Share

4. Mencari Bayangan

Dua hari sudah Arthur di Jakarta. Waktunya ia habiskan untuk menggali informasi tentang Athena-1609 dan menyelesaikan beberapa desain senjata terbaru untuk produk Astrogun selanjutnya. Ia bekerja di kamar dengan santai sambil menyeruput lemon tea yang dibuatkan Bibi Farah.

Di antara kesibukannya itu, Arthur tak lupa melakukan kroscek keamanan. Meskipun tim bodyguardnya tetap siaga berjaga-jaga di sekitar rumah, bahkan hingga ke seputar jalanan tempat tinggalnya, Arhur merasa perlu melakukan pemindaian menggunakan drone secara diam-diam. Ia tak ingin menjadi korban penculikan untuk yang kedua kalinya, terlebih lagi ini di Jakarta, ada adik kesayangannya yang harus ia jaga.

“Oh, sungguh sial! Mereka begitu cepat,” gerutu Arthur kesal saat layar monitornya menangkap wajah Vivian Benner masuk ke dalam sebuah mobil diikuti empat pria bertampang sangar. Mobil itu melaju membawa Vivian Benner dan teman-temanya pergi dari jalanan di sebelah kanan rumah keluarga Yildiz. Vivian Benner adalah salah satu kaki tangan dari The Shadows yang menculikya dulu.

Hmm…, aku tahu kalian pasti kembali dan aku tidak akan melepaskan kalian. Arthur bermonolog. Setelah itu ia menghubungi Ben Akiro untuk memberitahukan adanya bahaya yang mengintai dan memperingatkannya supaya lebih waspada.

“Tetap aktifkan minibot drone untuk memantau kehadiran mereka. Jangan sampai mereka lolos!” tukas Arthur murka. Bagaimana tidak, komplotan penjahat itu sungguh bernyali mengejarnya hingga ke Jakarta.

“Siap Mr G. Oya, apakah kami perlu mengaktifkan Alexus?” tanya Ben melalui alat komunikasi nirkabel yang menghubungkannya dengan Arthur.

“Tidak perlu, belum saatnya. Aku juga ingin sedikit bermain-main dengan mereka. Aku ingin menguji ketangguhan minibomb yang ada pada minibot drone. Okay, laksanakan pekerjaan kalian dengan baik,” tutup Arthur.

“Baik, Mr G.”

Baru saja Arthur menutup pembicaraan dengan Ben Akiro, panggilan masuk dari Chen Yuan mencuri perhatiannya. Arthur segera mengangkat panggilan itu.

"Apa mungkin dia orangnya? Menurutku kau terlalu cepat mengambil kesimpulan,” cecar Chen.

"Hmmm... aku masih dalam tahap mencurigai saja, karena keduanya punya suara dan gaya bicara yang sama," ucap Arthur membalas suara Chen Yuan di telepon.

"Segera kirimkan aku data yang bisa kau dapatkan, biar kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," tukas Chen Yuan antusias

"Tunggu sebentar, tadi aku sudah bilang pada Kamila kalau ruang kerjanya aku pinjam. Aku yakin biodata para pegawainya ada di sana. Oke bro, aku akan menghubungimu lagi nanti,"

"Ok." Keduanya mengakhiri percakapan.

Suasana rumah telah lengang. Hanya ada satpam Agus dan bibik Farah serta dua asisten rumah tangga lainnya yang sedang sibuk menjalankan tugas masing-masing.

Arthur bergegas menuju ke ruang kerja Kamila yang letaknya tepat disebelah ruang tidur adik manjanya itu. Netranya langsung terbentur pada foto keluarga berukuran besar yang tergantung di dinding. 'Ah, itu Mama, Papa, Kamila dan aku waktu masih tinggal di Kensington Garden Palace.' Kerinduan menyeruak di dalam hatinya seketika. 

Arthur mulai membongkar lemari berkas kepegawaian dan memindai dengan netranya satu-persatu. Berkas kepegawaian tidak banyak sehingga memudahkan Arthur mendapatkan berkas Heilen yang dia cari. Heilen tercatat mulai bekerja sebagai asisten pribadi Kamila 1 April 2021.

Arthur sedikit tidak puas dan mengulang lagi membaca Cv Helen. Tidak sesuai prediksinya sama sekali dan terihat seperti sebuah identitas palsu menurutnya.

Ckrekk! Arthur mengambil gambar CV itu, lalu mengirimnya kepada Chen Yuan. Bagaimanapun ada yang janggal dengan berkas lamaran kerja Helen. Satu-satunya yang tidak melampirkan Foto copy KTP , Ijazah dan Transkrip Nilai. Lain kali aku akan menanyakan langsung pada Kamila mengenai hal ini, pikirnya.

Arthur keluar dari ruang kerja Kamila. Tujuan selanjutnya adalah kamar Helen. Seorang ahli senjata canggih sepertinya hanya membutuhkan sebuah kawat usang untuk membobol pintu yang terkunci itu.

Kamar Helen tidak luas namun ia mengaturnya dengan sangat rapi. Sebuah meja rias mungil disamping single bed justru hanya digunakan untuk memajang beberapa foto. Hmmm foto balita cantik dan menggemaskan, desis Arthur dalam hati. Kali ini kecurigaannya mulai goyah.

Jika yang di foto ini adalah putri Helen sudah pasti dia bukan seorang anggota Navy Seal. Pandangan Arthur beralih pada tumpukan kertas di dalam laci, ia berharap menemukan sesuatu yang meunjukkan kalau Helen adalah seorang warga Amerika Serikat. Sebab, tanpa kewarga negaraan Amerika Serikat sudah pasti tidak akan bisa menjadi seorang tantara Navy Seals.

Setelah merasa cukup, Arthur beranjak keluar dari kamar itu, rasanya tidak ada hal-hal yang dapat memperkuat kecurigaannya, nihil. Ia berjalan gontai, memperbaiki kembali sistem kunci pada pintu kamar Heilen untuk menutupi jejak.

Benar perkataan Yuan ia terlalu cepat menyimpulkan. Di dunia ini banyak orang memiliki kesamaan rupa dan suara. Semua hanya kebetulan tegas hatinya , namun masih ada keraguan disisi lain.

Gawainya berdering . Ia berjalan ke halaman belakang lalu membaringkan tubuh pada sofa bed di teras. Banyak tanaman hijau menyegarkan di sekeliling halaman belakang ini, mampu mengurangi ketegangannya tadi. Ternyata sebuah panggilan dari Alexander Yildiz ayahnya.

"Halo."

"Halo Papa."

"Bagaimana kabar kalian?"

"Alhamdulillah, kami sehat dan baik-baik saja. Bagaimana kabar Mama dan Papa di Swiss?"

"Papa dan mama Alhamdulillah sehat dan yang pasti bahagia mendengar kabar baik dari kalian"

"Hmm... begini Nak, bagaimana dengan pekerjaanmu di DARPA?"

"Maaf Pa, Aku belum ingin menandatangani kontrak baru yang bersifat jangka panjang dengan mereka. Aku ingin kontrak kerja yang tidak mengikat. Untuk sementara aku akan bekerja lepas sampai aku kembali aktif di DARPA ataupun ASTROGUN."

"Papa dan mama akan menerima apapun keputusanmu, kamu sudah dewasa dan bisa memilih yang terbaik buatmu nak. Hanya saja kalau boleh papa dan mama kasih saran....," ucap Alexander terputus. Sepertinya ia sangat berhati-hati dalam percakapan dengan putra kesayangan dan kebanggaannya ini.

"Silakan pa, katakan saja...," sambut Arthur

"Bagaimana kalau kamu terima saja tawaran kontrak dari Bapak Menteri Pertahanan Indonesia yang kemarin papa kirim. Papa rasa isi kontraknya sangat menguntungkanmu nak. Mereka akan merahasiakan identitasmu dan sudah pasti akan memberikanmu perlindungan 24 jam penuh, dengan begitu papa dan Mama bisa lebih tenang di swiss. "

"Baik papa, Arthur harus mempertimbangkannya dulu. Nanti aku akan hubungi papa kembali."

"Hmmm..., pikirkan baik-baik. Papa merindukan kalian. Salam untuk adikmu Papa dan mama akan kirimkan hadiah ultahnya segera."

"Baik pa."

Percakapan Ayah dan anak yang cukup kaku. Ada rindu namun beku. Keakraban berkurang namun kasih sayang tak pernah hilang, itulah ayah dan anak laki-lakinya.

Tak terasa sudah pukul tiga belas tepat. Arthur masih tertidur di sofa bed teras belakang. Perut laparnya seperti alarm yang membuatnya terbangun. Ia kemudian beranjak ke dalam menuju meja makan. Bibi Farah yang melihatnya langsung tergopoh gopoh menyiapkan makan siang.

"Mana Kamila Bi? Katanya tadi akan pulang pukul dua belas," tanya Arthur

"Hmm, belum pulang. Coba ditelepon toh adiknya sebentar."

"Baik Bi, nanti setelah makan," sahut Arthur sopan. Ia menghabiskan makan siangnya perlahan namun pasti. Perutnya benar-benar kroncongan sedari tadi.

Selepas makan siang tak lupa ia menghubungi kamila namun tak ada jawaban. Ia putuskan untuk membersihkan diri dan berendam yang lama di bathtube. Untuk pertama kalinya ia merasakan kesegaran dan kebugarannya benar-benar kembali.

Bayangan gadis SEAL berwajah hijau masih menari-nari dibenaknya. Tak sadar kadang ia tersenyum sendiri mengingat semua kegilaan yang mereka alami di gurun. Bahkan ciuman liar dan bodoh itu adalah kontak fisik paling intim yang pernah terjadi antara dirinya dengan seorang wanita. Dan kenyataan bahwa gadis itu telah mendonorkan terlalu banyak darahnya untuk menyelamatkan Arthur yang hampir sekarat, seperti sebuah ikatan bagi mereka berdua.

Dimanakah dia sekarang? Bisik hatinya. Mengapa ia begitu merindu. Sampai kapan? Hampir dua tahun masih dengan rasa dan harapan yang sama, “Ahhh...,” desahnya tak terkendali. Ia menyalakan shower dan membiarkan air menghujam seluruh wajah dan tubuhnya. Seperti inikah rasanya, sungguh-sungguh menyiksa, keluhnya perih.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Alvin Ms
drama berlanjut dengan percintaan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status