Share

lima 4

"Tidak. Adelia tidak ada di sini. Jangan bilang kalau anak saya menghilang?!" tanya Bapak Adelia dengan nada seram.

Wahyudi menelan ludah. Dia menatap mertuanya dengan jantung yang berdebar lebih kencang.

Sanusi, mertua nya itu adalah laki-laki pindahan dari desa yang mengadu nasib ke kotanya. Dari cerita Adelia dulu, bapaknya ini adalah petani sekaligus peternak ayam yang pindah dari desa ke kota setelah menjual sawahnya yang kecil dan ayam kampungnya yang hanya beberapa ekor. Dan sekarang di kota, bapaknya menjadi pedagang beras di salah satu pasar. Tapi bagi Wahyudi, mertuanya itu lebih cocok menjadi salah satu preman daripada pedagang beras.

Sanusi, bapak Adelia mendelik dant berjalan mendekat ke arah Wahyudi. "Kenapa kamu terdiam? Berati benar kalau Adelia menghilang dari rumah kamu?"

Wahyudi menatap ke arah wajah mertuanya. Kata-kata nya tersumpal di kerongkongan. Dan tidak bisa keluar dari mulutnya.

"Kamu jangan mangap-mangap saja seperti ikan koi yang kurang air, jelaskan pada bapak mana Adelia? Kamu kan suaminya. Masa suaminya tidak tahu kemana istrinya pergi?!"

Sanusi, menjeda ucapan nya sejenak. "Atau jangan-jangan Adelia pergi karena bertengkar dengan kamu?! Ingat Wahyudi, kalau anak saya sampai kenapa-kenapa setelah menikah dengan kamu, saya sebagai bapaknya sungguh tidak ridho dan tidak ikhlas.

Saya dan ibunya sudah membesarkan dan menyekolahkan nya sampai gede, eh, kamu yang sudah tinggal metik buahnya malah menyia-nyiakan anak saya. Awas saja kamu kalau membuat Adelia bersedih dan berlaku buruk padanya," ujar Sanusi penuh penekanan.

Wahyudi menelan ludah susah payah. Dia menatap dengan jantung berdebar ke arah mertuanya.

"Ti, tidak, Pak. Adelia tidak menghilang. Dia hanya nggak mengabari saya saat keluar rumah. Mungkin ponsel nya mati atau dia terburu-buru dan tidak punya paket data. Hm, kalau begitu saya pamit dulu, Pak. Saya akan menelepon satu persatu temannya. Maaf mengganggu," ujar Wahyudi yang langsung menjabat tangan sang mertua dan mencium punggung tangannya.

"Ingat Wahyudi, pernikahan kamu itu bukan hanya mengubah status dari yang tidak boleh menjadi boleh dan sebaliknya, tapi juga kamu telah berjanji pada saya dan Tuhan untuk menjadi imam yang baik dan bertanggung jawab.

Saya tidak terima jika kamu menzalimi Adelia yang menyebabkan dia pergi dari rumah tanpa pamit. Bayang kan saja kalau adik kamu yang perempuan itu menikah dan dijahati oleh suaminya. Pasti kamu tidak terima dan marah juga kan? Karena itu perlakukan lah anak saya dengan baik!" ujar Sanusi sebelum Wahyudi naik ke motor maticnya.

Wahyudi dengan gusar melajukan motor nya ke warkop Cak Dul. Dilihat nya Roni masih di sana dengan menikmati pisang goreng.

"Lho, kamu kok balik? Katanya pulang mau makan sop iga, atau sate, soto, Siti?" tanya Roni dengan nada bercanda. Lelaki yang sehari-harinya bekerja sebagai konten kreator dengan membuat berbagai konten lucu di youtube dan tiktok itu menatap Wahyudi dengan heran.

Wahyudi menghampiri Roni dan duduk di sebelahnya. Dia dengan gusar menatap Roni.

"Aku ... terancam kehilangan rumah," ujar Wahyudi gusar.

Roni melongo. Pemuda yang bertetangga dua ratus meter dari rumah Wahyudi dan belum menikah itu mendelik.

"Kok bisa?"

Wahyudi lalu menceritakan semua yang dialami nya pada Roni.

"Tuh, kan bener! Istri kamu itu pasti ada sesuatu nya sehingga bisa masak makanan enak dengan uang yang sedikit itu. Seharusnya kamu curiga bukan malah seneng, Yud," sahut Roni menghela napas panjang setelah mendengar kan cerita Wahyudi.

Teman satu tongkrongan nya itu hanya bisa terdiam dan memijat kepala nya dengan gusar.

"Aku boleh pinjam uang padamu nggak?"

"Hah? Nggak salah nih? Dulu bukannya kamu yang pernah bilang padaku kalau kerja kayak aku itu hanya buang-buang waktu karena penghasilan nya tidak sebesar karyawan?" tanya Roni.

"Ayolah, Ron. Kemarin itu aku khilaf. Sekarang aku bingung harus bagaimana lagi untuk membayar tiga bulan utang Adelia. Eh, tapi sebenarnya aku juga mau bayar empat bulan sekalian bulan depan sih," ujar Wahyudi menggantung.

"Memang nya kamu butuh pinjam uang berapa?" tanya Roni.

"Nggak banyak. Empat bulan sekitar tiga puluh juta."

Roni seketika melotot mendengar ucapan Wahyudi. "Hah? Tiga puluh juta nggak banyak katanu?"

Wahyudi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku janji akan bekerja lebih keras untuk membayar utang kamu. Aku akan mengambil lemburan-lemburan di pabrik. Kalau perlu aku akan ngojol tiap malam," ujar Wahyudi meyakinkan Roni.

"Jadi kamu mau kan meminjam kan uang padaku? Kamu nggak kasihan sama aku kalau aku jadi gembel?"

"Gini ya, Yud. Akun itu kan konten kreator. Penghasilan perbulan enggak mesti. Aku juga ada rumah yang harus dicicil, karena nggak ada yang bantu aku nyicil rumah, orang tuaku sudah nggak ada dan nggak ninggalin warisan selain ilmu.

Jadi aku nggak bisa nolongin kamu. Aku ingin tahun ini rumahku lunas dan bisa nabung lah bikin toko sembako. Aku ingin menikah tahun depan. Dan yang pasti aku ingin memberikan nafkah yang layak pada istriku. Ehm, maaf ya. Bukan nafkah yang hanya lima ribu sehari," ujar Roni membuat telinga Wahyudi memerah.

"Astaga, kamu nyindir aku?! Kalau nggak mau bantu, ya nggak apa-apa! Nggak usah nyindir nafkah lima ribu segala! Bikin kesel!" ujar Wahyudi berkacak pinggang.

Roni hanya terdiam mendengar kata-kata Wahyudi. 'Waduh, pas minjam aja galak banget. Apalagi nanti pas ditagih,' batin Roni.

"Lagipula kamu bilang kamu ingin nikah tahun depan? Sama siapa? Kamu aja nggak punya pacar!" ujar Wahyudi sengit lalu segera meninggalkan Roni yang hanya mengelus dada.

Wahyudi baru saja memarkirkan motor nya di teras rumah, saat terdengar notifikasi ponsel di sakunya. Dengan segera, lelaki itu meraih ponsel dan melihat pesan yang dikirimkan padanya. Siapa tahu Adelia mengirim kan pesan dan mengatakan bahwa semua yang dia lakukan saat ini adalah prank semata.

Namun kepala Wahyudi semakin pusing saat ternyata pengirim pesan itu adalah ibunya dari kabupaten sebelah.

[Yud, anak ibu yang paling ganteng. Adik kedua kamu ingin menikah. Kamu masih punya tabungan kan untuk membantu ibu melamar calon istri adik kamu. Nggak banyak cuma tiga juta saja. Soalnya uang simpanan ibu mepet juga.]

"Hah? Astaga!"

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status