Alika tersenyum saat mengingat Ferdi memintanya untuk menjadi kekasih pura-pura dan langsung ia tolak. Ada rasa getir mendengar Ferdi akan menikah, ia merasa hanya di jadikan bahan untuk melupakan sesuatu atau membalas sesuatu. Dengan mudah saat ia menolaknya, kini tersiar kabar jika pria itu akan menikah.
“Kapan mereka menikah?” tanya Alika.“Entahlah, belum ada kabar lagi. Mungkin secepatnya karena Ferdi sudah bisa menduda apalagi melihat mantan kekasihnya.” Alika kembali memikirkan apa yang di katakan Dimas. Susana kafe itu mulai ramai dengan pengunjung. Beberapa anak muda yang sedang bermalam Minggu pun banyak yang datang kafe Dimas. Pria itu terlihat tampan, tapi tidak termaksud kriteria Alika. Pria kaya dan banyak uang. Hanya itu yang akan membuat sang ibu senang, ia terus memberikan uang yang akan membuat ibunya senang. “Dasar player.”Dimas hanya tertawa karena ia tahu Alika mungkin salah satu wanBu Hana sudah di antar sejak tadi ke rumahnya, kini tinggal Bastian dan Sandrina. Mereka berdua tak saling bicara setelah sampai di rumah. Kesunyian kini menghantui rumah mereka.Sandrina masuk kamar dan melihat beberapa barang miliknya. Sepertinya ia harus pergi dari pada ia berlama-lama dan semakin dalam mencintai Bastian. Tangis pun tak terbendung, Sandrina untuk kedua kalinya merasa patah hati.“Apa aku tak pantas untuk di cintai? Bahkan kekasih lamaku saja berselingkuh, apa aku tak menarik bagi mereka?” Sandrina bergumam sendiri.Gegas ia merapikan beberapa baju dan menyimpan di koper. Sepertinya ia haruslah mencari pekerjaan. Ia sudah menghubungi teman lamanya untuk mencari kontrakan, setelah itu ia bisa pindah.Ponsel berdering, ia mengambil dan membuka pesan masuk dari Hanifa, teman kerja dulu di Jakarta. Beberapa hari ia menghubunginya dan kini Hanifa memberi kabar baik yang ditunggu oleh Sandrina.[Ada kontrakan,
Sandrina suka dengan kontraknya barunya. Ia langsung setuju dan membayar sewa untuk ia tinggali. Hanifa pun membantu untuk mencarikannya pekerjaan untuk bekerja di kantornya sebagai resepsionis.“Di kantor sedang butuh, kalau kamu mau besok bisa langsung datang. Bagaimana?” Hanifa senang karena kini ia bisa ada teman di kantor dan kontrakan.“Boleh, rezeki aku,” ujar Sandrina.“Kamu memang sudah sehat? Bukannya kamu habis kuret?” Hanifa cemas dengan keadaan Sandrina yang habis keguguran kemarin.“Memang masih nyeri, tapi aku mau mencoba melupakan kesedihan aku. Apalagi mencoba untuk nggak mengingat suami aku, Nif.” Sandrina terlihat sedih jika membicarakan Bastian. Pria itu sudah membuatnya jatuh cinta dan tersakiti untuk kedua kali.Bertahan dengan pria yang tak mencintainya memuat ia semakin tersiksa. Ia berhak bahagia, maka dari itu Sandrina memutuskan untuk pergi mencari kebahagiaan dirinya.
Alika kembali memastikan jika itu Anita temannya, Bastian pun sudah pasti mengerti jika Alika akan kaget mendengar hal itu. Perubahan wajah Alika sudah terlihat jelas, mereka tak jadi makan. Kini hanya berada di dalam mobil karena tak mau melihat keduanya saat itu.Perkataan Ferdi membuat Bastian terngiang-ngiang Sandrina. Apalagi, saat ini tak tahu berada di mana sang istri. Tidak biasanya, bersama Alika, tapi bayangan Sandrina yang kini hadir di kepalanya.“Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau Ferdi dan Anita akan menikah?” Alika bertanya penasaran.“Aku sama sekali tidak tahu kalau mereka akan menikah. Lalu, baru tahu tadi, yang aku tahu, Ferdi masih berusaha mengejar Sandrina.” Bastian hanya menjelaskan hal itu karena memang dirinya tak tahu tentang pernikahan yang dijalani Ferdi dan Anita.Alika sedikit berpikir, bagaimana bisa Anita secepat itu memilih menikah dengan Ferdi. Apa dia tahu jika keluarga Ferdi orang kaya atau
Hanifa sedikit menggeser makan siangnya di samping Sandrina. Terdengar gosip ia di pindahkan ke resepsionis bos galak. Namun, Sandrina masih santai karena ia hanya mencari kerja saja. Dari pada dia tidak ada pekerjaan saat menunggu surat cerai dari Bastian.“Aku kerja di mana saja, mau dia galak atau tidak, semua tergantung aku. Nikmatin saja.” Sandrina menjawab dengan santai.Sementara, satu tangan makan dan tangan satu lagi membalas pesan ibu mertuanya. Bu Hana sangat cemas saat tak ada kabar dari Sandrina. Senyum tipis terlihat dari wajah Sandrina saat perhatian Bu Hana semakin membaut harinya bersemangat.Baru satu hari pun Sandrina sudah menjadi buah bibir karyawan lain karena wajah cantiknya. Tidak sedikit beberapa pria itu duduk memandangi Sandrina. Rambutnya sengaja ia cat cokelat agar terlihat segar dan keriting gantung.“Kamu sadar enggak kalau banyak yang memeperhatikan kamu?” tanya Hanifa.“Enggak, aku bias
Bastian menelan makanannya, lalu tak lama meminum air putih yang ia pesan. Rasanya semua yang di katakan Agam benar, berpikir siapa yang ada di pikiran saat sedang bersama Alika. Sandrina, nama itu terus saja berputar di kepalanya, apalagi mendengar beberapa karyawan pria mencoba menawarkan mengantar sang istri.“Makan yang banyak San, eh, Alika.”Alika menatap tak berkedip, ia yakin kalau tadi Bastian menyebut nama Sandrina. Mood makannya menjadi hilang, ia menaruh sendok dan garpu berbarengan di piring. Bastian pun memucat saat Alika sadar jika dia salah menyebut nama.“Aku enggak bermaksud seperti itu, hanya saja sejak tadi ibu meminta mencarinya karena ia pergi dari rumahku. Jadi, sejak tadi aku pusing, Sayang. Jangan marah, ya. Aku hanya memikirkan kamu, kok,” ujar Bastian.Dalam hati pria itu ketar ketir karena memang yang kini ada di kepalanya hanya nama sang istri. Bukan hanya sang ibu, harusnya ia mengikuti ke mana Sandrin
Tubuh Sandrina serasa melemah, saat netra elang itu menatap tajam. Sepertinya ia kurang mengetahui jika sang suami memiliki banyak perusahaan di kota itu. Sandrina tak habis pikir bagaimana bisa bertemu dengan Bastian lagi. Keputusannya untuk move on akan sulit jika setiap hari ia bertemu dengan sang suami.Semua peserta meeting sudah masuk ke ruangan. Terutama Bastian, tapi netranya tak henti menatap sang istri. Bastian merasa kesal kenapa Sandrina berpenampilan cantik di depan semua orang. “San, jangan lama-lama lihat Pak Bastian. Nanti naksir, suami orang,” ujar Lastri.Sandrina hanya tersenyum, seandainya Lastri tahu jika Bastian adalah suaminya sudah pasti akan terkaget atau pingsan. Beberapa orang mengatakan Bastian adalah bos galak, Sandrina menghela napas, pantas saja di katakan galak. Di rumah pun sangat dingin dan menyebalkan, pikir Sandrina.Sandrina kembali merapikan pekerjaannya, mengecek apa ada telepon yang belum tersambung atau data beberapa karyawan yang belum terhub
“Resepsionis depan orang baru, Bas?” tanya Ardi, salah satu rekan bisnisnya.“Hah, yang mana?” Bastian terkesiap saat Ardi bertanya tentang Sandrina.“Yang di depan, namanya Sandrina, kata Alan manajer pemasaran dia teman lama si Sandrina, minta nomornya, Bas.”Bastian tak menjawab, ia sibuk membaca dan menandatangani berkas kerja sama dengan Ardi. Namun, ia tak melanjutkan karena kesal nama Sandrina ke luar dari mulutnya. Rekan bisnisnya sekaligus teman lamanya terlihat tertarik dengan sang istri.Bastian berdehem, Ardi pun tahu jika seperti itu Bastian tidak mau merespons, Ardi tersenyum saat melihat Bastian menghentikan tanda tangan di kertas perjanjian.“Enggak, jadi. Gue bercanda, Bas.” Ardi menyuruh Bastian kembali tanda tangan.Bastian kembali melanjutkan membaca dan tanda tangan di berkas dokumen. Lalu, setelah selesai, Bastian memberikan pada Ardi.“Bilang sama Alan, jangan ganggu karyawan saya, atau saya cabut kembali kerja sama ini, mengerti,” ujar Bastian penuh penekanan.
Bu Hana senang Bastian datang membawa Sandrina. Ada yang akan dibicarakannya dengan keduanya. Rasanya berat, tapi ini demi kepentingan mereka berdua. Apalagi katanya Bastian akan menikah dengan Alika dan hidup bahagia. Bukan dengan Sandrina, yang menurutnya bukan seleranya.“Kamu benar sudah pergi dari rumah Bastian?” tanya Bu Hana.“Iya, Bu. Maaf, ini juga kemauan Mas Bastian,” ujar Sandrina.“Loh, kok kemauan aku. Bukannya kamu pergi dengan kemauan kamu sendiri?” Bastian tak terima jika ia disalahkan padahal ia tak menyuruhnya pergi.Sandrina kesal melihat tingkah Bastian sejak tadi. Apalagi sekarang seolah-olah dia yang bersalah dengan keluar dari rumah. Padahal, kan pria itu sangat senang jika dirinya ke luar dan bisa kembali bersama dengan Alika—kekasihnya.“Ibu memanggil kalian berdua ke sini untuk membicarakan apa yang kalian mau. Terutama kamu, Bastian. Kali ini mungkin ibu menyerahkan semua pada kalian, ibu setuju jika kalian berpisah dan akan mengurus perpisahan kalian lebih