Saga senang hari ini Chika bersama dirinya di hotel meskipun dalam keadaan sakit. Ia mulai terbiasa dengan adanya Chika. Lima tahun ia lewati dengan rasa kesepian. Meskipun ada Luna di sampingnya tapi selama lima tahun ia tidak bisa membagi hatinya untuk wanita lain. Saga selalu merindukan Chika dalam setiap tidurnya.
"Sayang, ada apa?" tanya Chika dalam telepon. Langkah Saga terhenti ketika ia membuka pintu. Ia melihat Chika turun dari ranjang.
"Iya, sayang. Aku akan segera kesana," kata Chika. Baru saja Chika berdiri Saga sudah menghadangnya.
"Mau kemana?" tanya Saga.
"Maaf, aku harus buru-buru sekarang," kata Chika.
"Aku antar ya," tawar Saga. Mengingat Frans tidak suka dengan kedatangan Saga, Chika tidak ingin Saga mengantarnya.
"Tidak usah, aku bisa sendiri. Lagi pula pusingku sudah hilang," tolak Chika.
Namun Saga malahan menarik tangan Chika. "Katakan, siapa dia?" tanya Saga.
"Lepas, bukan siapa-siapa. Maaf, aku sudah terlambat," kata Chika mengibaskan tangan Saga. Ia dengan entengnya meninggalkan Saga sendirian. Laki-laki itu tidak bisa mencegah Chika karena wanita itu berjalan terlalu cepat keluar dari hotel.
Sebenarnya siapa yang meneleponnya? Kenapa ia terlihat senang sekali? Apakah suaminya yang di luar kota sedang meneleponnya?
Berbagai dugaan muncul di benak Saga. Memikirkan dugaan yang belum tentu ada benarnya sudah membuatnya terasa sesak. Apalagi membayangkan Chika bersama pria lain.
Di sisi lain, Chika sudah sampai di sekolah Frans. Anak itu duduk di ruang tunggu murid. Kakinya mengayun-ayun mata bulatnya melihat kesana kemari. Matanya teehenti saat melihat wanita cantik berjalan ke arahnya. Ia segera melompat turun dan menghamburkan diri ke pelukan mamanya.
"Sayang, apa kau menunggu lama?" tanya Chika.
"Sedikit," jawab Frans.
"Oh, maaf ya sayang. Mama harus menunggu taksi lewat," kata Chika. Mata Chika menangkap ada yang aneh dari wajah Frans.
"Pipimu kenapa sayang?" tanya Chika.
"Tidak, hanya saja tadi aku terjatuh," kata Frans berbohong.
"Sepertinya anak mama sudah pintar berbohong. Katakan apa yang terjadi? Kau berkelahi?" tanya Chika.
"Sedikit," jawab Frans lirih
"Katakan pada mama, apa penyebabmya sampai pipimu lebam begini," kata Chika menyentuh pipi Frans. Bocah kecil itu meringis kesakitan.
"Mereka selalu mengejek Frans. Tidak punya papa dan asal-usul yang tidak jelas," terang Frans.
"Frans tidak terima, lalu Frans memukul mereka. Mereka malahan main keroyokan memukul Frans," lanjut Frans.
Chika merasa sedih mendengar penuturan putranya. "Ya, sudah ayo kita pulang. Mama akan obati lukamu," kata Chika.
Dalam hatinya ia merasa terluka melihat Frans mempertahankan harga dirinya hingga sampai seperti itu. Ia merasa bersalah pada Frans karena tidak bisa membahagiakannya.
Maafkan mama, sayang, batin Chika.
Mereka naik taksi yang berhenti tepat di depannya. Chika dan Frans masuk ke dalam mobil taksi. Sesekali Chika menatap wajah putra semata wayangnya. Anak itu hanya terdiam melihat pemandangan di luar jendela mobil.
Ia tiba-tiba menoleh pada Chika. "Ma, Frans ingin mengubah permintaanku," katanya.
"Hah, mengubah permintaan? Permintaan yang mana?" tanya Chika.
"Yang dulu aku ingin bertemu dengan papa. Sekarang aku sudah tidak ingin lagi bertemu papa. Tapi, aku ingin mencarikan papa baru buat mama," terang Frans.
"Papa baru? Kau ini bisa saja," kata Chika yang menganggap perkataan putranya hanya sebuah candaan belaka.
"Aku tidak bercanda, Ma. Aku serius. Nanti akan kucarikan di internet papa yang tampan buat mama," lanjut Frans.
"Sudahlah, jangan berpikir macam-macam. Lebih baik kau perbaiki sikapmu jangan sering berkelahi," pesan Chika.
Frans tahu mamanya tidak akan menganggap omongan anak kecil. Yapi dalam hati Frans ia berjanji akan mencarikan papa baru untuk Chika. Syukur-syukur yang mau menikahi mamanya dan melindungi mereka berdua.
**
Di tempat lain Viona tengah menjalani perjalanan liburannya bersama Devan. Terlihat Viona memakai bikini dengan di tutupi selendang tipis di pinggangnya. Sementara topi lebar menutup sebagian kepalanya. Ia berdiri menghadap ke pantai.Mereka berlibur di sebuah pulau yang terpencil. Yang ada hanya dirinya dan Devan. Mereka mau menikmati waktu bersama setelah berbulan-bulan lamanya di sibukkan dengan pekerjaan.
Devan memeluk tubuh seksi Viona dari belakang. Wanita itu bereaksi kaget saat Devan mengusap dadanya yang menonjol. Viona sedikit mendesis.
"Jangan, bagaimana jika ada yang melihat," kata Viona lirih.
"Tidak akan, aku telah menyewa pulau ini untuk kita berdua," kata Devan.
Angin dingin pantai membuat selendang tipis yang mengikat pinggang Viona terlepas. Kini hanya terlihat ia memakai bikini seksi dengan punggung terbuka.
Devan menekan pinggang Viona lalu menciumnya penuh kelembutan. Sementara tangannya berpegangan pada dua buah gundukan kenyal yang tersembunyi di balik balutan bikini.
"Bagaimana? Kau menyukainya?" tanya Devan. Ia semakin memainkan lidahnya agar bisa bertautan dengan lidah Viona.
Devan membopong Viona, ia membaringkannya di bawah pohon yang telah di beri alas matras yang bersih. Devan menarik lepas tali yang menyangga penutup dada Viona. Ia laku mengusapnya lagi. Kaki Viona menggeliat. Devan mengusap paha putih Viona dengan lembut. Tubuh mereka berguling dan menyatu dalam desiran angin pantai.
---Bersambung---"Kamu harus pulang di hari pertunanganku!" perintah Viona."Ya, akan aku usahakan," jawab Saga."Kenapa kau sepertinya berat untuk pulang? Ada apa di Bali?" tanya Viona. Devan mendengarkan percakapan Viona dan Saga."Tidak ada apa-apa, sudahlah nanti aku pasti datang," kata Saga."Awas ya, kalau tidak datang! Kau harus menghadapi mama!" ancam Viona. Ia tahu jika Saga paling tidak bisa berkutik jika mendengar nama mamanya di sebut. Mereka sangat menghormati mamanya, sampai-sampai apapun yang di minta Angela mereka tidak bisa menolak."Gimana? Apa Saga bisa datang?" tanya Devan."Datang, dia tidak akan berani macam-macam. Hanya saja aku heran kenapa ia betah di Bali. Padahal biasanya ia tidak pernah terlalu lama melakukan pekerjaan di luar kota. Ada apa di sana?" kata Viona curiga."Mungkin, ia hanya ingin menghirup udara segar. Cari suasana baru maksudnya," jelas Devan.Viona melihat Devan dengan pandangan sedikit berbeda.
Chika turun dari mobilnya Ronald setelah sampai di depan apartemennya. "Terima kasih karena hari ini sudah repot-repot mengantar saya," ucap Chika sembari membungkukkan badannya.Ronald tersenyum mendengar perkataan Chika. "Justru aku yang berterima kasih karena kau mau ku antar," jawab Ronald."Boleh saya masuk sekarang?" pamit Chika."Ehm, tunggu sebentar ada yang ingin aku sampaikan," kata Ronald. Chika membalikkan tubuhnya dan kembali menghadap Ronald."Ada apa ya?" tanya Chika penasaran."Sebenarnya, aku ingin mengajakmu makan malam," kata Ronald.Dahi Chika mengkerut, ia tidak yakin apakah menerima tawaran dari Ronald atau tidak. "Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Frans sendirian pada saat malam," kata Chika beralasan. Ia yakin Ronald pasti tidak akan mau jika dirinya mengajak Frans."Kau bisa mengajaknya, aku juga ingin mengenal lebih jauh Frans," kata Ronald.Chika mau menyela memberi alasan lainnya tapi R
Chika tidak bisa menolak permintaan Saga, laki-laki itu memang selalu bisa memanfaatkan waktu dalam kesempitan. Terpaksa ia mandi setelah melakukannya dengan Saga. Laki-laki itu menyeringai puas manakala melihat Chika kelihatan gugup ketika berganti pakaian. Ia merasa lucu dengan tingkah Chika yang menyembunyikannya di kamar mandi malah membuatnya bisa bercinta sepuasnya."Awas! Jangan keluar kalau tidak aku suruh!" ancam Chika sambil berbisik.Saga menahan tawanya, Chika membuka pintu kamar mandi kepalanya menyembul keluar melihat situasi apakah aman atau tidak. Sialnya dari belakang Saga malah memeluknya dan mengendus punggungnya.Chika merasa geli, ia mundur selangkah ke belakang dan menutup pintu kamar mandi dari dalam. "Tolong hentikan ini, Frans bisa melihat kita," kata Chika lirih."Berikan aku ciuman sekali lagi, maka aku tidak akan mengganggumu," kata Saga.Terpaksa Chika menuruti keinginan Saga, ia berjinjit dan mencium bibir
Melihat keakraban antara Chika, Ronald, dan Frans, Saga merasa geram. Baru saja ia merasa yakin jika dirinya adalah pria satu-satunya kini keyakinannya mulai pudar. Ia sadar jika hubungannya dengan Luna adalah pengganjal bagi Chika untuk menerima dirinya.Entah apa yang di katakan Ronald hingga membuat mereka berdua tertawa. Saga menjadi kurang berselera makan. Ia hanya mengaduk-aduk makanannya. Sementara sambil makan tangan Luna tidak lepas dari ponselnya. Ia sibuk membalas pesan dari teman-temannya."Sayang, kamu tahu tidak aku sangat merindukanmu. Kenapa kau tidak pernah meneleponku?" tanya Luna.Mendengar perkataan istrinya, Saga terasa mau muntah. Sampai kapan wanita ini berpura-pura sok perhatian padanya. "Bukankah kau sendiri juga tidak pernah meneleponku?" sindir Saga.Luna tertegun sesaat. Memang benar ia tidak pernah menelepon suaminya karena kesibukannya dengan selingkuhannya. Tapi dalam hati kecilnya ia juga merindukan Saga meskipun pada
Sebuah ketukan pintu di pagi hari mengagetkan Chika. Ia masih tengah memasak di dapur menyiapkan sarapan untuk Frans. Frans masih sibuk mengenakan seragamnya. Ia juga mendengar suara ketukan pintu itu."Siapa, Ma? Pagi-pagi kok sudah mengetuk pintu?" tanya Frans."Iya, coba mama lihat dulu," kata Chika. Ia mematikan kompornya lalu bergegas menuju pintu utama. Hatinya juga penasaran siapa yang datang pagi-pagi.Mata Chika membelalak terkejut melihat sosok wanita yang sangat di bencinya berdiri di depan pintu. "Mau apa kau kemari?" tanya Chika."Hemm, tentu saja memperingatkanmu. Kau tahu kan aku orangnya tidak suka basa-basi. Jadi, tolong tinggalkan Saga. Dia suamiku. Apa kau tidak malu pada putramu jika mengetahui mamanya seorang wanita perusak rumah tangga orang!" kata Luna ketus."Mamaku tidak seperti itu!" Bela Frans yang tiba-tiba muncul di di belakang Chika."Frans, masuk sana. Ini urusan orang dewasa," kata Chika liri
"Chika!" panggil Saga.Chika menoleh, pria tampan itu keluar dari mobilnya berjalan ke arah Chika. Rasanya Chika ingin berlari kencang, tapi entah kenapa tubuhnya seolah membeku tidak bisa bergerak."Maaf atas kejadian kemarin," ucap Saga."Tak ada yang perlu di maafkan. Istrimu benar, dia berhak marah padaku. Mungkin kalau aku yang di posisinya aku akan marah juga," kata Chika. Ia berusaha bersabar dengan keadaan yang di alaminya."Chika, kau tahu aku hanya mencintaimu. Hanya saja aku belum bercerai dengan Luna. Kumohon mengertilah," ucap Saga sedikit memelas."Aku tidak ingin menjadi penyebab perceraian kalian. Kalau perlu aku akan pergi sejauh mungkin agar kalian bisa kembali bahagia," terang Chika. Bagaimanapun perkataan Luna sudah melukai hatinya, ia memang bukan wanita kaya tetapi ia punya harga diri."Kumohon jangan pergi aku akan menyelesaikan semua ini agar kita bisa bersama," kata Saga.Chika menggeleng, ia tidak setuj
Pesta pertunangan telah usai, hari kemarin adalah hari yang membahagiakan sekaligus melelahkan. Dua bulan lagi Viona akan menikah. Namun ada sebuah ganjalan yang mengganggu pikiran Angela. Yaitu kebahagiaan putranya, Saga.Dulu ia di nikahkan dengan Verrel tanpa dasar rasa cinta namun bisa saling mencintai hingga sekarang. Saga tidak bisa mencintai Luna seperti yang di harapkan oleh Angela. Luna tidak dapat meluluhkan hati Saga karena perilakunya yang sering membuat Saga kesal."Saga, tolong antar mama belanja," pinta Angela."Kalau soal belanja mendingan ajak Luna saja, Ma. Dia ratunya belanja," jawab Saga."Luna sudah pergi sejak tadi pagi. Apa kamu tidak ingin meluangkan waktu untuk mamamu?" tanya Angela.Mendengar Angela bersikeras akhirnya Saga mengiyakan permintaan mamanya. Ia juga tidak ingin membuat mamanya kecewa. Akhirnya mereka berdua pergi juga. Kebetulan Verrel sudah berangkat ke kantor. Viona berlibur dengan Devan.Saga h
"Nyonya, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Chika penasaran."Suamiku sedang di rawat di rumah sakit ini. Tapi, sebelum itu bolehkah aku tahu golongan darahmu? Karena dia membutuhkan transfusi darah golongan O," terang Clara."Kalau begitu kebetulan sekali, saya juga golongan darahnya O tapi agar tidak terjadi kekeliruan bisa di cek dulu," kata Chika. Ia senang jika bisa membantu wanita sebaik Clara."Semoga saja ada kecocokan, ayo kita temui dokternya," kata Clara.Setelah melakukan berbagai pemeriksaan di ketahui golongan darah Chika dan Mark memiliki kesamaan. Akhirnya transfusi darah di mulai. Chika merasa bangga setidaknya dirinya masih berguna untuk orang lain. Meskipun ia tidak bisa memberikan sumbangan materi namun ia berharap transfusi darah kali ini bisa bermanfaat bagi kehidupan orang."Sayang, hari ini kau akan bertemu malaikat kita," bisik Clara di telinga suaminya."Apa maksudmu, sayang?" tanya Mark tak mengerti."Tungg