Share

3. Bosku, Rivalku

“P-perusahaan Anda?” tanya Eve tergagap. Tentu saja ia memang sudah mengira kalau pria itu berkedudukan tinggi. Hal itu sudah tampak nyata dari penampilan serta banyaknya karyawan yang menunduk tadi kala berpapasan dengannya di koridor.

Tapi pemilik Vinestra? Astaga! Ini sungguh bencana bagi Eve!

“Benar kamu diterima di perusahaanku? Sial!” rutuk si pria dengan tampang geram.

“Panggil kepala HRD dan suruh menghadapku secepatnya selepas jam makan siang nanti!” titah pria itu sambil kepalanya menoleh ke sisi kiri di mana berdiri seorang pria muda yang sedari tadi mengikutinya.

Mungkin itu asistennya, pikir Eve mengira-ngira. Namun, ia tak sempat kalau harus menyelidiki kebenaran mengenai hal itu sebab kini pikirannya telah dikuasai kecemasan. Untuk apa pria tadi memanggil kepala HRD? Apa dia akan memecat Eve? Astaga! Benar-benar gawat!

“Tunggu! Maafkan saya untuk kesalahan waktu di pantai itu, Pak. Tapi tidak seharusnya Anda mencampur-adukkan masalah di luar perusahaan, bukan? Ini tidak adil untuk saya—“ Eve lantas coba memprotes sang atasan yang langsung mendelik ke arahnya.

“Tidak adil katamu? Aku tidak peduli apa pendapatmu! Yang jelas aku tidak akan menerima ada karyawan yang sikapnya labil danurakan sepertimu di perusahaanku! Kemasi barangmu karena selepas istirahat nanti surat pemecatanmu akan sudah ada di atas meja!” koar pria itu dengan tegasnya.

Entah, tapi melihat kegugupan dan kecemasan yang tampak di mata gadis di hadapannya itu malah membuat Gerald Foster, yang akrab dipanggil Pak Gery, sang CEO dari Vinestra Group itu makin menikmati mengganggu dan mengancamnya. Ini seperti sebuah pembalasan kecil untuk kelakuan nekat gadis itu di malam ketika ia saat itu tengah kalut.

“Tap-tapi, Pak! Mana bisa begitu? Bahkan kalau pun Anda pemilik dari perusahaan ini pun, Anda tidak bisa berlaku seenaknya! Saya sudah menandatangani kontrak kerja dan—“

“Dan aku tetap adalah CEO di sini. Aku berhak memecat siapa pun! Camkan itu, gadis licik!” bantah Gery memotong protes dari Eve.

“Gadis licik? Apa yang telah saya perbuat? Saya Cuma main-main saja di pantai dan itu bahkan sebelum saya mulai bekerja di perusahaan ini, Pak. Mengapa Anda membawa-bawanya ke urusan profesionalitas?” bidik Eve tetap mempertahankan pendapatnya bahwa ia sama sekali tidak bisa diperlakukan seperti itu.

“Entah apa yang membuatmu diterima di sini. Tapi aku yakin pasti gadis suka main-main dan labil serta nekat sepertimu ini tidak mungkin lolos ujian ketatnya secara alami!” tuduh Pak Gery kemudian.

“Ap-apa? Tolong bedakan saat bermain-main dengan teman di waktu santai dengan saat di dalam pekerjaan, Pak. Saya cukup profesional dan idealis. Asal Anda tahu saya adalah termasuk lulusan terbaik dari universitas tempat study saya."

Di sela helaan napas, Eve melanjutkan bantahan.

"Tolong tarik ucapan Anda yang berkata bahwa saya memakai cara-cara licik untuk diterima bekerja di sini. Lagipula kalau dari awal saya tahu CEO di sini tak lain adalah pria dingin kepala batu seperti Anda juga saya akan berpikir ratusan kali dulu untuk melamar ke sini!”

Perdebatan itu masih berlanjut sampai sang asisten mencolek bahu Gery untuk mengingatkannya bahwa mereka tadinya sedang dalam perjalanan hendak menghadiri meeting para direksi.

“Pak, kita akan terlambat untuk meeting,” kata sang asisten yang langsung berhasil mengalihkan perhatian Gery dari Eve.

“Kemasi saja barangmu mulai dari sekarang, oke?” Sambil berkata begitu, Gery berbalik dan pergi ke arah di mana ruangan meeting direksi diadakan. Sungguh, ia tak percaya telah membuang beberapa menit berharganya barusan untuk melayani perdebatan sengit dengan karyawan baru yang adalah gadis tengil yang mengganggunya saat di pantai waktu itu. Tapi apa daya, memang Gery sangat tak bisa membiarkan momentum itu begitu saja. Dan sikap perlawanan Eve tadi membuatnya semakin tertantang untuk menunjukkan dominansinya terhadap gadis itu.

Sementara Eve yang ditinggalkan begitu saja kini terduduk lesu. Ia membanting sendok dan garpunya ke kotak bekal makan siangnya yang baru disuapnya sedikit. Nafsu makannya lenyap sudah. Kini ia bingung akan apa yang terjadi setelah jam istirahat usai nanti. Apa benar pria tadi akan langsung mengutus kepala HRD untuk memecatnya secara sepihak? Tapi apa bisa atasa bersikap sewenang-wenang begitu di hari pertamanya bekerja? Terlebih ini termasuk masalah pribadi di antara mereka, sama sekali bukan urusan pekerjaan. Tidak seharusnya CEO tadi mencampur-adukkannya.

“Pokoknya aku nggak akan tinggal diam. Susah payah aku melewati semua saingan dalam sesi interview kemarin. Kalau pria itu sampai membuat ulang denganku, lihat saja perlawananku. Eve yang ini pantang menyerah, Bos. Lihat apa yang bisa dilakukan oleh seorang Eve!” geramnya seorang diri sambil menusuk-nusuk irisan nugget di atas nasinya dengan garpu dalam gerakan yang begitu gemas.

Dibayangkannya bahwa yang tengah ditusuk itu adalah wajah sang CEO kulkas tadi. Sungguh sikapnya begitu menyebalkan dan sok kuasa. Mana bisa Tuhan memberinay kekuasaan sebegitu besarnya kepada pria dengan etika seburuk itu? Tidak bisa dipercaya!

Eve tersadar saat kemudian ponselnya berdering. Nama Cindy terpampang di layar dan ia segera mengangkat panggilan tersebut.

“Kok mendadak mati sih tadi? Kamu mau ngomong apa?” tanya suara di seberang sambungan.

“Ya ampun, Cindy. Pria yang waktu itu aku tembak, yang di pantai pas permainan Truth or Dare. Ingat tidak? Dia CEO di Vinestra dan barusan dia mengancam akan langsung memecatku saat ini juga!” cerocos Eve dengan suara bergetar menahan amarah.

“Apa? Kok bisa, sih? Emangnya dia masih inget sama kamu, ya? Gawat banget tuh, Eve!” Cindy ikut merasa panik. Ia tahu betul bagaimana inginnya Eve dengan pekerjaan itu. Ia juga tahu seberapa bangga orangtua Eve setelah tahu putri mereka akhirnya bisa juga menembus tes masuk ke perusahaan bonafid tersebut.

“Pokoknya aku nggak akan tinggal diam! Aku akan melawan!” kata Eve penuh tekad.

“Duh, aku nggak tahu deh harus komentar apa, tapi kamu yang kuat, ya. Aku doain dari sini, Eve. Kamu kan nggak bersalah. Coba kamu ajak ngomong baik-baik aja bos kamu itu. Ceritain kalau kamu saat itu Cuma kami suruh. Kalau perlu aku bisa jadi saksi buat kamu,” usul Cindy yang juga merasa tak enak hati karena ia juga terlibat dalam permainan malam itu. Mana tahu kalau akibatnya bisa sefatal itu. Begitu banyak pria di dunia dan yang lewat di depan mereka saat itu adalah calon bos dari Eve sendiri. Ya ampun! Kebetulan yang miris untuk Eve!

“Tidak perlu! Ini jelas dia lagi menggunakan kekuasaannya untuk kesewenang-wenangan. Dan aku nggak akan sudi jadi korban dari praktik kotor penguasa seperti itu!” tekad Eve sambil tangannya terkepal.

***

Comments (4)
goodnovel comment avatar
lutfi08
semangat eve, aku yakin kamu bisa
goodnovel comment avatar
princeskinan49
Semangat Eve
goodnovel comment avatar
Weka
kalau sudah begini gimana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status