Hagen membukakan pintu untuk Dokter Timothy yang telah berdiri di beranda bersama Gideon Rose. Wajah dokter tersebut tampak masam, dan tentu saja terpaksa yang tidak sedikit pun Hagen pedulikan. Pria itu bahkan menyambut kedua tamunya seolah itu merupakan kunjungan biasa, bukannya sebuah keharusan.
“Jika bukan karena Jaxon yang meminta, aku tidak akan mau datang ke tempat ini,” ucap Timothy yang jelas tampak menahan marah.
Setelah sambungan telepon keduanya terputus, Hagen langsung menghubungi Jaxon dan membuat kesepakatan dengan pria itu dengan syarat Timothy membantunya untuk memuluskan hubungan dengan Camellia. Tentu saja kepala organisasi di Denver itu langsung menyetujui. Dia bahkan menawarkan untuk meninggalkan Timothy di Lancester, yang untungnya Hagen tolak secara halus.
Lagi pula, jarak Denver dan Lancester tidak begitu jauh, sehingga Timothy bisa pulang pergi jika dibutuhkan nanti.
Sementara itu, Gideon yang berdiri di belakangnya me
Hestia, si kepala pelayan Keluarga Hagen itu tampak sedang duduk di salah satu bangku pada sebuah kafe yang berada di dekat pusat kota Lancester. Wanita paruh baya tersebut terlihat sedang menunggu seseorang.Postur tubuhnya tampak gelisah, bahkan matanya seakan melirik ke segala arah, seolah-olah tengah mencari-cari satu sosok di antara ramainya pengunjung dan pejalan kaki di luar sana. Dan begitu pintu kaca pada kafe itu terbuka, kepala Hestia pun menoleh ke arahnya, namun dia sedikit kecewa karena yang masuk ke dalam kafe tersebut bukanlah orang yang sedang dia tunggu.Dalam keadaan cemas, Hestia pun mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang seketika itu juga.Pada dering ke tiga, ponsel tersebut berbunyi dan tidak lama setelahnya terdengar suara seorang wanita dari seberang panggilan.“Ada apa Bibi?” tanya Irene dengan suara serak.Gadis itu seakan baru saja bangun, dan tentu saja Hestia tidak begitu suka mengetahui kenyataan it
“Sebuah laporan baru saja tiba,” ucap Frank yang berjalan di belakang Hagen.Kedua pria itu memasuki lobby Blake Tower yang seketika membuat langkah-langkah para pekerja di sana berhenti sejenak untuk menyambut kedatangannya. Pria hanya mengangguk beberapa kali pada mereka yang memanggil ‘sir’ ketika berpapasan jalan.“Berikan padaku,” ucap Hagen, berhenti di depan lift executive sembari memeriksa jam yang melingkar di lengan.Karena itu bukanlah laporan yang memiliki bukti tertulis, maka Frank pun memajukan diri sembari membisikkan sesuatu, yang seketika mengetatkan rahang Hagen begitu mendengarnya.Dia menoleh sejenak ke arah tangan kanannya itu dengan sebelah alis naik mendekati dahi, menandakan bahwa dia menginginkan penjelasan lebih.“Mereka bertemu di star kafe,” ucap Frank, memberitahu lokasi pertemuan antara Alfred dan Hestia. “Kami tidak bisa memastikan apa yang sedang mereka bicarakan,
Setelah pekerjaannya selesai, Hagen pun menaruh beberapa dokumen ke sudut meja. Dia pun duduk sejenak sembari menarik napas, sebelum akhirnya mengambil salah satu bingkai foto Camellia dari salah satu laci.Cukup lama dia memandangi photograph gadis itu, namun beberapa saat kemudian Hagen pun menaruhnya ke tempat semula. Dia hendak melanjutkan beberapa pekerjaan saat tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu yang membuat pria itu berhenti sejenak.“Masuklah,” ucapnya, mengetahui siapa yang berada di luar sana.Frank pun memasuki ruangan dengan wajah masam dan pandangan lelah.Mendapati bawahannya memasang ekspresi masam, seketika saja Hagen memberi tatapan bertanya, yang langsung Frank jawab dengan nada kesal.“Pria itu masih di Denver.”Sebelah alis Hagen pun mendekati dahi, dan pria itu mengangguk samar sembari terus melanjutkan pekerjaan yang tadi tertunda.Melihat sikap acuh tak acuh atasannya, Frank me
“Kenapa aku tidak dibolehkan untuk masuk? Apa kau tidak tahu siapa aku?” jerit Irene dengan wajah memerah marah.Gadis itu bahkan telah menampar satu penjaga, namun tidak ada yang berani mengusir secara terang-terangan. Yang pria-pria itu lakukan hanyalah melihat serta meminta Irene untuk pergi secara baik-baik.“Biarkan aku masuk ke dalam! Kalian tidak berhak memperlakukan seperti ini!”Beberapa kali gadis itu mencoba melukai para penjaga yang tampak berat hati untuk mengusir secara paksa.Sementara itu, Erlinda yang sejak tadi mengawasi keributan di depan gerbang melalui CCTV yang terpasang di ruang keamanan hanya bisa diam memperhatikan. Dia mencoba menghubungi Frank yang seketika menjawab panggilan.“Ada apa?”“Gadis itu datang lagi,” ujarnya, memberi pengaduan disaat mata terus memperhatikan pertengkaran antara Irene dengan seorang petugas keamanan yang baru. “Dia bahkan sudah menamp
Athena baru saja membereskan meja kerjanya. Dan dia sudah bersiap-siap hendak beranjak pergi untuk pulang ke rumah, namun tiba-tiba saja sebuah panggilan dari ruang kerja Hagen menghentikan dirinya seketika. Disela-sela perasaan gugup yang ditutupi dengan rasa percaya diri, Athen pun berjalan mendekati ruangan kerja atasannya tersebut.Wanita itu mengetuk pintu sebanyak dua kali, sebelum akhirnya terdengar suara maskulin yang mempersilahkan masuk dari dalam.Awalnya Athena memilih untuk mengintip sedikit dengan memasukkan kepala lebih dahulu, namun setelah Hagen menyuruhya menutup pintu, wanita itu pun masuk ke dalam dengan langkah perlahan-lahan dan penuh kehati-hatian.Jelas sekali bahwa dia sengaja mengulur waktu, hal yang tentunya sudah Hagen ketahui.Pria itu pun menunjuk kursi yang ada di hadapannya menggunakan isyarat anggukan dagu.“Duduklah, ada hal yang ingin kudiskusikan denganmu,” jelas Hagen, yang semakin membuat sekr
Tanpa menyusul Camellia, Hagen malah berjalan menuju ruangan di mana meja bar berada. Dia duduk sebentar di salah satu sofa sembari menikmati cairan keemasan yang baru saja dituang di atas gelas kristal. Matanya tampak fokus memandang ke luar jendela, dengan guyuran hujan di luar sana.Dia tidak mengira akan turun hujan secara tiba-tiba, sehingga Hagen tidak sempat memberikan perintah baru untuk para penjaga di luar gerbang.Setelah beberapa waktu menikmati cairan penghangat tubuh itu, akhirnya Hagen pun mengeluarkan ponsel dan mencoba untuk menghubungi seseorang.“Halo,” jawab suara di seberang dengan nada terdengar kesal. “Ada apa lagi kali ini?”Seketika Hagen pun memeriksa layar ponselnya, memastikan bahwa dia tidak menghubungi orang yang salah. Setahunya hanya ada satu pria yang akan menjawabnya dengan sambutan tidak ramah, yaitu Timothy, tetapi melihat nama yang tertera di ponselnya adalah Connor Black, Hagen pun sempat berta
Brandon Brown menatap Jaxon yang menahannya untuk tidak pergi ke Lancester, hal itu membuat dia terdiam sembari berpikir cukup lama.Dan mendengar suara tangis Athena yang memohon-mohon agar dia segera menyelesaikan urusan dengan Hagen semakin membuat pria itu pun terpukul.Belum lagi karena kejadian ini Brandon harus memikirkan ulang rencana ke depan.“Aku tidak bisa membiarkan gadis itu menghadapi Hagen sendiri,” gumamnya, sembari memandang wajah-wajah dari para anggota Red Cage yang sedang berkumpul di sekitar. “Dia bahkan dengan berani memberikan uang buka mulut.”Ekspresi yang Brandon tunjukkan lebih seperti rasa kesal. Dia sadar bahwa sahabatnya itu pastilah di ambang rasa putus asa untuk menariknya ke Lancester, karena Blake Hagen tidak dapat melakukan apa-apa bila Brandon berada di Denver. Daerah ini bukanlah teritorialnya, sehingga menyakiti salah satu anggota Red Cage dapat mengakibatkan perang terbuka bagi keduanya.
Sebuah panggilan dari sekretaris pribadinya membuat Hagen pun menghentikan pekerjaan sejenak. Dia mendengarkan dengan seksama apa yang baru saja Athena sampaikan.“Sir, Mrs. Duncan ingin bertemu.”“Siapa? Ulangi lagi?” tanya Hagen, berpikir bahwa mungkin saja dia salah mendengar. Tetapi saat Athena mengulang satu nama, dia yakin mungkin sekretarisnya itulah yang salah paham.“Dia tidak dipanggil dengan Mrs. Duncan, tetapi sudah berganti menjadi Mrs. Winston,” kata Hagen, meluruskan. “Tapi, bagaimana kau bisa mengetahui bahwa dia Mrs. Duncan?”Untuk sesaat Athena tampak gelagapan. Jelas sekali bahwa dia tidak siap dengan pertanyaan barusan.Hal itu Hagen tanyakan, karena tidak mungkin Amanda mengatakan bahwa dirinya adalah Amanda Duncan disaat-saat wanita itu bersikeras telah mengganti nama.“Ah, itu … beliau mengatakan bahwa dirinya adalah Ibu dari Miss Camellia Duncan.”