Ivy terbangun di pagi hari, kakinya terasa sedikit kaku. Ivy lalu mengurut pelan kakinya, Race yang baru saja keluar dari ruang ganti mengerutkan keningnya bingung."Kenapa?" tanyanya sembari menghampiri Ivy dan duduk di tepi ranjang."Entahlah, sudah beberapa hari ini kakiku terasa kaku dipagi hari. Sekarang jadi sedikit mati rasa," terang Ivy masih terus mengurut pelan kakinya dan menggunakan sedikit sihirnya untuk menyembuhkan kakinya."Kalau begitu hari ini tidak usah ke istana dulu, istirahatlah! Aku, akan menyuruh seseorang untuk memanggil Tesla kesini," tukas Race yang mendadak panik dan khawatir.Ivy melihat ke arah Race lalu kemudian tersenyum tipis. Kepalanya menggeleng pelan menolak saran dari sang suami."Hari ini persiapan terakhir sebelum minggu depan festival lomba tahunan dilaksanakan, Race.""Aku tahu, maka dari itu istirahatlah! Itu bisa kau lakukan besok.""Aku, tidak mungkin tidak ke istana. Aku, sudah memiliki janji dengan Winter akan mengunjungi lokasi untuk tera
Race turun dari kereta kuda yang membawa dirinya, Race lalu berlari masuk ke dalam paviliun Ivy. Dia tidak menghiraukan sapaan dari para penjaga paviliun Ivy. Race langsung menuju kamar Ivy dan membuka pintu dengan keras. Dia mendapati Ivy sedang minum anggur, Ivy terkejut Race tiba-tiba masuk. Ivy meletakkan gelas yang dia pegang ke meja. Sedangkan Race sendiri langsung menubruk Ivy dan memeluk sang istri erat."Ada apa, Race?" tanya Ivy bingung."Syukurlah kau baik-baik saja," ujar Race."Race, aku memang baik-baik saja. Ada apa?"Ivy kembali bertanya lalu kemudian melepas pelukan Race secara paksa. Dia menatap Race dengan wajah bingung, sedangkan Race sendiri menatap Ivy dengan wajah khawatir dan terlihat mata Race berkaca-kaca."Race?"Ivy memegang pipi Race lembut."Jangan pernah pergi meninggalkanku, Iv! Aku mohon!"Ivy semakin mengerutkan keningnya bingung, tapi sekarang dia juga menyunggingkan senyum tipis."Ada apa sebenarnya? Aku, tidak akan meninggalkanmu begitu saja, Race.
"Siapa yang memberikan minuman itu untuk Ivy? Cepat bicara!"Race terus membentak semua pelayan di paviliun Ivy, tidak terkecuali Miranda yang juga ada disitu. Race lalu melihat ke arah Gareta."Siapa yang terakhir kali ada di kamarku dan Ivy?" tanya Race."Sa,,,saya, tapi saya hanya membantu Nyonya muda Ivy untuk bersiap. Nyonya muda Ivy juga bilang kalau akan sarapan di istana, jadi kami sengaja tidak menyiapkan apapun," terang Gareta yang sama sekali tidak berbohong.Race menatap tajam Gareta, dia tahu betul pelayan kesayangan istrinya ini tidak sedang berbohong. Sejurus kemudian Race mengerang frustasi lalu kemudian menjatuhkan apapun yang ada di meja dekat lorong kamar Ivy dan dirinya."Siapa yang berani meracuni istriku bahkan di paviliunnya sendiri," tukas Race yang marah besar.Miranda yang sejak tadi diam saja mengangkat kepalanya lalu berjalan mendekat ke arah Race."Tuan muda Race, jangan marah-marah seperti ini. Mau semarah apapun Nyonya muda Ivy tidak akan hidup kembali,"
Ivy menceritakan semua ramalan yang dia lihat sebelum meminum anggur itu. Ivy tidak bisa membiarkan racun yang ditujukan padanya itu justru Race minum. Ivy juga mendapat ramalan jika semua racun itu Miranda yang memberikannya. Setiap kejadian yang sudah Miranda lakukan terlihat jelas di ramalan Ivy, mungkin itu semua memang terlambat karena tidak sedikit racun yang masuk ke tubuh Ivy sejak hari kembalinya Miranda ke paviliun. Beruntungnya Ivy adalah seorang penyihir hingga energi yang ada di tubuh Ivy menangkal racun itu secara berkala juga.Race terdiam mendengar semua cerita Ivy. Race hanya bisa menatap sang istri dengan mata sedih. Ivy sendiri lalu memegang pipi Race dengan lembut lalu tersenyum."Sudahlah bukankah sekarang aku baik-baik saja?" ujar Ivy."Kalau kau sampai mati lalu aku bagaimana? Aku, harus minta pertanggung jawaban pada siapa?" tanya Race lagi dengan suara datar dan tatapan tajam pada Ivy.Race masih saja kesal jika melihat sang istri yang selalu mengorbankan diri
Raja Michel berjalan mendekati Tuan Milano dan Nyonya Maria. Kedua orang tua Race lalu membungkukkan badannya menyapa Raja Michel."Dimana Race dan Ivy?" tanya Raja Michel to the point."Saya pun tidak tahu, mereka tidak ada kabar sama sekali," jawab Tuan Milano.Nyonya Maria lalu memegang lengan sang suami pelan."Apakah ada yang terjadi pada mereka? Kenapa tiba-tiba saja mereka seperti menghilang seperti ini?" ucap Nyonya Maria dengan nada panik.Tuan Milano melihat ke arah sang istri begitu juga dengan Raja Michel."Apa maksudmu, Kak? Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Raja Michel."Akupun tidak tahu, tapi aku seperti memiliki firasat buruk. Tidak biasanya Race menghilang seperti ini bukan?" tukas Nyonya Maria lagi.Raja Michel mulai panik, dia khawatir acara pembukaan festival tahunan hari ini akan berantakan. Dia sangat yakin kalau monster hutan akan datang, mengingat ini adalah event tahunan kerajaan dan setiap tahunnya Race selalu bisa melawan monster-monster itu."Gagal suda
"Bagaimana bisa Ivy masih hidup?"Tuan Milano melempar mantel yang baru saja dia lepas dengan kasar."Aku juga merasa heran," ujar Nyonya Maria menimpali.Tuan Milano lalu melihat ke arah Nyonya Maria dan wajahnya terlihat sangat marah."Kita sudah salah percaya pada Tuan Marionet dan Nyonya Liana, bagaimana kau menyelesaikan ini semua? Mereka sudah mengambil banyak keuntungan dari kita, sedangkan apa yang kita harapkan justru tidak terlaksana.""Maafkan aku, tapi aku juga tidak tahu menahu tentang ini semua. Aku, pikir Miranda akan melaksanakan tugasnya tanpa diketahui siapapun."Tuan Milano berdecak kesal lalu kemudian berjalan pergi."Urus ini semua! Aku, tidak mau putraku satu-satunya membenciku karena hal ini."Tuan Milano benar-benar marah, dia berjalan meninggalkan Nyonya Maria yang sekarang juga sedang berpikir bagaimana cara melenyapkan Ivy. Dia juga tidak mau Race membenci dirinya hanya karena Ivy."Kenapa aku harus menikahkan Race dengan Ivy? Kalau saja aku menikahkannya de
Ruang istirahat Raja Michel terlihat lenggang, disana hanya ada Raja Michel dan Tuan Milano ayah Race. Keduanya sedang menikmati teh herbal di temani kicauan burung di teras ruang istirahat Raja Michel."Teh ini sangat enak," ucap Tuan Milano yang baru saja meletakkan cangkir tehnya."Em,,,ini racikan terbaru koki disini. Hanya kau yang boleh minum ini bersamaku," ujar Raja Michel.Tuan Milano tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya pelan."Terima kasih.""Sama-sama," ujar Raja Michel lagi.Keduanya lalu tertawa bersama, sesekali mereka memang sering menghabiskan waktu berdua. Sejenak keduanya sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai Raja Michel berdehem membuat Tuan Milano melihat ke arah sang adik."Ada apa?" tanya Tuan Milano seakan tahu kalau ada yang ingin Raja Michel katakan."Bisa aku bertanya sesuatu?" ucap Raja Michel."Sejak kapan aku melarangmu untuk menanyakan banyak hal padaku? Tanyakan saja, Raja Michel!" ujar Tuan Milano lagi.Raja Michel terse
Ivy sedikit gelisah duduk disamping Winter. Sejak tadi Ivy terus saja berdoa supaya Race baik-baik saja. Setelah sedikit lebih lama menunggu, akhirnya terdengar derap langkah kuda yang sepertinya sangat ramai. Ivy reflek berdiri untuk melihat apakah suaminya itu baik-baik saja, atau tidak. Melihat itu Winter ikut berdiri dan kembali membuat Ivy untuk duduk tenang di sampingnya."Tenanglah! Berdiri pun tidak akan membuatmu melihat Race. Gunakan teropong ini!"Winter menyodorkan teropong yang sejak tadi di pegang Winter pada Ivy. Tangan Ivy tidak serta merta menerima benda itu, Ivy justru menatap Winter dengan wajah bingung."Jangan terus memandangku seperti itu! Gunakan cepat!" titah Winter.Ivy akhirnya mengambil teropong itu dan menggunakannya. Winter tersenyum tipis melihat Ivy yang sedikit kesusahan menggunakan teropong itu. Winter lalu membantu Ivy untuk menggunakan teropong itu."Seperti ini, lalu arahkan seperti ini," ujar Winter.Mata Ivy melebar saat bisa melihat Race yang men