Mata dan telinga dapat menipu karena sering kali apa yang kita lihat dan dengar bukanlah kenyataan yang sebenarnya.***Aleta merasa panas hati lantaran Qeiza tak menggubris ancamannya. Gadis itu bahkan berani merobos pertahanannya dan membuatnya terjajar mundur sehingga menyebabkan punggungnya membentur dinding.Tak terima diperlakukan seperti itu, Aleta memburu Qeiza dan berhasil menarik tangannya dengan kasar.“Heh! Gadis tak tahu diri!” hardiknya. “Kau pikir kau siapa berani-beraninya menyerangku?!”“Lepaskan tangan Anda, Nona!” perintah Qeiza. “Selagi aku memintanya dengan baik-baik.”Qeiza benar-benar jengkel terhadap Aleta. Wanita itu datang-datang mengibarkan bendera perang, padahal mereka tidak saling kenal satu sama lain. Apa otak Aleta juga bermasalah, sama seperti Ansel?“Jangan mimpi!” Aleta memperkuat cengkeramannya.“Ada apa ini ribut-ribut?”Seorang lelaki usia akhir tiga puluhan keluar dari elevator dan segera menghampiri mereka. Qeiza segera mengenali lelaki itu sebag
Freud menghela napas panjang. Sangat melelahkan berdebat dengan wanita berhati batu seperti Aleta. Sejak awal dia tidak pernah suka pada kepribadian Aleta. Wanita itu memang cerdas dan sangat berbakat, tetapi juga sedikit culas.“Anda boleh saja tidak percaya pada Nona Kim, tapi wanita itu benar-benar asisten pribadi Tuan Song.”“Apa?!”Aleta tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Penjelasan Freud seperti dentuman meriam di telinganya. Dia sudah lama menawarkan diri untuk menduduki posisi tersebut, tetapi Chin Hwa tidak pernah memberinya kesempatan. Kenapa tiba-tiba saat dia cuti Chin Hwa malah menerima orang lain?“Wanita itu pasti sudah memainkan trik yang sangat licik!” Aleta membatin geram. Hatinya semakin menghitam oleh rasa iri dan dengki.Hari ini Aleta hanya berencana untuk menyapa Chin Hwa dan memberitahu kepulangannya yang lebih cepat dari jadwal seharusnya. Kalau begini keadaannya, dia berharap hari segera berganti dan Chin Hwa lekas kembali. Dia tidak akan membi
Tidak usah terlalu bersedih bila seseorang mengabaikanmu. Bersabarlah! Bisa jadi dia akan membutuhkanmu suatu hari nanti.***Lirik lagu My Love yang disenandungkan Westlife mendayu-dayu dan menyusup lembut ke dalam gendang telinga Qeiza. Lazuardi memayungi bumi dengan warna biru lembutnya. Semburat warna jingga tirai senja belum berkibar di ufuk Barat.Kesyahduan kidung romantis dibalut kelembutan warna biru bumantara membawa angan Qeiza berkelana menyusuri taman rasa yang menjadi dambaan kaum muda. Taman di mana bunga cinta dan rindu saling berpadu dalam kalbu.Qeiza bukan perempuan sentimental, tetapi kejadian-kejadian buruk yang ditemuinya sepanjang hari membuatnya perlu menenangkan diri. Jalan terbaik adalah dengan mendengarkan lagu-lagu penggugah rasa sembari memanjakan mata dengan keindahan dunia.Puncak Menara Eiffel seakan memanggil jiwa Qeiza untuk segera melabuhkan decak kekaguman kepadanya. Qeiza berdiri di sudut lapangan dengan rerumputan hijau yang membentang bak karpet b
Qeiza menunggu apa yang akan dikatakan Abbas. Dia terlalu malas untuk berbasa-basi walaupun hanya sekadar bertanya tentang kabar Abbas ataupun keluarganya. Batinnya tidak merasa terikat pada satu pun dari mereka.Bagi Qeiza, Abbas dan keluarganya hanyalah orang asing. Lelaki itu bukan seorang paman yang bertanggung jawab.“Aku butuh bantuanmu, Qeiza,” ujar Abbas. “Perusahaan sedang dalam masalah. Bisakah kau memberi pinjaman lima ratus juta?”Qeiza menyeringai sinis. 'Lelucon macam apa ini?' pikirnya. Tak ada kabar setelah menikahkannya dengan Ansel, tiba-tiba sekarang lelaki itu muncul hendak meminta bantuan pinjaman uang.“Maaf, aku tidak bisa,” tolak Qeiza mentah-mentah tanpa merasa simpati sama sekali. Kesulitan keuangan perusahaan Abbas tidak ada hubungannya dengan dirinya. Dia tidak punya uang sebanyak itu. Kalaupun ada, dia juga tidak berminat untuk membantu Abbas.“Qeiza, bagaimana bisa kau menolak permintaanku tanpa mempertimbangkannya lebih dulu?”“Aku tidak punya uang seban
Melarikan diri bukan jalan terbaik untuk menghindari seseorang yang telah membuat kita terluka. Hadapi saja dan berdamailah dengan masa lalu.***“Anda sendirian, Nona?”Qeiza mendengar seseorang menyapanya disertai derap langkah kaki yang kian mendekat. Qeiza pun memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Dia agak terkesiap saat berhasil mengenali wajah sang penyapa di bawah temaram pendar rembulan.“Tuan Xander? Aku tidak menyangka akan bertemu Anda di sini.” Qeiza berkata datar.“Ah, ternyata penglihatanku tidak salah,” sahut Xander. “Aku sudah lama melihat Anda dari kejauhan, tapi aku sedikit ragu apakah itu benar-benar Anda, Nona Kim.” Xander tersenyum ramah.“Sepertinya Anda berbakat menjadi mata-mata.”“Astaga! Tidak begitu juga, Nona,” sangkal Xander. “Aku hanya takut salah orang, jadi aku harus meyakinkan diriku sendiri sebelum mendekati Anda.”“Whatever! Sepertinya Anda juga sendirian.” Qeiza kembali memutar tubuhnya dan memusatkan perhatiannya pada pesona malam di tepian Sunga
Xander terus bergumul dengan serangkaian pertanyaan yang tak berkesudahan. Mau bertanya langsung rasanya tidak mungkin. Wanita itu pasti tidak akan mengakuinya kalaupun dia benar-benar Qeiza.Qeiza mencoba tersenyum wajar. “Wajahku memang agak pasaran,” selorohnya.“Tapi, kamu dan Qeiza seperti pinang dibelah dua.” Xander terus memancing.“Pernah dengar istilah doppelganger?” tanya Qeiza. “Konon katanya setiap orang di muka bumi ini memiliki empat kembaran.”“Kamu percaya?”“Kenapa tidak? Faktanya memang sudah ada orang yang bertemu langsung dengan kembaran mereka yang tinggal di belahan dunia lainnya.”“Mungkin.” Xander menjawab sambil mengedikkan bahu, skeptis. “Tapi, aku merasa kemiripanmu dengannya terlalu banyak.”“Oh ya? Aku meragukannya,” sangkal Qeiza. “Bagaimana mungkin kau mengetahui begitu banyak kesamaan antara aku dan Qe–Qei—”“Qeiza,” potong Xander.“Ya, Qeiza, padahal kita hanya bertemu beberapa kali.”“Entahlah. Aku hanya merasa sangat yakin.”“Cih! Hati-hati dengan per
Lelaki yang serius dalam menjalin hubungan tidak akan ragu-ragu untuk memperkenalkan wanita yang dicintainya kepada keluarganya.***Mempertimbangkan bahwa dia tidak boleh terlihat lemah ataupun terintimidasi oleh tingkah laku dan perkataan Ansel, Qeiza mengangkat dagu. Dia harus tetap terlihat kuat dan terhormat.“Anda bertamu di waktu yang tidak tepat, Tuan.” Qeiza menatap intens pada Ansel, menyembunyikan kemarahannya di balik sorot mata dingin.Ansel melirik arloji di pergelangan tangannya. “Belum terlalu malam,” ujarnya. “Aku ke sini untuk menjemputmu. Aku ingin memperkenalkanmu pada ibuku.”“Apa?! Anda pasti sudah gila,” sergah Qeiza. “Kita tidak punya hubungan semacam itu hingga Anda perlu memperkenalkanku kepada ibu Anda.”“Aku bukan tipe orang yang suka basa-basi,” sahut Ansel. “Aku tahu apa yang kuinginkan.”“Tapi bukan berarti Anda bisa bertindak sesuka hati,” tegas Qeiza. “Aku manusia, bukan barang yang bisa Anda bawa kapan pun Anda mau.”Manik mata Ansel berkilat tidak sen
Berpikir bahwa tidak ada salahnya dia mengenali wajah mantan mertuanya, Qeiza akhirnya memutuskan untuk menerima undangan Ansel.“Oke. Aku akan menyempatkan waktu untuk menemui ibumu, tapi tidak sekarang,” kata Qeiza. “Ini sudah terlalu malam bagiku untuk pergi keluar.”'Yes!' Hati Ansel bersorak riang. Perjuangannya satu langkah lebih maju. “Baiklah. Bagaimana kalau besok pagi?”Qeiza berpikir sejenak. Besok adalah hari Sabtu. Waktunya bersantai dan memanjakan diri sendiri. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila dia mengorbankan sedikit waktu berharganya itu untuk menyenangkan orang lain.“Boleh.” Qeiza menyahut enggan. Tampak sekali kalau dia terpaksa memenuhi permintaan Ansel.Merasa senang lantaran niat hatinya tercapai, Ansel tak menggubris keengganan Qeiza. Dilepasnya cengkeraman di pundak Qeiza.“Aku akan menjemputmu sebelum jam delapan.”“Aku bisa pergi sendiri,” tolak Qeiza. “Cukup beritahu aku alamatnya!”Wajah tampan Ansel berubah dingin dan tegang. Dia jengkel kenapa Qeiza su