Share

3. Welcome home

Jakarta panas dan sibuk, bermacam kegiatan dan rupa orang berlalu lalang. Arthur dan tim pengamanannya tiba di Jakarta menggunakan pesawat komersil, ia sengaja tidak menggunakan Astro Airbus milik ASTROGUN guna menghindari sorotan media. Karena dengan kehadiran Astro Airbus di Bandara Soekarno-Hatta, dapat mengundang para wartawan berbondong-bondong mengambil gambarnya.

"Ben Akiro, kita berpisah di sini. Kalian bisa mengawalku dari kejauhan,” perintah Arthur pada Ben Akiro pemimpin tim bodyguard sekaligus saudara sepupunya dari pihak ibu.

“Ok, Mr G. Apakah kami perlu mengantarmu ke rumah dengan kendaraan yang sudah disiapkan Doni?’’

“Tidak perlu, Kamila sedang dalam perjalanan kemari untuk menjemputku,” tutup Arthur.

"Baik, Mr G."

Arthur kemudian menghubungi Kamila untuk mengabarkan kalau ia sudah turun dari pesawat. Sementara Tim Bodyguardnya mulai menjauh.

Kamila, Helen dan Irina keluar dari mobil Alphard Lexus LM350 yang tadi dikemudikan oleh Helen. Sebelum membuka pintu mobil, Kamila sempatkan mengecek isi chat di gawainya.

"Abang sudah turun dari pesawat! OMG, yes-yes..," pekik Kamila sembari berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil, mengagetkan Helen dan Irina.

"Wah, akhirnya bisa ketemu langsung sama pangeran guanteng, selama ini cuma tau dari gambarnya doang, hihihi...," celoteh Irina dengan netra berbinar-binar.

"Nah-nah...," respon Helen asal-asalan karena dia belum pernah melihat wujud sosok si ganteng yang dimaksud, sekedar gambarnyapun tak pernah.

Deg! Jantung Kamila berdegup kencang. Jangan sampai si centil Irina membuat kakaknya Arthur tidak betah. Keberadaan wanita yang hanya mematung saja cukup untuk mengusir Arthur,  apalagi macam asistennya yang pecicilan ini, racau Kamila dalam hati.

Pasca Covid-19 bandara lebih sering lengang. Kamila dengan mudah menemukan sang kakak.

"Abaaaang," teriak kamila manja sembari memeluk sosok setinggi 180cm berkemeja biru toska. Kemejanya yang sedikit pressbody seolah - olah memamerkan pahatan indah tubuh maskulin yang menebarkan aroma penuh pesona.

"Gantengnya keterlaluan,  kebangetan!" pekik Irina sambil meremas jemari Heilen.

"Ih, apaan sih…," desis Heilen tak nyaman.

Kedua bersaudara itu berpelukan beberapa saat untuk melepas rindu. Kamila yang melankolis tak bisa membendung airmata haru karena surprise dari sang kakak, ulang tahunnya kali ini akan menjadi istimewa pikirnya. Dia sama sekali tak tahu ada misi lain dari kedatangan Arthur yang mendadak ini. Arthur menepuk - nepuk kepala adiknya penuh sayang.

"Mana Aryo?" tanya Arthur.

"Sudah menunggu di luar Bang, dengan mobil yang lain, sesuai permintaan Abang."

"Kalian berdua, bawa semua barang dengan mobil Lexus itu, Kamila dan saya berangkat duluan dengan mobil yang dibawa Aryo," tegas Arthur kepada Heilen dan Irina. Tadi Kamila sempat memberitahukan kalau dia datang menjemput dengan kedua asistennya, jadi Arthur tak segan memberikan perintah kepada mereka.

"Baik pak," jawab Helen sigap.

"Baik bang Arthur," jawab Irina menyusul. Irina mengernyitkan keningnya, sedikit bergidik atas hawa dingin yang Arthur tebarkan.

Helen tanpa ragu mulai mengangkut barang-barang bawaan Arthur ke mobil, disusul Irina. Lumayan merepotkan orang lain pikir Helen kesal. Untungnya dia berbusana kasual. T-shirt hijau oversize vs celana jeans gombrong memudahkan gerakannya.

Satu lagi, dia bukan tipe wanita yang cepat mengeluh dan menyerah. Hal ini tak ada artinya dibandingkan pekerjaan Helen sebelumnya. Anggap saja ini liburan panjang sampai saatnya nanti keadaan menjadi normal kembali, batin Helen. 

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di rumah. Semua pesonil diberi waktu isoma (istirahat, solat, makan) sekitar satu jam. Baru saja Helen akan menikmati sebuah mimpi indah, eh sudah ada panggilan dari si Bos, Kamila. 

"Buruan bestie, barang - barang abang turunkan semua. Helen dan Irina, itu lukisan - lukisan masukkan ke ruang gallery jangan sampai ada yang cacat walau secuil. Aryo sama satpam Agus bawa masuk barang lainnya ke kamar Abang," cicit Kamila.

"Oke siap, bos bestie," teriak Helen dari kamar.

Buru-buru ia memasang lensa kontak, masker juga topi tak ketinggalan. Bagaimanapun harus tetap berhati-hati, apalagi dengan orang yang baru datang dari luar negeri. Siapapun layak dicurigai, pikir Helen penuh waspada.

Kurang lebih masing-masing 8 kali naik turun tangga ke lantai tiga dimana ruang gallery berada, Helen masih santai sedangkan Irina terlihat limbung di ruang tamu.

Di sudut sofa ada Arthur yang sedari tadi super sibuk dengan laptop dimeja dan hp ditangan, tak sekalipun ia melirik ke arah Helen dan Irina yang berlalu lalang dihadapannya. Arthur tengah membaca laporan harian perusahaan yang dikirimkan Chen Yuan. Sementara itu Irina berulang kali mencuri pandang sambil tersenyum sendiri tidak jelas. Sedangkan Helen seperti kebiasaan sebelumnya, ia berjalan menunduk dalam balutan topi dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Helen, yang satu ini berat loh aku gak kuat," ucap Irina memelas

"Biar aku saja yang angkut, sini," sahut Helen.

Benar, ternyata lebih berat dari yang lain. Namun Helen masih mampu membawa benda persegi panjang itu sampai ke ruang galeri di lantai tiga. Ia menurunkan benda itu perlahan.

Rasa penasaran tiba-tiba merayapi pikiran Heilen. Jiwa spionase-nya bergejolak. Ia menarik resleting coverbag yang menutupi benda tersebut. Pastinya ini sebuah lukisan pikirnya.

Dan benar saja sosok gadis muda cantik jelita dengan senyum yang merekah seindah bunga, berambut panjang keemasan, dengan posisi terlentang diantara bunga-bunga padang rumput yang hijau. Mungkin ini kekasih Arthur pikir Helen lagi. Ia makin penasaran dan membuka resleting coverbag sampai akhir. Selembar kertas usang menyembul , ada noda - noda seperti darah di kertas itu. Helen membukanya dan mulai membaca isinya sekilas.

"Hei keluar , tugasmu sudah selesai," sebuah hentakan bariton mengagetkan Helen.

"Oh, ini, anu..., tadi resleting covernya tersangkut, saya sedang menutupnya," kilah Helen dari balik masker yang membuat suaranya kurang begitu jelas. Wajahnya memerah menahan malu karena tertangkap basah. Untung masih tersembunyi oleh  masker dan topi.

"Keluar!" bentak Arthur sambil menunjuk ke arah pintu. Mau tidak mau mata Arthur menyipit juga melihat tampilan gadis di hadapannya. Di luaran sana sudah jarang orang memakai masker. Kenapa di dalam rumah pun mengenakannya. Topi itu juga tak pernah dilepas sejak dari bandara. Mungkin ini style anak muda yang sedang trend di sini pikir Arthur lagi.

"Baik pak, saya keluar," sahut Helen agak gugup. Ganteng sih tapi dingin dan galak. Amit-amit, rutuknya dalam hati sambil berlalu dari ruangan itu.

Malam hari menjadi sunyi di rumah megah keluarga Yildiz di Jakarta. Semua penghuni sepertinya kelelahan karena aktifitas sedari pagi sampai sore tadi. Terlebih lagi Arthur yang kemarin sempat jetleg setelah penerbangan panjang Virginia - Jakarta, ia mengambil jam tidur paling awal.

Sampai akhirnya pagi yang cerah menyapa bumi dan penghuninya. Saatnya beraktifitas kembali. Helen sudah lengkap dengan outfit terbaik menurutnya. Kaos polos hitam sebagai dalaman bersanding dengan jaket kulit hitam. Semua nampak serasi ditubuh bak model victoria secret dengan tinggi 177 cm itu. Ibunya Antonia Jhonson bahkan sedikit lebih tinggi darinya. Sedangkan sang ayah Ahmad Rizal Munaf yang berdarah campuran Indonesia - Arab justru lebih pendek dari Helen dan Antonia.

Helen menekuk topinya sedikit ke bawah, berjalan ke dapur dimana biasanya dia , Irina dan Kamila berkumpul setiap pagi untuk sarapan.

Baru saja melewati pintu dapur jantungnya berdebur bak gulungan ombak di lautan. Pemandangan di hadapannya membangkitkan hasrat purba yang sekian lama terpendam. Tampak sosok pria jangkung dengan guratan otot-otot yang indah dan kencang, melukiskan semua kekuatan birahi. Bagai mantra magis yang mampu mengobarkan hasrat dihati setiap hati wanita yang memandangnya.

Hanya mengenakan celana jeans yang sedikit kedodoran sebagai bawahan sehingga memperlihatkan sebagian bentuk pinggang yang kokoh dan seksi, Arthur sibuk mempersiapkan sarapan pagi ini secara khusus untuk sang adik. Gerakan yang begitu luwes bak chef profesional, membuatnya makin terlihat seksi.

Tubuh bagian atas benar-benar terekspos bebas, dada bidang dan perut sixpack. Helen tak bisa lagi menahan matanya untuk tidak mencuri pandang. Keterlaluan, pekiknya dalam hati kesal. Ia mengambil tempat duduk sebelah kanan di meja makan.

Rumah megah ini memilik tiga dapur.Salah satunya model terbuka yang luas ini, dimana meja tempat memasak dan meja makan terletak dalam satu area dan hanya berjarak tiga meter.

"Non Helen, harap tunggu sebentar ya, hari ini tuan Arthur yang membuatkan sarapan spesial buat kita," sapa Bibi Farah, salah satu pembantu rumah tangga di sini yang pekerjaannya khusus memasak. Ia menyajikan makanan yang sudah matang sementara Arthur masih sibuk memasak menu selanjutnya.

"Oh, ee..., iya Bi Farah," sahut Helen gugup, tak sadar menggigit-gigit bibirnya sendiri sambil masih mencuri pandang ke arah Arthur. Ia teringat pertanyaan Irina beberapa waktu lalu, "Bagaimana pria idamanmu, bestie?"

"Hmmm...Yang dingin, sexy dan jago memasak dong," jawabnya waktu itu. Pipinyapun bersemu merah tanpa permisi.

"Hai semuanya, selamat pagi. Hari ini Abang memasak yakimeshi spesial buat sarapan kita." Kamila dan Irina muncul dengan tampilan siap hang-out. Kemudian mereka mengambil tempat duduk masing-masing.

Dari namanya pasti masakan jepang, batin Helen.

"Wow-wow-wow...," seru Irina terbelalak kocak melihat tampilan Arthur.

"Me-re-sah-kan," gumamnya lagi.

"Apaan sih..?" delik Kamila sinis.

"Itu pangeran tampanku pagi-pagi udah bikin mata jadi on," seru Irina lagi dengan lirikan dan putaran bola mata yang kocak ke arah Arthur. Sementara Arthur sedikit lagi akan menyelesaikan yakimeshi-nya. Nasi goreng ala jepang dengan paduan daging sapi dan telur. Resep warisan dari Stefanie sang ibu yang berdarah jepang.

"Bugggh."

"Augh," pekik Irina. Sekonyong-konyong Cluth camila sudah mendarat dipipinya dan dia hanya nyengir kuda .

"Hihihihihihihihi....., benar-benar me-re-sah-kan..," celetuk Heilen dengan maksud meledek Irina. Kali ini suara jernihnya terdengar jelas karena khusus di dapur ia tanpa masker.

Arthur tersentak dari kesibukannya manakala  mendengar sebuah suara yang seolah tak asing di telinganya. "Siapa yang tadi bicara?" bentak Arthur kaku seraya menoleh kearah Ketiga gadis di meja makan. Ketiga gadis saling pandang tak mengerti. Mereka pikir Arthur mungkin marah karena mereka berisik.

" Abang, kok masaknya nggak pakai apron sih? Atau sebaiknya pakai baju saja kan bisa, awas nanti Abang ada yang culik loh," cerocos Kamila seraya mendelik ke arah Irina.

"Tadi abang kegerahan setelah sedikit olahraga pagi," jawab Arthur asal. Sebenarnya ini hanya kebiasaan Arthur di apartement-nya setiap pagi hari, membuat sarapan sendiri tanpa busana atasan. Melihat penghuni rumah ini sebagian besar perempuan sepertinya ia memang harus beradaptasi, pikirnya.

"Bibik Farah, tolong ambilkan T-shirt ku," lanjut Arthur.

"Baik mas Arthur," sahut bibi Farah sopan lalu bergegas menjalankan perintah.

Sarapan pagi ini agak sedikit kaku dan jengah dengan kehadiran Arthur diantara mereka. Mereka belum terbiasa.

"Helen, bagaimana dengan pengambilan gambar untuk iklan "Sh*pee 99" siang ini. Apakah sudah ada kepastian dari Photografer?" sela Kamila.

" Beres bos bestie, Jam 9.30 deal. Lokasi di Studio Sh*pee," jawab Helen.

Deg. Jantung Arthur memompa lebih dahsyat. Suara gadis yang makan dengan terus merunduk dan menyembunyikan sebagian wajahnya dibalik topi ini benar-benar seperti semilir angin yang membawanya pada kejadian malam itu.

Suara yang sama persis menurut Arthur. Ia sudah tak bisa mengendalikan diri untuk tidak mencuri pandang pada bibir sensual pemilik suara dihadapannya. Bentuk bibir yang sama, pekiknya dalam hati. Aku mencurigaimu gadis bertopi! Arthur menyeringai mengingat kembali bagaimana ia waktu itu tak berdaya di todong senjata M4-custom oleh seorang tentara wanita NAVY SEAL yang tersesat bersamanya di gurun.

Gadis tentara yang melumuri wajahnya dengan cat hijau dan hitam sehingga ia tak bisa di kenali.

Cuaca dingin bersalju membuat si gadis hijau kebanyakan minum whiskey hinga mabuk dan menggila, tiba-tiba menodongkan senjata dan memborgol Arthur. Bertingkah dan berceloteh tidak jelas lalu menciumi Arthur yang tidak berdaya. Cih mencuri ciuman pertamaku, kesal Arthur.

Tunggu aku akan menyelidikimu lebih lanjut gadis bertopi, gumam Arthur dalam pikirannya sendiri.

#Bersambung#

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status