Niko dan Mona berjalan bergandengan tangan. Setelah pertengkaran mereka tempo hari mereka mencoba untuk berbaikan lagi. Bertengkar adalah bumbu dari perjalanan pernikahan mereka. Megantara termasuk saksinya. Mona hari ini meminta ditemani berbelanja tas dan baju di mall. Dia ingin sekali mendapatkan perhatian dari suami. Dan sudah sangat lama pula Niko tidak pernah menemaninya berbelanja. Jadi, dia secara khusus meminta pada Niko untuk menuruti permintaannya dan untungnya Niko tak sesibuk rekan kerja sekaligus sahabatnya sehingga bisa menghabiskan waktu berdua bersama istri. Setelah lelah berkeliling mall dan mendapatkan barang yang Mona sukai, mereka memutuskan untuk makan di salah satu restoran kesukaan Mona yang terletak di dalam Mall. Dan tak di sangka, keputusan mereka untuk singgah justru membuat mereka bisa bertemu dengan Megantara yang saat itu sedang tidak sendiri. "Hey, sedang apa kalian di sini?" Niko berjalan mendekat ke meja tempat duduk Megantara, Nalini dan Sivia. Di
"Gadis bernama Nalini itu, apakah benar-benar memiliki hubungan spesial dengan Megantara?" tanya Mona pada Niko saat perjalanan pulang. "Mereka punya keterikatan yang tidak bisa dihindari. Dan itu diluar kendali Megantara," jawaban Niko semakin membuat istrinya penasaran. "Keterikatan semacam apa? Hutang piutang?" tanya Mona lagi dengan nada polos. Niko menggeleng, "Bukan begitu maksudku. Entahlah aku tidak bisa menjelaskannya. Yang jelas jika melihat interaksi antara Sivia dan Nalini, sudah sangat terlihat jelas jika Sivia menyukai Nalini."Mona menghela nafas, "Harusnya kau membantu adikmu untuk bisa mendapatkan hati Megantara. Mengapa kau tidak membantunya? Kau tidak menyayangi adikmu satu-satunya itu?""Justru karena aku menyayangi Starla. Aku tidak ingin Starla tidak mendapat kebahagiaan jika harus memaksakan perasaannya terhadap Megantara. Lagipula kau tau sendiri karakter Starla yang sangat manja. Dia pasti tidak akan bisa sanggup jika harus menjalani peran menjadi ibu sambu
"Ayah terlalu percaya diri. Aku dan nenek sama sekali tidak membicarakan ayah," kilah Sivia. Nenek hanya diam tak berkutik. Megantara masih tetap belum percaya, "Sivia, jangan sekali-kali berbohong pada ayah."Sivia hanya nyengir kuda. Dia tak ingin membuat ayahnya marah. Dia juga tak bisa membohongi ayahnya. Sang ayah datang menghampiri Sivia lalu segera menggelitik perut Sivia sampai Sivia kegelian dan mencoba kabur dengan berlari mengejar sang ayah. Merekapun berakhir kejar-kejaran. ***Malam ini, di teras rumah kontrakan, bu Rini, Mela dan Noni sedang berkumpul dan mengobrol. Nalini yang baru pulang berbelanja dari minimarket ikut duduk di sana. "Lin, tadi sore siapa yang mengantarmu pulang dengan mobil mewah?" tanya Mela langsung pada intinya. Tanpa berbasa-basi. Nalini yang ditanya secara mendadak jadi diam mematung beberapa detik lalu mengedarkan pandangan ke arah tiga teman kontrakannya bergantian. "Sebenarnya Noni yang melihat. Tapi Noni malu jika harus bertanya sendiri,"
"Semua chef dan asisten chef, saya mengumpulkan kalian di sini karena ingin mengumumkan sesuatu," kata Kepala Chef di hadapan para pegawainya. Semua mendengarkan dengan seksama termasuk Nalini."Malam ini akan ada perjamuan rekan bisnis Pak Megantara dari luar negeri di restoran ini. Kita ditugaskan untuk menyiapkan hidangan yang super super istimewa untuk menjamu para tamu. Ini sebenarnya bukanlah sebuah kompetisi, tapi bagi koki yang menarik perhatian tamu istimewa kita pasti akan mendapatkan hadiah yang sangat istimewa dan menguntungkan," terang Kepala Koki. Semua antusias dan semangat serta bersorak mendengar pengumuman yang disampaikan kepala koki. "Saya sudah memilih tiga orang koki yang akan mengkoordinasi timnya. Saya memilih berdasarkan kinerja kalian dalam satu bulan terakhir ini dan testimoni dari pelanggan. Koki yang bertugas mengurus menu appetizer adalah Vero, menu main course saya percayakan pada Robert, dan Nalini bertugas mengurus dessert. Silakan siapkan masing-mas
"Dimana Nalini?" tanya Megantara saat dia sudah memasuki restoran hotelnya. Saat ini dia benar-benar sudah geram dan harus bertemu dengan Nalini. Semua pegawai terlihat ketakutan melihat ekspresi marah sang bos. Ini seperti situasi gawat. Nalinipun juga belum ditemukan sampai saat ini dan tak bisa dihubungi. "Pak, maaf jika saya lancang. Ada permasalahan apa kalau boleh tau?" Kepala chef mendatangi Megantara dengan tergopoh-gopoh. Karyawan lainpun berkumpul di sana termasuk para koki di dapur. Kebetulan pengunjung restoran hanya sedikit. "Kau pasti tau Chef. Makanan yang diantar ke ruanganku bukan buatan Nalini kan?" tanya Megantara. Sang kepala Chef terkejut. Begitu pula Vero yang memasaknya. Bagaimana Megantara bisa mengetahuinya. "Apakah Nalini belum kembali?" tanya Megantara."Ya Pak. Maafkan saya. Nalini belum ditemukan," jawab Kepala Chef."Jika dia tidak ada harusnya kau berterus terang. Tidak perlu membawakan makanan buatan orang lain," kata Megantara dengan nada kesal.
"Jika kau berkenan untuk bekerja seumur hidup denganku, aku akan senang. Dan kau akan mendapatkan bayaran yang setimpal. Sesuai dengan yang kau inginkan," jawab Megantara. "Aku tidak bisa berkomentar apa-apa lagi sekarang. Aku permisi dulu," kata Nalini sambil beranjak dari duduk. Lalu berjalan menuju pintu. Pikirannya kalut saat ini. Jika yang dikatakan Megantara benar adanya, dia merasa sangat kasihan pada pria itu. Dan sejujurnya dia kini tak lagi mementingkan bayaran. "Aku harap kau tidak marah padaku. Maaf karena tadi aku sempat terbawa emosi," kata Megantara tulus. Nalini menghentikan langkah sejenak. Bosnya yang perfeksionis itu meminta maaf secara langsung. Siapa yang tidak luluh jika situasinya seperti ini. "Apa yang ingin Anda makan untuk malam nanti, Pak?" tanya Nalini tanpa menoleh. Megantara menyunggingkan senyumnya. Lalu menjawab dengan semangat, "Chicken steak sepertinya enak. Dan aku ingin salad buah.""Baiklah. Akan aku siapkan," kata Nalini lalu berjalan keluar
"Lin," panggil Pandu dari kejauhan. Nalini baru saja akan keluar dari lobi hotel dan bertemu namun langkahnya terhenti ketika mendengar seseorang memanggil. Nalini menoleh sambil memaksakan senyum ramahnya. Suasana hatinya benar-benar buruk hari ini. Apalagi pekerjaan hari ini diakhiri dengan ocehan Vero yang membuat telinga dan hati ikut panas. Pandu berjalan agak cepat menghampiri Nalini. "Kebetulan sekali bertemu denganmu. Ayo pulang bersama," ajak Pandu. "Aku merasa tidak enak hati, Mas. Kau sudah sering memberikan tumpangan untukku," jawab Nalini. "Memangnya mengapa jika sering? Tujuan kita sama. Jadi kau tidak perlu merasa tak enak hati. Aku merasa tidak dirugikan dan tidak direpotkan," Pandu masih saja membujuk.Nalini masih saja bergeming. Pandu yang merasa harus memaksa Nalini akhirnya menarik pelan lengan Nalini. Mau tak mau Nalini berjalan mengikuti Pandu dengan pasrah.Dari kejauhan Vero melihat Nalini berjalan bersama Pandu. Tatapan sinis lagi-lagi tercetak di wajah a
"Bagaimana kondisi teman saya, Dok?" tanya Nalini saat dokter yang menangani Noni sudah selesai memeriksa. Noni sudah sadarkan diri. Namun badannya masih sangat lemah. Dia memilih diam dan malu karena pagi-pagi sekali dia sudah menghebohkan rumah kontrakan sampai-sampai teman dan lelaki idamannya kerepotan mengantarnya ke rumah sakit. "Kondisi pasien baik-baik saja. Dia hanya kelelahan dan kekurangan nutrisi serta cairan. Ada indikasi dia menjalankan diet ketat akhir-akhir ini. Dan jika itu dilanjutkan akan berpengaruh buruk pada tubuh pasien. Saat ini yang terpenting adalah banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi tanpa takut gemuk. Lalu pasien juga tidak perlu rawat inap. Hanya akan saya resepkan beberapa suplemen dan obat," kata dokter panjang lebar. Nalini menghela nafas, dia menggenggam tangan Noni yang tiduran di ranjang rumah sakit. "Kau ini ada-ada saja. Untuk apa diet? Badanmu sudah ideal seperti itu," tanya Nalini. "Bahkan badanmu sudah seringan kapas," timpal P