"Apa kabar, Mella?" tanyaku basa-basi."Nggak usah basa-basi. Sudah tahu aku sedang sakit, pakai nanya segala," jawabnya dengan ketus."Ma, Mbak Nova kan nanya baik-baik. Kok jawabannya kayak gitu," kata Deni yang kebetulan masuk ke ruang keluarga."Papa selalu membelanya. Istri papa itu, Mama atau dia," ucap Mella sambil menunjuk ke arahku."Sudah, Den. Nggak usah diperdebatkan. Nggak selesai-selesai nanti kerjaan kita," kataku pada Deni.Sebenarnya aku ingin marah, tapi kasihan melihat Deni. Nanti pasti akan dimarahi oleh Mella. Aku keluar untuk menuangkan kopi ke gelas. Kemudian menaruh beberapa kue di piring. Kubawa lagi piring berisi kue itu ke dalam. Untuk dimakan Bu Tari dan Mella. Sengaja aku memilih kue yang tidak manis."Ini Bu, ada kue," kataku pada Bu Tari dan Mella yang ada di ruang keluarga."Taruh saja di meja," jawabnya.Segera aku meletakkan piring tersebut di atas meja. Terserah mau dimakan atau tidak. Aku langsung keluar lagi, kalau di dalam terus nanti malah emosi
"Hei, tuan rumah disini siapa? Kok situ yang marah-marah," kata Emak. Wah, sudah mulai keluar watak asli Emak. Aku dan Aisyah hanya saling memandang."Ayo, Mak. Kita ke depan saja. Atau kita ke rumah Mbak Nova?" ajak Aisyah sambil menggandeng tangan Emak. Akhirnya Emak mengikuti langkah Aisyah keluar dari dapur. Aku juga berjalan menuju ke depan. Tampak Mella berjalan tertatih-tatih menuju ke kamar. Ketika berpapasan denganku ia menatap sinis padaku. Aku diam saja.Diruang tamu sudah ada Bang Jo, Arman, Bapak dan Deni. Bapak sedang memberi nasihat pada Deni."Terus maumu sekarang bagaimana?" tanya Bapak pada Deni."Deni mau, Mella itu nurut dengan anjuran dokter. Kalau ia mau sehat. Tapi Mella susah sekali dikasih tahu. Masih saja makan mie pakai nasi dan minum teh manis. Terus apa yang bisa Deni lakukan, Pak?" keluh Deni."Ya sudah, Den. Biarkan Mella sesuka hatinya. Nanti kalau jarinya diamputasi kan baru tahu rasa," celetuk Aisyah."Hush, Mama kalau ngomong kok kayak gitu," kata
"Diam semuanya!" teriak Bapak.Lagi-lagi kami terkejut dengan teriakan Bapak. Benar-benar menguras emosi mengikuti musyawarah ini, seperti nonton sinetron. Saling teriak dan saling menyalahkan. Kami semua terdiam, suasana menjadi sunyi. Bahkan suara jangkrik pun tidak terdengar, saking sunyinya. Bapak menarik nafas, kemudian melanjutkan berbicara. "Sudah, jangan emosi. Tidak ada gunanya saling berteriak, saling menyalahkan. Semua itu justru akan membuat kalian menjadi saling menyakiti. Apa kalian berdua tidak memikirkan Sheila? Kalau sampai berpisah, kasihan dengan Sheila. Cukuplah Johan yang mengalaminya." Bapak berhenti sejenak."Maksud Deni itu benar, ia mengharapkan Mella mau disiplin dalam hal makanan. Kalau Mella mau sehat, kalau nggak mau ya sudah. Bu Tari, kita sebagai orang tua, jangan malah menambah keruh keadaan. Biarkan mereka berdua yang memutuskan. Masalah pendapatan Deni, memang sedikit. Dulu diberi pendapatan besar, tidak bisa mengelola. Buktinya, apa yang mereka pun
Dewi dan Intan sudah berangkat sekolah. Nayla asyik nonton televisi. Bang Jo sudah pergi ke kolam. Aku sedang menyiapkan sayur dan lauk, yang akan dibawa ke rumah Emak dan ke klinik. "Ibu mau kemana?" tanya Nayla yang muncul di warung."Ibu mau ke klinik mengantar nasi untuk Om Deni. Nayla nonton televisi di rumah saja ya? Ada Mbak Warti dan Mbak Minah kok. Nanti kalau mau apa-apa tinggal panggil saja," jawabku."Lama nggak Ibu ke kliniknya?" tanya Nayla lagi."Enggak, hanya sebentar kok.”"Ok, Nay nonton televisi lagi, ya Bu." Nayla beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi."Iya."Semua yang kusiapkan sudah selesai, waktunya berangkat. Aku berjalan menuju ke rumah Emak. "Pak, sudah sarapan?" tanyaku pada Bapak yang sedang duduk di depan rumah."Sudah, makan pisang goreng," jawab Bapak."Ini Nova bawain sayur dan lauk. Nova bawa ke dalam, ya?" kataku."Iya. Kamu mau kemana?" "Mau ke klinik menjenguk Mella."Bapak menarik nafas panjang, kemudian berbicara dengan suara
Aku dan Aisyah masih berada di ruang perawatan Mella. Masih juga penasaran dengan apa yang terjadi di ruang sebelah. Ingin keluar tapi tidak berani."Kenapa ya di sebelah itu?" tanya Bu Tari sambil membereskan piring makan yang ia pegang.Mella sudah selesai makan. Nasi lembek yang diberikan tadi sudah habis ludes dimakan Mella. Walaupun sakit ternyata Mella makannya lumayan banyak, tapi badannya kok nggak gemuk ya? Salut aku dengan Mella. Kalau aku, membayangkan makanan saja, berat badan sudah naik beberapa ons, hihi."Mungkin ada keluarganya yang datang, terus menangis melihat kondisi yang sakit," jawabku."Atau jangan-jangan yang dirawat di sebelah itu meninggal?" sambung Aisyah.Aku langsung melotot ke arah Aisyah, ia tampak cengengesan saja. Sedangkan Mella langsung pucat mendengar ucapan Aisyah."Hush, jangan bilang seperti itu lah. Bikin takut saja," jawabku lagi."Lha soalnya beberapa orang langsung kesitu," kilah Aisyah."Tapi yang dirawat di sebelah itu masih muda lho," jawa
Aku tidak tahu apa yang Bang Jo dan keluarga rencanakan. Yang jelas, tugasku hari ini mengantar makanan untuk Bu Tari. Walaupun kami semua jengkel dengannya, tapi sisi kemanusiaan kami tetap ada. Dengan diantar Bang Jo, aku berangkat ke klinik.Tadi malam Deni tidak datang ke klinik. Ia dirumah menemani Sheila. Kasihan Sheila, kurang perhatian."Assalamualaikum," sapaku pada Bu Tari dan Mella. Bang Jo tidak ikut masuk ke kamar, ia menungguku diluar.Bu Tari sedang duduk menonton televisi, Mella sibuk dengan hpnya."Waalaikumsalam," jawab Bu Tari."Ini, Bu. Ada makanan untuk Bu Tari," kataku sambil menyodorkan kantong berisi makanan. "Ya, taruh saja disitu," sahut Bu Tari sambil menunjuk sebuah meja kecil."Kak Deni kemana, Mbak? Kok nggak kesini?" tanya Mella."Wah, aku nggak tahu, Mel. Tadi aku langsung dari rumah, nggak mampir ke rumah Emak. Aku pikir dia ada disini," jawabku."Dia nggak kesini lagi, sejak kemarin siang, Mbak. Gimana keadaan Sheila? Apakah dia sering menanyakan ke
"Maaf Mella, aku tidak bisa memutuskannya. Semua harus aku rundingkan dengan suamiku," jawabku sambil membantu Mella berdiri. Tidak enak rasanya Mella bersujud dikakiku. Sebenci-bencinya aku dengan Mella, aku tidak pernah berharap ia sujud di kakiku. Dengan Ia meminta maaf secara baik-baik saja, aku sudah cukup senang. "Tolong, Mbak. Bicarakan dengan Bang Jo. Aku tidak mau disini terus," kata Mella sambil terisak-isak."Mella, ngapain sih kamu merengek-rengek seperti itu. Memalukan! Masalah biaya itu urusan Deni, suamimu yang gak punya otak itu. Istri sakit malah nggak pernah dijenguk apalagi ditunggui," ketus Bu Tari berkata pada Mella."Kak Deni nggak punya uang, Bu. Kalau begitu, Ibu yang membiayai perawatan disini. Nanti kalau Mella sudah sehat, Mella akan bekerja untuk membayar hutang pada Ibu," bela Mella."Huh, enak saja. Kamu sudah menikah, jadi bukan tanggungan Ibu lagi. Tapi tanggungan suamimu. Percuma saja kamu menikah kalau semua masih kembali ke Ibu. Makanya cari suami i
Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Emak. Aku dan Aisyah berjalan menuju pintu. Tampak Bang Jo keluar dari mobil. Mella turun dari mobil dibantu Bu Tari. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah."Biar barangnya aku yang bawa," ucap Bang Jo, ketika Mella berusaha mengangkat barang bawaannya. Aku membantu Bang Jo membawa barang bawaan Mella.Aku mengikuti Bang Jo masuk ke dalam rumah, dan meletakkan barang Mella di kamarnya. Kamar Mella sudah tampak bersih dan tidak bau lagi. Mungkin ini yang dikerjakan Deni beberapa hari yang lalu, membersihkan kamar. Kalau kamar seperti ini, pasti sangat nyaman untuk ditinggali.Setelah keluar dari kamar Mella, aku dan Bang Jo menuju ke ruang keluarga. Tampak semua sudah duduk disana.Mella mendekati Emak dan Bapak yang duduk bersebelahan. Kemudian duduk bersimpuh di lantai."Pak, Emak, maafkan segala kesalahanku. Selama ini aku melakukan banyak hal yang membuat Bapak dan Emak marah dan kecewa. Di rumah sakit beberapa hari, membuatku banyak ber