Di sebuah ruangan penuh dengan bercak darah dan barang-barang rusak yang berserakan di sana sini. Buku, berkas-berkas yang sepertinya penting, lalu yang paling menonjol adalah dua orang yang tengah bergulat dengan permainan pertahanan fisik yang pada akhirnya di menangkan oleh salah satu dari mereka yang menundukkan pihak musuh dengan pistol.Suasana mencekam terasa lebih menggila saat pria itu menyeringai tajam."Kau tak mau mengaku?" Edward berdiri di atas tubuh seseorang dan menodongkan pistol tepat di dahi orang itu."K-kau! A-anak buah ... Snake-B! Bagaimana kau bisa ada di sini?!" jerit seorang pria yang terlentang di tanah dengan tubuh bersimbah darah."Ayolah! Aku sudah enam hari di sini. Aku harus pulang dan menikah!" desis Edward mengeluh lelah.Terdengar suara tawa dari belakang. Edward pun menoleh dan seketika menatap sinis seorang pria yang duduk dengan santai menikmati rokok di tangannya."Pulanglah! Aku akan mengurus sisanya," ucap pria itu ber
Pendeta, Crystal, dan Ditrian menatap Edward dengan wajah tegang dan kaku. Tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini. Tanpa diperintah, Ditrian segera mundur ke belakang dan pergi dari altar. Sebelum pergi, ia berkata pada Edward. "A-akhirnya anda datang, Tuan Muda ...." Suara Ditrian bergetar.Edward melepaskan topi yang menutupi kepalanya dan membuangnya asal. Lalu naik ke altar dan berkata pada pendeta. "Ulangi!""Apa!?" Pendeta itu terpaku."Kubilang, ulangi upacaranya. Aku adalah suami asli wanita ini. Cepat!" Edward menatap sengit pendeta itu. Edward segera menarik cincin yang terpasang di jari manis Crystal lalu membantingnya dengan keras ke depan para hadirin.Lagi-lagi semua orang terperanjat. Crystal sendiri sudah tak tahu lagi bagaimana ekspresi wajahnya sekarang. Edward benar-benar sangat berani dan tindakannya sudah di luar batas nalar."B-baiklah! Tuan Charleston!" Pendeta pun hanya bisa menghela nafasnya.Upacara berlangsung dengan suas
Pernikahan berakhir dengan manis dan lancar tanpa halangan. Para tamu yang kebanyakan dari pihak keluarga pun tidak terlalu banyak drama dan hanya fokus menyalami mempelai pengantin.Christine pun demikian. Sebagai pihak yang paling tidak ingin keduanya bahagia itu ternyata tidak hadir ke acara pernikahan mereka entah apa alasannya. Namun, Crystal tidak mempedulikan itu dan memilih fokus pada apa yang ada di depannya saat ini.Pesta berlangsung hingga malam. Edward tiba-tiba mendapat telepon dari seseorang. Ia pun pergi dari panggung meninggalkan Crystal yang hanya bisa menghela nafasnya, pelan.'Huh! Bukankah ini curang namanya. Dia memintaku harus profesional menjalankan peran, tapi dia sendiri tidak bisa bersikap baik padaku yang merupakan istri bisnisnya.' Batin Crystal sebal.Sampai acara makan-makan dengan keluarga selesai, Edward tidak kunjung kembali. Crystal pun terpaksa harus menyusul Edward ke tempat yang mungkin dikunjungi pria itu karna pihak keluarga Ch
Seorang wanita duduk di kursi empuk menghadap jendela dengan gaun tidur super ketat dan kain tipis bertali yang hanya menutupi sebagian kecil dada wanita itu. Udara malam yang mulai dingin membuatnya menarik kain selimut tebal menutupi tubuhnya.Langit malam gelap dihiasi bintang bertaburan lalu ditambah bulan purnama yang bulat sempurna biasanya adalah pemandangan yang siapa pun pasti akan mengatakan indah. Namun, sepertinya tidak bagi wanita itu."Ini adalah pertama kalinya ... aku membenci malam bulan purnama." Wanita itu meneguk bir langsung dari botol lalu membantingnya setelah dirasa tidak ada isinya lagi. "Ahh~ ... mereka benar-benar menikah."Tiba-tiba, datang panggilan dari seseorang. Sebuah nomor tak dikenal memenuhi layar ponsel wanita itu lalu mati dan tak lama pesan baru, masuk.[Christine, kau dimana? Aku ingin bertemu. - Adam.]Kemudian, muncul lagi satu pesan dari nomor yang sama. Melihat itu, Crystal mendengus lalu tertawa kecil. 'Benar, ku gunak
Termenung sendiri di salah satu meja kafe bernuansa romansa dengan segenggam roti canin di tangan kanan dan sebotol kopi instan di tangan kiri, Crystal kembali menitikkan air mata mengingat kebersamaan dirinya bersama sang suami yang telah tiada.Ini sudah yang ke 30 kalinya.Si pelayan kafe pun sampai hafal. Malam hari, pukul 7 lewat 30 menit di meja nomor 7. Crystal akan duduk selama berjam-jam dan menangis di sana setiap hari. Karna kafe itu adalah tempat yang sering ia kunjungi bersama sang suami."Nyonya Crystal ... ini, hadiah dari kami. Paket minuman bertema cinta sejati khusus untuk anda karna telah menjadi pelanggan setia kami selama tiga puluh hari."Suara riang itu membuyarkan lamunan Crystal. Ia pun mendongak dan menerima bingkisan manis itu tanpa berkata-kata. Sang pelayan kafe pun hanya tersenyum getir melihat Crystal yang lagi-lagi memasang raut 'ngenes'nya.'Benar-benar nona yang setia.' Batin Si pelayan.***Berjalan dengan langkah berat,
Setelah lama berdebat, akhirnya Crystal menerima bantuan pria asing itu. Namun, kembali terjadi sedikit masalah saat pria itu menyadari Crystal yang ternyata tidak sadarkan diri sejak awal perjalanan.'Aku sungguh pria yang beruntung.' Batin pria bermasker itu."Nona Crystal ... maaf saya akan sedikit licik." Pria bermasker itu menanggalkan maskernya lalu mengambil ponsel dan menyalakan alat rekaman. "Nona, tolong bangun. Ke mana saya harus mengantar anda?"Tidak ada jawaban."Nona, karna anda pingsan ... izinkan saya membawa anda ke tempat saya. Besok, anda bisa pergi."Masih tidak ada jawaban."Baiklah kalau begitu. Saya akan membawa anda."Rekaman pun berhenti. Pria itu tertawa kecil setelah mematikan ponselnya. Lalu mulai menjalankan mesin mobil meninggalkan area.***"Tuan Muda ... siapa lagi sekarang yang anda bawa? Astagaaa~ kenapa anda selalu membuat saya jantungan setiap hariii ...." Seorang pria yang mengenakan setelan jas berekor berlari menuju pintu depan setelah melihat a
Pagi menyingsing. Udara dingin dan sinar mentari, menerjang masuk ke kamar, membuat dua insan yang tengah bergumul di bawah selimut mau tak mau harus membuka mata.Crystal adalah yang pertama.Tubuh Crystal menegang hebat setelah menyadari apa yang terjadi padanya. Wajahnya pucat pasi setelah memastikan wajah siapa yang telah menemani tidurnya semalam.Sekali lagi dirinya menatap wajah pria yang saat ini ada di sebelahnya. Wajah itu adalah wajah yang selalu muncul di berita televisi dan surat kabar. Bukan, bukan seorang artis. Tapi ketenarannya hampir menyamai artis nasional.'Tidak, ini tidak benar!' Batin Crystal berteriak.Tiba-tiba, pria itu berdehem membuat Crystal terlonjak ke belakang dan buru-buru menjauh turun dari ranjang mencari sesuatu. Tepat saat ia akan mengambil pakaian, suara berat nan parau menggetarkan hatinya."Anda sudah bangun Nona Crystal?"Crystal berbalik dan mendapati seorang pria gagah nan berotot itu tersenyum cantik di atas bantal empuk bekas tidurnya. Cryst
"J-jadi, begitulah situasinya saat ini ... Tuan," ungkap Vincent Reus di hadapan seorang pria tinggi besar yang tengah memandangi taman di pagi hari dengan secangkir kopi dan roti kering.Ammar Charleston. Pria itu menyesap kuat-kuat nikotin pada cerutu yang disematkan diantara dua jarinya. "Haaahh ... aku pasti akan dikutuk orang mati.""Maaf?"'Anak itu seharusnya mirip dengan ibunya. Tapi, obsesi itu. Hah. Ini karmaku.' Ammar menghela napas lagi. Otaknya begitu sakit mendengar berita putranya yang kembali membuat ulah dan lagi-lagi selalu bermuara ke hal yang sama. Wanita.Vincent keluar dari ruangan setelah mendapat perintah. Ia buru-buru menghubungi seseorang. Namun, saat akan masuk ke dalam mobil dirinya bertemu pria tak dikenal yang menghalangi jalan masuk."Ck! Ini pasti kerjaan Tuan Muda," gumam Vincent pelan.Sementara itu."Hahaha ... aku tidak sabar menunggu kabar bagus." Edward duduk dengan menyilangkan kaki sambil menatap wajah pucat Crystal. "Kau tahu kabar apa itu?"".