% .Kuubek-ubek untuk mencari pakaian yang masih layak pakai untuk beberapa orang tua. Senyumku mengembang kala menemukan enam pakaian yang masih layak pakai. "Ah, ini saja. Sepertinya masih bagus jika untuk emak-emak yang berjualan sate keliling ataupun untuk pedagang kaki lima yang biasa mangkal di depan toko kueku," batinku.Aku masih penasaran dengan keranjang yang lain. Saat ini aku sedang ada di keranjang khusus pakaian anak kecil di bawah usia sepuluh tahun. Tiba-tiba aku teringat pada teman main Amelia yang sering memakai pakaian sudah tidak layak pakai. Kuhitung jumlah teman Amelia yang sering bermain di halaman kontrakan. Entah mengapa aku langsung terl
Sinar matahari pagi menembus daun yang tumbuh fi jalan Ahmad Yani Surabaya, aku duduk di teras kamar hotel sambil menyeduh kopi hitam. Pagi yang pertama untukku setelah status janda tersemat pada namaku. Sekarang ada embel-embel janda. Hari ini jadwalku adalah mengurus surat perpindahan penduduk atas status jandaku.Aku berharap semua urusanku di kota pahlawan ini akan segera selesai. Mumpung masih pagi sebaiknya aku serching dulu cara mengurus perpindahan penduduk di alamat web milik Dispenduk saja. Mungkin ini akan mempercepat dan mudah dalam memproses perpindahanku. Aku harus segera bergerak, sudah muak bila mengingat hubungan ini.Sekarang aku sudah bebas untuk menata hidup bersama putriku. Ah, ya bagaimana kabar Amelia ya. Tiba-tiba aku kangen dengan celotehnya, ceritanya saat sekolah, bermain bahkan berkelahi dengan teman sebaya. Hehe, aku terkadang tertawa sendiri. Apa sebaiknya aku hubungi Amelia saja ya. Sebaiknya aku melakukan vidio call saja mumpung dia belum berangkat seko
Aku menoleh pada sosok itu, mataku seketika membelalak. Sebuah nama yang aku ingat pada sosok itu, Jupri. Iya dia adalah Jupri. Tetapi siapakah dua sosok itu? "Ibu Ann, maaf bisakah kita mulai sekarang?" "oh, ya. Silahkan, Pak!" jawabku."Ini surat janda dan ini semua yang menyangkut persidangan kemarin, Ibu Ann. Saya mengucapkan terima kasih atas undangan Anda," kata pengacaraku."Saya juga berterim kasih atas bantuan Bapak. Untuk fee sudah saya transfer ke rekening Anda, Pak. Saya terima kasih," kataku sambil menjabat tangan si pengacara.Akhirnya kami melanjutkan makan siang bersama. Saat di sela makan siang kulihat sekeliling mencari sosok yang tadi sempat aku lihat. Rupanya Jupri ada di sudut kanan ruangan ini pada meja nomer lima puluh. Di sana dia sedang bersama seorang Kyai dan seorang gadis yang cantik. "Apakah dia istrinya?" lirihku."Siapa yang Anda maksud, Ibu Ann?" tanya Pengacaraku."Seorang sahabat lama, Pak. Eeh, maaf, silahkan dilanjut!" ucapku.Beberapa saat kemud
"Andin, apakah kamu masih di sana?" tanyaku.Hening, lambat laun kudengar isak tangis lirih. Mendengar suaranya aku semakin bingung dan resah. Memangnya sedang ada apa hingga membuat Andin sampai terisak. Aku semakin penasaran."Andin, katakan pada Mbak. Apa yang terjadi pada kalian?" tanyaku."Selamat ya, Mbak Ann. Semua sudah selesai hingga sesuai dengan angannya Mbak. Dan satu lagi semua keperluan toko aman dan terkendali, Kok!" balas Andin."Lalu mengenai gaji? Dan apa yang menyebabkan kamu tadi terisak, Lho?" tanyaku beruntun."Nanti lah, tunggu Mbak pulang," balas Andin.Lama aku berbincang dengan Andin. Meski aku berusaha mengorek keterangan mengenai gaji karyawan, Andin tidak mau cerita. Dia masih kekeh menunggu kepulanganku. Karena ini aku menjadi tidak nyaman dan ingin segera pulang. Kemudian aku mendengar suara klakson sebuah mobil yang berhenti. Seketika aku tersadar dan pamit pada Andin menyudahi panggilan."Lagi asyik menelepon siapa lho, Ann?" tanya Irene saat aku sudah