Share

Mengantarnya

Tepat pukul 10:00, Gibran pamit untuk pulang. Ia sudah berjanji untuk pulang tidak terlalu larut malam.

"Hati-hati, ya!" seru Pasih dari ambang pintu masuk.

Gibran dan Alleta menoleh, lalu tersenyum menyapa.

Brmmm....

Gibran pulang berboncengan.

"Hunny! Kok kamu bisa dateng, sih! Bukannya Mamah, dan Papah mu tadi gak ngijinin?" tanya Gibran.

"Em," Alleta memeluk tubuh Gibran hangat, "Tadi siang, iya. Tapi, pas petang, setelah kepulanganmu, mereka kayaknya berpikir lagi, deh!" jawab Alleta.

"Kok kayaknya?" tanya Gibran.

"Kan aku gak tahu, Bunny!"

"Oh, iya, iya," jawabnya, "Terus, gimana?"

"Ya, Mamah samperin aku kekamar, bilang gini, 'Al! Kalo kamu mau nemenin Gibran, boleh! Asal jangan malem-malem pulangnya',  nah, gitu," jawab Alleta membuat Gibran gemas.

"Kayaknya, ada yang ngambek, nih?" ucap Gibran meledek.

"Ih, siapa yang ngambek?"

"Kamu lah, makannya Mamah berpikir kembali, lalu ijinin kamu buat nemenin aku," jawabnya so' tau.

"Bunny! Aku tuh enggak ngambek. Serius!"

"Terus, ngapain kamu ngamar?"

"Ya, lagi males aja keluar," kilahnya.

Kikkk....

Gibran menghentikkan kendaraannya di halaman rumah Alleta.

"Itu sama saja, Hunny!" kata Gibrab seraya membukakan helm untuk Alleta.

"Makasih!" 

"Sama-sama. Gih masuk, mungkin Mamah udah nungguin," suruh Gibran gak biasanya.

Alleta menatapnya lama.

"Kenapa?" tanya Gibran (menahan senyum).

"Enggak!" jawab Alleta ketus. Ia langsung membalikkan tubuhnya cepat.

Brukk...

Alleta terjatuh kedalam pangkuan Gibran. Sebab, Gibran yang menariknya.

Terjadilah saling tatap- menatap.

"Hunny! Kenapa kamu gak minta aja?"

"Minta apa?" tanya Alleta sok polos.

Eummmm....

Gibran langsung mencium bibir ranum Alleta, yang setiapnya ia tidak pernah lewatkan untuk merasakannya.

"Kamu pingin ini, kan?" tanya Gibran. Lalu, menciumnya lagi tidak membiarkan Alleta untuk menjawabnya terlebih dahulu.

Tapi, gak bisa Alleta pungkiri. Memang ini yang tadi membuatnya heran.

Setiap bertemu, (jika tidak mepet waktunya) Gibran selalu memberinya ciuman, apalagi kalo lagi gerogi (seperti kemarin ). Gibran tidak mengindahkan dimana posisinya, yang penting ia mendapatkan obatnya, dan juga, ketika berpisah. Mereka tidak akan pernah sedikitpun melewatkan ciuman perpisahan tersebut. Makannya, barusan Alleta sempat heran. Gak seperti biasanya Gibran seperti itu.

"Eum, Bunny!" seru Alleta sembari mendorong dadanya pelan.

"Hm."

"Apa maksud dari semua lagu-lagu yang kamu nyanyikan, tadi?" tanya Alleta menghentikan aksi mereka demi ke kepoan yang sedari tadi ia tahan.

Gibran melamun sebentar. Ia kemudian berjalan kearah kursi yang berada di teras rumah Alleta.

Alleta mengikutinya.

"Apa, ya? Entahlah, Hunny! Lagu itu melintas aja di ingatanku," jawab Gibran.

"Serius, Bunny! Apa itu untukku?" tanya Alleta sedih.

"Eh, bukan-bukan," jawab Gibran cepat, "Aku hanya menyanyikan lagu tersebut, gak ada unsur didalamnya," jelasnya.

"Aku takut, Bunny! Tapi, sepetinya kamu nyanyi tulus banget dari hati. Apa ada kenangan dalam lagu tersebut?"

Gibran menopangkan dagunya di atas kedua tangannya. Ia menatap lekat manik mata pacarnya yang juga ikut menatapnya.

"Apa kamu sedang cemburu?" tanya Gibran.

Alleta menunduk sedih, "Enggak. Aku hanya takut jika sesuatu terjadi pada hubungan kita," jawabnya.

"Hunny!" seru Gibran lembut. Diraihnya lembut kedua tangan Alleta, "Hubungan kita akan baik-baik saja. Aku dan kamu, forever!"

"Lagu tadi sangat ngena banget, Bunny!"

"Itu bagus, Hunny! Berarti, aku benar menyampaikan isi didalamnya. Yang aku juga belum paham apa maksud dari lagu tersebut, hihi...," jawabnya di akhiri dengan cengiran.

"Feel, dan penghayatannya itu! Seperti kamu pernah mengalaminya."

Gibran mengendikkan bahunya, "Belum Hunny! Kamu juga tahu, kan? Kalo aku baru punya kamu?"

Alleta mengangguk dengan raut wajah masih murung.

Emmuah!

Gibran mencium keningnya sekilas, "Sudahlah, Hunny! Jangan terlalu dipikirkan. Aku akan selamanya berada di dekatmu," katanya menyemangati.

"Amiiin!" 

Gibran tersenyum manis, "Sekarang kamu istirahat! Besok aku datang lagi, ok!" titah Gibran bersemangat.

Alleta tersenyum menimpali, "Iya, Bunny! Selamat bertemu besok."

"He'em. Gih kamu masuk dulu!" titah Gibran.

Alleta menurut. Ia langsung masuk kedalam rumahnya. Namun, ia tidak langsung menutup pintunya kembali.

"Bye!"

"Bye! Good night, Hunny! Sweet a dream!" tukasnya sembari melambaikan tamgannya.

"Night too!" jawab Alleta.

Brrmmmm....

Setelah Gibran benar-benar udah pergi, Alleta baru menutup pintunya, dan langsung masuk kedalam kamar miliknya.

Hari ini, cukup melelahkan baginya. Ia kemudian memejamkan matanya, dan tertidur pulas.

Kediaman Gibran,

Tidak perlu membutuhkan waktu lama. Karena jarak rumah mereka berdua tidak terlalu jauh.

Aahhhh....

Gibran terlebih dahulu bersantai di ruang tamu.

"Semoga ini awal buatku menjadi orang yang sukses," gumamnya.

Setelah merasa sedikit hilang rasa lelahnya, Gibran melangkah kedapur dan mengambil segelas besar air putih yang akan ia bawa ke kamar.

Gibran menaruh gelas tersebut terlebih dahulu di atas meja yang ada di kamarnya. Setelahnya, ia kemudian membaringkan tubuhnya dengan rileks.

"Semoga kita bisa cepat-cepat tunangan, Al!" gumamnya dengan menatap langit-langit kamar.

Selain ingin menjadi seorang penyanyi, Gibran sangat ingin cepat-cepat meminang sang pacar.

Mereka jadian sudah cukup lama. Sudah ada setahun. Oleh karna itu, Gibran dan Alleta sudah pada-pada paham sisi baik, dan buruknya watak mereka satu sama lain. Gibran sudah sangat yakin, Alleta adalah jodohnya. Dia ingin secepatnya mengikat Alleta dengan janji yang suci. Selain usianya yang sudah sama-sama matang, mereka juga takut jika suatu saat mereka lupa dan kebablasan.

"Hunny! Aku jadi merindukanmu," katanya sambil mengeluarkan Hp dari dalam saku celamanya.

Gibran menyalakan Hp miliknya. Ia membuka sebuah galery dimana terdapat banyak photo-photo mereka berdua.

"Baru juga beberapa menit, Hunny! Aku sudah sangat merindukanmu lagi," katanya dengan lama menatap sebuah photo Alleta.

"Hah," Gibran meletakkan Hp terdebut di dada bidangnya.

Satu lagu ia putar penghantar tidur untuknya.

Gibran mendengarkan lagu tersebut dengan baik. Supaya ia bisa menyanyikannya untuk besok malam.

Satu lagu belum selesai di putar, pemilik Hp tersebut sudah terlelap menuju alam mimpi indahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status