Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.
Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu manjanya minta ampun, udah manja, terus ngambek kan lagi," celoteh Abi lagi yang disambut dengan cubitan Laras di tangannya.Kahfi dan Kalila jadi tersenyum melihat keromantisan kedua orang tuanya itu. Meski sudah berumur, kemesraan di antara keduanya justru semakin terlihat jelas, seolah tak lekang oleh waktu. Dan yang pasti, membuat iri siapa pun yang melihatnya.Termasuk Kahfi.Dulu, dia pernah bertemu dengan seorang gadis yang perangainya mirip sekali dengan sang ibu. Seorang gadis yang berhasil membuat Kahfi jatuh cinta untuk pertama kali.Seorang gadis, dengan perangainya yang baik, lemah lembut dalam bertutur kata. Sopan, pintar, sholehah dan yang pasti cantik. Hanya saja, belum sempat Kahfi mengutarakan perasaannya pada gadis itu, sang gadis justru sudah lebih dulu menghilang dari kehidupan Kahfi.Gadis itu pindah tempat tinggal dan pindah sekolah, setelah nama baiknya tercemar akibat kasus pemerkosaan yang dialaminya.Bahkan saat Kahfi pindah ke Jakarta bersama keluarganya usai dirinya lulus SMA, lalu mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta, Kahfi selalu berharap jika takdir akan mempertemukannya kembali dengan sang gadis pujaannya itu.Tak perduli dengan masa lalu kelam yang sudah dialami gadis itu, karena yang Kahfi tau, dia memang sudah tergila-gila dengan wanita satu itu. Bahkan saking tergila-gilanya, Kahfi sampai tak mau menikah sebelum dia berhasil menemukan sang pujaan hatinya tersebut.Menjelma menjadi seorang playboy ulung, Kahfi tak pernah perduli dengan perasaan mantan-mantan kekasihnya dulu yang dia pacari hanya untuk sebatas melampiaskan nafsunya saja.Ya, sebut Kahfi maniak. Dirinya memang bajingan bodoh yang tak pernah mampu melawan hawa nafsunya sendiri.Candunya akan seks telah menjadi sebuah penyakit terberat bagi Kahfi yang membuat dirinya harus terjun ke dalam lumpur dosa yang menjerumuskan.Sekuat apa pun dirinya mencoba untuk bertahan, pada akhirnya, Kahfi tetap akan kalah juga.Bahkan saking candunya dia terhadap seks, Kahfi bisa merasakan sakit kepala hebat jika birahinya itu belum tersalurkan dengan baik."Fi, Kahfi?"Panggilan Laras seketika membuyarkan lamunan Kahfi di meja makan. Lelaki itu menoleh ke arah sang ibu di sisinya sambil tersenyum kikuk."Mikirin apa sih? Diajak ngomong malah bengong," tanya Laras lagi dengan tatapan curiga."Kahfi nggak mikirin apa-apa kok, Mi," jawab Kahfi yang kemudian melanjutkan kembali makan malamnya."Tadi siang, Ranti sahabat Ummi telepon, katanya tadi kamu ke rumahnya jemput Sitta. Sejak kapan kamu kenal deket sama anaknya Ranti? Kok nggak pernah cerita sama Ummi?" Tanya Laras dengan wajah yang terlihat bahagia dan begitu penasaran mendengar cerita Kahfi tentang Sitta.Kahfi meraih gelas berisi air bening di hadapannya dan menenggaknya setengah. Mengingat Sitta, entah kenapa moodnya yang tadinya sudah membaik tiba-tiba jadi buruk lagi."Kahfi juga baru kenal kok sama Sitta, biasa aja. Nggak terlalu deket juga," jawab Kahfi dengan penuh keengganan."Tahun ini Sitta lulus SMA loh," ucap Laras lagi."Ya terus kenapa?" Sambung Kahfi dengan wajah sok polos."Ya maksud Ummi, Sitta udah jadi wanita dewasa sekarang, bukan anak remaja lagi," ucap Laras lagi memperjelas maksudnya."Yaudah, terus kenapa? Nggak ada hubungannya juga sama Kahfi?"Laras menghela napas berat, bingung bagaimana cara memulai pembicaraan yang lebih serius dengan sang anak. Padahal, Laras sudah mencoba memancing, tapi sepertinya Kahfi belum juga mengerti apa yang sebenarnya dia inginkan.Hingga akhirnya, Wisnu pun ikut turun tangan untuk menjelaskan maksud Laras lebih jauh."Sitta kan sudah dewasa, sudah cukup umur untuk menikah, sama halnya dengan kamu, Kahfi. Nah, Ummi mu ini berharap, hubungan kamu dengan Sitta itu bisa berlanjut ke jenjang yang lebih serius lagi.""Uhuk-uhuk," Kahfi yang saat itu sedang memakan buah langsung tersedak mendengar ucapan sang Ayah. Buru-buru dia mengambil kembali gelasnya dan menenggak habis sisa air beningnya."Kahfi sama Sitta itu nggak ada hubungan apa-apa, Bi. Kita kenal juga belum lama karena sebuah kebetulan," ucap Kahfi mencoba menjelaskan lebih lanjut mengenai hubungannya dengan Sitta sejauh ini. Kahfi jelas tak ingin kedua orang tuanya salah paham."Coba ceritakan, kebetulan seperti apa yang bisa membuat kamu dan Sitta akhirnya saling kenal?" tanya Wisnu kemudian.Kahfi terdiam cukup lama, memutar isi otaknya untuk bekerja lebih keras memberinya jawaban bagus. Akan sangat tidak mungkin jika Kahfi harus bercerita secara jujur pada kedua orang tuanya, mengenai kronologi tentang awal mula perkenalannya dengan Sitta."Ya, awalnya sih cuma gara-gara salah catet nomor. Jadi, ada temen Kahfi yang kasih nomor temennya ke Kahfi, terus pas Kahfi mau hubungin nomor itu, Kahfi salah ketik satu nomor di Hp Kahfi, dan malah nyambungnya ke nomor Sitta, sepele kan?" Cerita Kahfi dengan gambaran kasar tanpa harus mendetail.Wisnu dan Laras tampak tersenyum dan saling lirik-lirikkan. Hingga setelahnya, Wisnu kembali angkat bicara."Dan kamu tau, kenapa kamu bisa sampai salah ketik meski hanya satu nomor?"Kahfi menggeleng ragu."Ya semua karena Allah yang sudah merencanakannya, sesepele itu kelihatannya, tapi bisa jadi, di balik hal sepele itu lah terdapat rahasia besar dari Allah untuk kalian--""Jadi maksud Abi, Kak Kahfi sama Sitta berjodoh?" Sambung Kalila cepat tanggap.Mendengar kata jodoh yang diucapkan Kalila, entah kenapa, perut Kahfi mendadak mual. Hingga akhirnya, lelaki itu pun berpamitan ke toilet.Padahal, Kahfi hanya ingin menghindari pembicaraan yang sudah jelas dia tau kemana arah dan tujuannya.Yakni menjodohkannya dengan Sitta?Tidak!Itu jelas tidak boleh terjadi dan tak akan pernah terjadi.Saat itu, Kahfi baru saja masuk ke dalam kamarnya dan hendak meraih ponsel miliknya yang dia letakkan di nakas, ketika pintu kamarnya lebih dulu diketuk dari luar oleh Kalila."Ada apa, Kal?" tanya Kahfi dari dalam tanpa berniat membuka pintu kamarnya yang memang sengaja dia kunci dari dalam.Demi menghindari kedatangan sang Ummi atau sang Abi ke kamarnya, ada baiknya Kahfi kunci saja pintu kamarnya itu."Ada tamu di luar, cari Kakak," jawab Kalila setengah berteriak."Siapa?""Nggak tau, laki-laki."Mengesah malas, Kahfi pun terpaksa membuka pintu dan kembali ke luar untuk menemui tamu yang dimaksud sang adik.Di luar, kening Kahfi jadi berkerut tatkala mendapati seorang lelaki asing berdiri di teras rumahnya sendirian."Cari siapa ya, Mas?" tanya Kahfi saat itu.Lelaki berkaus biru itu menoleh dan tersenyum kikuk pada Kahfi. Dia mengulurkan tangan mengajak bersalaman. "Saya, Andi, Bang. Cari Bang Kahfi ke sini.""Andi? Andi siapa ya?" Tanya Kahfi lagi yang masih bingung, karena dia yang memang tak mengenali siapa sebenarnya lelaki bertubuh tinggi kurus bernama Andi di hadapannya itu."Saya, Andi temennya Sitta. Abang kenal kan sama Sitta?"Lagi, Kahfi harus mendengar nama Sitta disebut dan hal itu semakin membuat moodnya hancur lebur berkeping-keping."Kayaknya lo salah alamat deh. Gue nggak kenal sama Sitta, coba lo tanya rumah sebelah," ucap Kahfi yang langsung berniat untuk masuk kembali ke dalam rumahnya.Hingga suara Andi selanjutnya sukses membuat Kahfi sontak menghentikan langkahnya di ambang pintu masuk."Sitta diculik sama musuh genk motor kami. Mereka minta genk kami untuk segera bayar hutang kalau nggak mau Sitta jadi korban."Kedua tangan Kahfi sudah terkepal keras di sisi tubuhnya. Amarahnya semakin meluap mendengar ucapan konyol lelaki bernama Andi itu.Berbalik dengan cepat, Kahfi lantas berkata, "terus, apa hubungannya sama gue?" Suara Kahfi kali ini terdengar ketus."Saya tau dari Sophie, karyawan Laundry yang kerja sama Tante Ranti kalau siang tadi, Abang pergi sama Sitta, kan?" ucap Andi lagi.Kahfi tidak menjawab. Meski dalam hati, dia jadi khawatir juga."Tante Ranti punya penyakit jantung. Makanya saya nggak berani kasih tau soal ini ke beliau. Untungnya Sophie kasih tau saya tentang Bang Kahfi, makanya saya ke sini, berharap Abang bisa bantu Sitta," jelas Andi lagi panjang lebar.Kahfi mengesah frustasi. Takut-takut kedua orang tuanya mendengar percakapannya dengan Andi soal Sitta, akhirnya Kahfi pun menarik lengan Andi untuk ikut keluar dari pekarangan rumahnya dan mengajak Andi berbicara di depan pintu gerbang."Kenapa lo nggak laporin hal ini ke polisi aja? Kenapa harus ke gue? Gue ini bukan siapa-siapanya Sitta. Jadi, nggak usah berharap apa-apa sama gue. Gue nggak mau ikut campur urusan kalian, oke? Jadi mending lo pergi sekarang!Lagi, Kahfi hendak kembali masuk ke rumahnya, ketika Andi justru mengatakan sesuatu yang lebih menakutkan."Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!""Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah
Yasa.Apa kabar, bos?Lama nih nggak pesen barang baru?Lagi sibukkah?Gue cuma mau infoin aja nih, kalau ditempat gue malam ini bakal ada barang baru. Dua orang ABG baru lulus, jamin segel masih rapet. Minat ga?Melempar asal ponsel ke atas meja kerjanya, Kahfi meremas kepala frustasi.Tak sama sekali berniat untuk membalas apa lagi memesan apa yang biasanya dia pesan dari Yasa, karena Kahfi sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan zina pada kedua orang tuanya.Meski, untuk melewati hari-harinya saat ini tanpa sentuhan wanita, Kahfi merasa sangat tersiksa.Sejak dirinya dipergoki berzina oleh Laras, Kahfi memang tak pernah lagi melakukan perbuatan dosa itu meski hal itu membuat Kahfi jadi tidak fokus melakukan pekerjaan baik itu di kantor mau pun saat dia di rumah.Pikiran kotor di dalam kepalanya terus saja mengusiknya dengan sangat, tanpa ampun, dan sulit dihilangkan. Tak boleh melihat wanita dengan pakaian terbuka sedikit, Kahfi langsung berpikir yang tidak-tidak.Hingga akhirnya
Deru bising motor sport hitam yang dikendarai seorang gadis berseragam SMA terdengar nyaring memekik telinga.Suasana jalan di ibukota yang padat merayap tak menghentikan aksi si gadis untuk melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata.Kendaraan itu meliuk-liuk tajam di antara padatnya kendaraan di jalan, bahkan tanpa dia memperdulikan suara klakson dan caci maki orang.Hari ini, Sitta datang pagi-pagi ke sekolahnya untuk mengambil Surat Keterangan Lulus agar bisa mendaftar ke perguruan tinggi.Setelah kejadian dirinya mengerjai Kahfi seminggu yang lalu, sampai detik ini, Sitta dan Kahfi memang tak saling berhubungan apalagi bertemu.Sitta lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dengan menyendiri di kamarnya untuk kemudian bermain game di komputer, atau sekadar berbalas chat dengan Bulan.Saat ini, Sitta baru saja sampai di lapangan parkir sekolah dan hendak melepas helm full face nya ketika sebuah motor sport lain muncul di sisi kendaraannya. Mengesah berat
Usai pengambilan SKL di sekolah, Sitta yang kini sedang dalam masa perpindahan status dari pelajar ke mahasiswa, sama sekali tak memiliki kegiatan yang berarti kecuali dia mengurung diri di kamar seharian.Mau pergi ke basecamp genk motornya pun pagi-pagi begini pasti sepi. Lagian, Sitta memang malas kumpul-kumpul lagi dengan mereka karena tak mau lagi berurusan dengan Arka, awalnya begitu.Namun kini, setelah Sitta mengetahui kebusukan Dinda di belakang Arka, Sitta tak mau tinggal diam dan membiarkan Arka dipermainkan oleh Dinda.Hingga akhirnya, Sitta yang saat itu sedang gabut sendirian, melihat kendaraan Arka yang baru saja melintas di hadapannya dan membawa Dinda di boncengan pun, reflek menguntit kemana kedua sejoli itu pergi.Jarak keduanya cukup dekat kala itu, tapi Arka malah pergi begitu saja tanpa menoleh apalagi menyapa Sitta yang masih asik melamun di parkiran. Dan Sitta, memaklumi hal itu. Pastinya Arka tersinggung dengan apa yang sudah dia ucapkan pada lelaki itu di tam
"Oh, jadi bener ini yang namanya Kevan?" Ucap Sitta memotong kalimat Kahfi dan dengan cepat lalu mengulurkan tangan ke arah Kevan, "kenalin, saya Sitta, calon istri Kahfi," tambah gadis berhijab syari itu lagi."Oh, saya Kevan," balas Kevan dengan senyum sumringahnya.Suasana di meja tersebut seketika berubah menjadi sangat canggung.Kahfi yang merasa malu atas pengakuan Sitta.Fahri yang jadi senyam-senyum sendiri karena merasa lucu dengan tingkah polos wanita bernama Sitta itu.Sementara Dinda dengan tatapan penuh ketidaksukaannya terhadap sikap Sitta pada Kevan yang dianggapnya SKSD."Kamu kenal dia, Beb?" Tanya Dinda setengah berbisik, meski ucapannya itu tetap saja di dengar oleh yang lain, termasuk Sitta sendiri."Kamu kan liat, aku baru berkenalan tadi sama Sitta, ya berarti kita belum saling kenal sebelumnya," jawab Kevan menjelaskan, yang disusul kembali dengan suara Sitta di sana."Saya sama Dinda kan satu sekolah, Kev. Di sekolah itu Dinda jadi rebutan banyak lelaki tau. Sa