“Biarkan Anggara istirahat, Diana. Belakangan dia seperti kurang tidur.” Seorang wanita yang terlihat lebih muda dari usia orang yang dipanggil tiba-tiba hadir di tengah-tengah Anggara dan sang ibu. Keduanya kompak menatap sosok yang baru saja datang. Melihat siapa yang kini ada di hadapannya dengan ucapan tersebut, membuat wanita yang selalu tampil dengan lipstik warna merah itu semakin menyala karena naik pitam. Tak disangka jika sosok tersebut tiba-tiba muncul di kondisi seperti ini. “Nggak usah belain dan ikut campur urusanku, Wahyu.” Sorot mata Bu Diana tajam menatap wanita yang tampak tak gentar itu. “Jangan terlalu keras dengan anak. Kasihan Anggara jadi tertekan.” Wanita yang dipanggil dengan nama Wahyu itu terlihat begitu prihatin dengan tingkah Bu Diana. Kedua matanya yang teduh itu sesekali melihat ke arah keponakan yang tampak tidak nyaman. “Sewaktu kamu di rumah sakit, anakmu ini hampir tidak bisa tidur dan istirahat dengan baik. Apa kau tidak kasihan?” Anggara yan
“Gara, omku udah di rumah. Jadi konsul gak?”Anggara sedang meratapi nasib di kamar ketika sebuah pesan muncul di layar ponsel. Setelah membaca kalimat tersebut, ia ingat jika suatu hari pernah nimbrung obrolan teman kampusnya dulu yang bercerita tentang adik ayahnya yang ajaib. Selain terkenal pintar secara IQ, beliau juga pintar secara spiritual. Itulah mengapa sosok itu menjadi terkenal dan sering kebanjiran tamu yang datang untuk meminta bantuan solusi atas masalah mereka.Saat itu, Anggara yang cuek awalnya tidak begitu mengikuti cerita temannya tersebut. Lama-lama tertarik karena sebenarnya saat itu ia juga butuh sosok yang bisa memberikan pencerahan tentang hubungan rumit bersama sang kekasih. Namun, dulu belum sempat untuk mengutarakan ketertarikannya. Barulah akhir-akhir ini rasanya ia sangat membutuhkan sosok tersebut. Untunglah, kontak temannya yang bernama Dimas itu masih ada.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pemberitahuan tentang sosok yang dijuluki Mbah Utomo itu mu
Ketika Anggara muncul, sosok yang sedang duduk di atas amben bambu beralaskan kloso itu sempat tertegun sejenak. Ia seperti melihat seorang bocah laki-laki yang dipenuhi dengan ketakutan, kecemasan dan kepasrahan. Hatinya pun terlihat lebam. Begitu pun dengan isi kepalanya yang nyaris penuh terisi tali temali rumit. Sebanyak pasien yang telah datang padanya, baru kali ini kedatangan sosok macam tersebut.Setelah salam dan dipersilahkan duduk bersila, Anggara mencoba menatap lebih cermat dan tersenyum ke arah laki-laki yang sejatinya belum pantas dipanggil Mbah itu. Ia sempat tidak percaya jika sosok yang diceritakan Dimas ternyata terlihat jauh lebih muda dari yang ada di imajinasinya. Laki-laki bugar dengan kulit coklat tua dan kumis tipis dan rapi itu terlihat seperti baru berumur empat puluhan.“Assalamu’alaikum. Nama saya Anggara.” Karena baru pertama kali ke tempat konsultasi seperti begini, Anggara terlihat sangat kikuk. Bahkan, sebenarnya ia tidak ada gambaran apa yang harus di
Begitu melihat dari CCTV, Bu Diana mengetahui siapa yang membuat suara derit pintu gerbang. Hati wanita yang terlihat mendung itu terasa amat sakit. Sebelumnya, putra satu-satunya itu tidak pernah ke luar rumah semalam ini tanpa berpamitan. Tapi, demi seorang wanita lain, ia melakukannya.“Seistimewa itukah gadis itu?” Tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa cemburu.Bu Diana sengaja tidak menghubungi putra semata wayangnya, karena masih merasa sakit hati dan kecewa. Namun, ia tetap menunggu di sofa ruang tamu. Jika ada kendaraan yang terdengar mendekati pintu gerbang rumah, dengan cepat akan menyibak tirai jendela. Berkali-kali kecewa, karena suara motor itu tidak masuk ke gerbangnya. Malam semakin larut, wanita yang tak lagi muda itu berpindah duduk di depan monitor CCTV untuk terus memantau kepulangan sang anak. Sayang, sampai subuh tiba, nihil.###Kedua netra Anggara terbuka manakala terasa tertusuk sinar mentari yang memantul dari sebuah kaca besar di depannya. Dengan tenaga yang ma
“Enggak bisa gitu dong, Pak! Pokoknya, aku mau nikahnya sama Anggara aja dan nggak sudi dijodoh-jodohkan. Apalagi dengan rentenir macam si Mister Dana itu.” Serta merta amarah Nirmala meledak, karena restu sang calon mertua yang sudah turun serasa tidak ada harganya di mata bapaknya. Padahal, perjuangan untuk mendapatkan restu itu sangat butuh perjuangan dan tidak instan.“Kamu mau ngelawan perintah bapak, hah?” Merasa reputasinya selama ini yang terkenal otoriter terancam oleh kata-kata sang anak, Pak Harsono naik pitam. Kedua tangannya berkacak pinggang dan matanya melebar semaksimal mungkin.“Cukup selama ini aku dan bang Gayuh ditindas abis-abisan sampai hampir gila, pak! Semua didikte dari a sampai z. Tapi, enggak untuk pasangan hidup. Bapak harus tau kalau Anggara adalah orang yang berkali-kali nyelametin hidupku yang babak belur ini. Bahkan, di saat nyawaku di pinggir jurang, cuma dia yang datang buat ngulurin tangan. Bapak nggak pernah ada!”“PLAK!” Telapak tangan kiri Pak Har
Flashback on“Aku nggak mau tahu, pokoknya kita putus!”Teriakan Nirmala yang berapi-api mampu membuat orang yang sedang berlalu lalang di dekatnya menoleh. Sementara pria yang diteriaki terlihat kebingungan. Ia tidak menyangka jika niat baik membantu salah satu teman sekelasnya akan membuat sang pacar cemburu buta hingga mengeluarkan kata ‘putus’.Sebenarnya permasalahan ini sudah ingin ia selesaikan sewaktu di kampus tadi—saat Nirmala tengah memergoki dirinya tengah jalan bersama teman sekelasnya. Namun, gadis temperamen itu tidak mau mendengar alasan apapun dan memilih untuk pulang menggunakan angkutan umum.Karena tidak mau masalah menjadi berlarut, mahasiswa yang sebenarnya masih ada kelas berikutnya itu pun nekad bolos untuk mengejar sang pujaan. Usahanya untuk meminta sang pacar turun dari angkutan umum yang berkali-kali dilakukan pun nihil. Sampai-sampai dirinya sebenarnya malu karena berkali-kali mengetuk-ngetuk kaca angkutan tanpa hasil. Apalagi di dalam sana tidak hanya ada
Sudah sejam lebih Pak Harsono mondar mandir di kamarnya. Sesekali, pria paruh baya itu menggelengkan kepala. Batinnya berkali-kali menggerutu kesal pada diri dan menyesali apa yang telah ia janjikan pada putrinya.“Bisa-bisanya aku ngomong begitu?” Laki-laki yang tak lagi muda itu tiba-tiba duduk di pinggir ranjang dan salah satu tangannya memijit pelipisnya yang terasa tak nyaman. Batinnya benar-benar kacau, sementara otaknya dipacu semaksimal mungkin untuk mencari jalan keluar. Ia sangat khawatir jika pemuda yang pernah digamparnya itu benar-benar datang melamar putrinya besok malam.Beberapa saat berfikir keras, pada akhirnya Pak Harsono beranjak. “ Aku harus ke sana. ya, ya. Harus sekarang juga sebelum terlambat.”Dengan langkah penuh kemantapan jiwa, pria berbadan tegap itu ke luar ruangan. Saking semangatnya, ia tak menghiraukan saat sang istri bertanya hendak kemana.“Jaga anak itu. Jangan sampai berulah lagi,” pesan Pak Harsono sebelum benar-benar pergi.###“Halo calon besan.
Bab XXVIPenuh Teka-teki dan Misteri“Benar, ‘kan? Naluri seorang ibu itu sangat kuat! Dari awal tau kamu pacaran, bahkan setelah melihat pacar kamu itu, ibu punya firasat buruk. Dan, benar, gadis itu nglunjak. Baru direstui kemarin, hari ini minta dilamar secepatnya. Jangan-jangan besok langsung nyuruh nyediain segepok duit buat kawinan. Dipikir dunia ini milik dia apa?” Bu Diana tidak bisa menahan emosi manakala sang putra meminta izin untuk melamar kekasihnya malam ini juga.“Aku tau Ibu akan berfikir seperti ini. Tapi, ketahuilah, Bu. Nirmala juga sebenarnya tidak menghendaki demikian. Mungkin kehendak takdir,” ucap Anggara dengan raut wajah pedih.Pemuda itu sangat prihatin dengan perjalanan hidup kekasihnya itu. Sejak bertemu dan dekat, dialah seorang yang tau secara pasti bagaimana selama hidupnya, sang kekasih cukup menderita. Hal ini tidak lain karena tangan bapaknya yang terkenal dingin.“Kau selalu saja membelanya.” Dari nada bicara, Bu Diana tidak suka jika putranya terlalu