Share

Bab 4

Suasana hati Lian sangat bagus. Hari ini ia akan memperkenalkan kekasih hatinya pada sang Mama. Wanita cantik dengan dress selutut itu sudah duduk di samping kemudi.

Tersenyum kearah Lian dengan sangat manis.

“Aku gugup, Sayang.”

Tangan Amelia melingkar ke bahu Lian.

“Jangan khawatir Sayang. Mamaku orang terbaik di dunia, kamu akan beruntung memiliki mertua sepertinya.”

Amelia menanggapi hal tersebut dengan anggukan kepala. semoga saja yang dikatakan Lian itu benar. Karena selama ini Amelia selalu mendengar jika kebanyakan mertua itu jahat.

Beberapa menit kemudian sepasang kekasih yang saling mencintai itu sampai di kediaman Lian. Lian dengan romantis membukakan pintu untuk sang pujaan hati.

“Makasih Sayang.”

Lian menggandeng tangan Amelia dengan mesra memasuki rumah.

“Maa!” suara Lian menggema di rumah besar dan megah.

“Aku ada kejutan buat Mama!”

Amelia mengamati Lian yang begitu antusias. Ada rasa haru, bangga, dan senang menyelinap di dalam hati. Bersama Lian ia selalu merasa spesial.

Suara Langkah kaki terdengar, Lian melepas tangannya dari Amelia lalu menyambut kedatangan sang Mama.

“Ini Amelia, Ma.”

Lian memperkenalkan Amelia pada Mama Rena. Gadis itu melangkah mendekat lalu bergerak memeluk Mama Rena.

“Senang bertemu Tante,” ucap Amelia dengan senyum hangat.

“Selamat dating di rumah tante, Nak.”

Mama Rena mempersilakan Rena duduk di sofa, gadis itu langsung menurut.

“Sepertinya tante pernah lihat kamu ya. Tapi dimana?”

Mama Rena mencoba mengingat-ingat pertemuan dengan Amelia. Bagi Mama Rena wajah Amelia terlihat tidak asing.

Amelia tertawa renyah.

“Mama baru ketemu Amel hari ini kok. Mama belum tahu kalau ini Amel artis yang sedang naik daun itu,” timpal Lian membuat bibir Mama Rena membentuk huruf ‘o’.

Perbincangan mereka semakin larut sampai pada akhirnya Amelia terkejut oleh pertanyaan Mama Rena.

“Jadi kapan rencana kalian menikah?”

“Uhuukkhh..” Amelia yang pada saat itu sedang minum tersedak. Lian dengan cepat mengambilkan tisu untuk Amelia.

“Mama kok tanyanya mendadak gitu sih,” keluh Lian.

Mama Rena terlihat heran.

“Lha emang ada yang salah dengan pertanyaan mama?”

Mama Rena sangat senang begitu Lian memberitahu akan membawa gadis pulang untuk dikenalkan pada Mama Rena dan Papa Amir. Karena mereka sudah lama menginginkan putranya itu segera menikah.

“Ya bukan gitu, Ma.”

“Saya dan Lian akan menikah tapi tidak dalam kurun waktu dekat-dekat ini, Tan. Karena saya masih ingin mengepakkan sayap lebih lebar lagi di dunia entertaint. Sekarang sedang masa keemasan untuk saya jadi saya ingin menikmatinya dulu sebelum saya undur diri dan fokus dengan keluarga. Karena setelah menikah saya akan memilih dari dunia hiburan. Jadi mungkin lima atau paling lama sepuluh tahun lagi, Tan.”

Mulut Mama Rena terbuka lebar.

“Sepuluh tahun lagi?”

Amelia tersenyum kikuk. Apa ada yang salah dengannya sehingga Mama Rena berekspresi seperti itu.

“Baiklah kalau begitu. Silakan kamu nikmati duniamu itu dan jangan harap saya akan meunggu. Lian bisa menikah meskipun bukan sama kamu.”

Mama Rena berbicara dengan santai lalu pergi meninggalkan Amelia dan Lian.

“Lian bagaimana ini?” tanya Amelia khawatir.

“Kamu tenang saja. Semua serahkan padaku.”

Untuk saat ini Lian memilih mengalah dan enggan bernegosiasi dengan mamanya. Yang ada mamanya akan marah dan semakin menentang hubungannya dengan Amelia. Lian akan membicarakannya lagi saat mood sang mama sudah membaik.

Kenangan itu masih segar dalam ingatan Amelia. Dimana dia sangat diterima dengan tangan terbuka lebar. Setelah tahu rencana masa depannya Mama Rena langsung memblacklist dirinya.

“Memangnya mama kamu akan dengan mudah luluh begitu saja Lian?”

Amelia ingat betul dengan tatapan sinis Mama Rena hari itu.

“Kamu kan tahu sendiri gimana mama menyambut kamu dengan hangat. Mama itu sangat baik hanya saja kita saat itu kurang diskusi. Akhirnya mama marah deh dengan tahu rencana kamu yang nikahnya nanti-nanti aja. Padahal mama kan inginnya aku segera menikah.” Jelas Lian membuat mata Amelia membulat.

Lian kemudian melirik jam yang melingkar di tangannya.

“Sepertinya cukup untuk hari ini, Mel. Sudah malam, kamu mau aku antar atau gimana?”

Amelia masih belum puas dengan pertemuannya hari ini.

“Aku masih kangen,” ucap gadis itu manja.

Lian pun bergerak memeluk gadisnya itu, mengusap kepalanya dengan lembut dan mengecupnya mesra.

“Aku juga tapi kita masih bisa bertemu lain hari.”

Wajah Amelia terangkat.

“Janji?”

Lian mengangguk pasti.

“Pasti Sayang. Aku cuma minta satu hal ke kamu. Aku mohon untuk sabar.”

Gadis itu terlihat sedang menimang, beberapa detik kemudian kepalanya bergerak naik-turun.

“Oke!” balas Amelia membuat Lian bernapas lega.

“Yuk pulang!” ajak Lian seraya mengapit pinggang sang kekasih.

“Aku akan dijemput sama Adimas, kamu duluan aja.”

Lian memeluk Amelia sekali lagi. Gadis itu pun membalas peluk hangat seolah enggan untuk melepasnya.

“See you, jaga diri ya Sayang.”

Lian menguraikan pelukannya lalu mengacak rambut Amelia dengan gemas, membuat gadis itu mencebikkan bibir.

“Kamu semakin lucu tahu kalau seperti itu,” tambah Lian.

“Udah sana pulang! Ditunggu istri di rumah.” Amelia sengaja menekan kata istri yang diucap.

“Bye!” Lian melambaikan tangan, Amelia membalas hal yang sama.

Tanpa mereka ketahui jika di sana ada sepasang mata yang menjadi pertemuan yang tak seharusnya terjadi itu. Meskipun sedikit terkejut sekaligus marah. Tapi dia tak berdaya melakukan hal apapun. Dia akan memantau keduanya mulai saat ini. Karena di balik duas insan itu ada seseorang yang mungkin kini hatinya sedang tak baik-baik saja. Tentu sajat hatinya pasti akan hancur. Kenyataan suaminya memilih pergi bertemu sang kekasih bukan menghabiskan waktu dengan gadis yang sudah menyandang gelar istri.

Setelah menempuh perjalan sekitar tiga puluh menit Lian akhirnya sampai di rumah. Dia

membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Padahal dia sudah menyiapkan kunci cadangank jika suatu saat Nadira mengunci rumahnya.

Saat masuk rumah terlihat Nadira tertidur di sofa depan. Lian pun berjalan mendekati sang istri.

“Bangun!” Lian sedikit menggoyang bahu Nadira.

Gadis itu langsung terperanjat dan kaget dengan kedatangan sang suami.

“Mas Lian sudah pulang, maaf aku ketiduran.” Nadira mengucek matanya, menyesuaikan cahaya yang menusuk netranya.

“Lain kali kalau saya keluar jangan lua mengunci pintu. Saya takut kamu lengah dan rumah saya dibobol maling. Saya tidak mau kehilangan harta benda hanya karena kelalaian kamu.”

Nadira mengerjabkan matanya beberapa kali. Tak percaya dengan ucapan sang suami.Gadis itu sama sekali tak habis pikir dengan jalan pikiran sang suami. Apa tak pernah Lian berpikir tentang dirinya sedikit pun. Jika bukan sebagai seorang istri, anggap saja Nadira manusia juga sama sepertinya. Bahkan Lian lebih memedulikan hartanya.

"Maaf, Mas. Aku lupa."

"Saya tidak suka orang pelupa," Jawab Lian penuh penekan.

"Mas sudah makan?"

Bukan menjawab pertanyaan Nadira, Lian malah berjalan mengabaikan gadis itu dan terus melangkah menuju kamarnya.

Nadira yang mengekori Lian dari belakang berhenti saat sampai di anak tangga pertama karena Lian sudah memberinya tatapan tajam.

Gadis itu akhirnya beringsut mundur dan membiarkan Lian pergi.

"Sebenarnya siapa wanita yang kamu temui itu, Mas. Apa dia tidak tahu kalau kamu sudah menikah." Gumam Nadira dengan menghela napas panjang.

Langkahnya kini beranjak menuju kamar. Seharian ini sudah dibuat pusing dengan sikap Lian. Entah besok, hari seperti apa yang akan dihadapi Nadira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status