“Sudah? Mau nambah nggak?” ucap Irwan. Dia memeluk tubuh ramping sang istri yang kelelahan disampingnya.
“Ih, udah ah. Aku mau pulang. Hmmm, nanti mau makan apa? Biar aku masakin. Maksudnya Bi Siti.” Nilam meringis memperlihatkan giginya.
“Mandi dulu.apa aja, nggak mau pulang ke rumah? Nanti biar aku suruh asisten untuk tinggal di rumah baut nemenin.” Irwan duduk dan meraih handuk yang ada di gantungan baju. Dia kemudian melemparkan satu ke arah istrinya, dan untuk dia pakai sendiri satu.
“Kalau masih di rumah Kakak gimana? Setidaknya aku tidak bolak-balik kalau kamu nggak pulang. Aku nggak enak kalau tinggal dengan orang lain.” Irwan tersenyum. Dia mencium pucuk kepala sang istri.
“Kenapa? Kamu nggak mau?” ucap Nilam.
“Bukan gitu, tapi siapa tahu kamu mau pulang. Aku nggak masalah mau tinggal di mana saja, y
“Ogah, bye aku tunggu di rumah. cepat selesaikan, cepat pulang. Maka kau akan mendapatkanku seutuhnya. Mau berapa kali? Aku siap terlentang.” Nilam bergelayut manja di leher sang suami.“Ck, ya sudah. Hati-hati. nggak usah ngebut. Tunggu aku, ya? Hmmm, jadinya kapan wisuda?” Irwan memegang pinggang sang kekasih halalnya tersebut.“Bulan depan. Ini sudah selesai tinggal nunggu saja.” Irwan meremas bibir istrinya dengan mulutnya. Lelaki itu memeperdalam lumatannya dengan memegang tengkuknya.“Hati-hati, tunggu aku di rumah. Ini nggak jadi ke mall?” Mat Irwan berkedip-kedip.“Nunggu kamu libur saja. Aku akan menghabiskan uangmu, Dokter Irwan.” Nilam memegang bibir suaminya dengan telunjuknya.“Boleh,” Irwan tersenyum. Dia mencium sekali lagi bibir sang istri kemudian melepaskannya. Nilam menarik tasn
Selepas makan siang Bayu pamit sama Rara pulang. Dia sudah memerintahkan kepada wanita itu agar mengosongkan jadwalnya sampai besok pagi. Dia ingin bersama istrinya kali ini. hari-hari panjang karena membereskan kekacauan yang dibuat Stefan baru saja berlalu. Dia ingin menikmati sejenak hari santainya dengan sang istri. Bayu berlari sedikit cepat menuju ke tempat parkir. “Bay, mau ke mana?” ucap Miranda. Bayu membalik badan.“Pulang, kenapa?” Miranda terlihat menggoda Bayu. Wanita itu memang murahan dan tidak tahu malu.“Aku tahu istrimu hamil dan gendut. Mestinya dia kurang hebat di ranjang karena kondisinya. Aku mau menemanimu.” Bayu mencekal tangan Miranda yang lancang memegang dadanya.“Dengar! Jangan coba-coba menyentuhku! Ku kira kau mengenalku dengan baik, Mira. Sebab hubungan kita di masa lalu tidak sekejap. Tapi ternyata tidak. Aku bukan laki-laki yang hanya mementingkan
Irwan dan Bayu hampir bersamaan masuk ke rumah. Bayu terlebih dulu masuk dengan mobil sedannya, disusul tidak berapa lama Irwan dengan mobil sport. Mereka keluar dan saling sapa setelanya. “Tumben lebih siang? sudah rampung semua?” sapa Irwan.“Sudah, besok tinggal ketemu klien untuk teken kontrak baru. Menang tender lagi. Kamu nggak tertarik invest, Wan?” Dari arah pintu gerbang Pak Satpam datang karena Bayu melambaikan tangannya. “Tolong ambil makanan di dalam jok,Pak.Kasih Mbok Siti atau asisten yang lain.” Mereka mulai masuk ke rumah itu hampir bersamaan.“Kita bicarakan saat makan saja nanti. Biar lebih santai.” Irwan langsung masuk ke kamarnya. Tidak beda dengan Bayu juga masuk ke kamar. Dia langsung ke kamar mandi. Mandi lebih segar. Dia menyugar rambutnya yang basah. Tidak lama Eliana datangd ari luar. Dia langsung memeluk sang suami.“Pesananku mana?&rd
Hari ini Bayu jadwalnya akan menjenguk Toni di penjara. Namun sebelumnya, dia menjenguk adik-adiknya di panti asuhan. Adik Toni yang paling kecil menghampirinya. “Hai anak manis, hari ini sudah minum susu?” ucap Bayu.“Sudah, Kak. Kak Bayu, mana Kak Toni?” Bayu tersenyum walau hatinya sakit.“Kak Toni sedang bekerja, kamu tahu? Biar nanti dapat uang banyak.” Anak itu kegirangan mendengarnya.“Kalau dapat uang banyak, bisa belis sepeda, ya?” Bayu tersenyum.“Kamu ingin sepeda? Besok Kak Bayu sampaikan, ya? Untuk membelikan sepeda.” Bukan sampaikan, tapi Bayu akan membelikan sepeda untuk dia. Bayu sudah berjanji akan menyejahterakan adik-adik si Toni. Maka tidak boleh setengah-setengah. Dia akan memberikan keperluan untuk adik-adik Toni tersebut.“Kak Bayu, sebenarnya Kak Toni ke mana? Apakah terjadi sesuatu?”
Bayu ke penjara tempat Toni dikurung. Lelaki itu menunggui di ruang tunggu. Mereka memang tidak bisa ketemu antar tubuh. Hanya dinding kaca yang melingkupinya. “Ton, sehat?” Toni terlihat berkaca-kaca.“Terima kasih, Bayu. Kamu masih peduli padaku.” Toni terlihat berkaca-kaca.“Ini ada makanan untukmu. Aku tadi dari panti asuhan. Aku minta maaf terpaksa bilang pada Lina.” Bayu merasa menyesal karena sudah mengatakannya kepada Lina tentang Toni.“Tidak apa-apa, Bay. Memang seharusnya Lina tahu.” Toni merasa kecewa bukan karena Bayu mengatakannya.tapi karena dirinya sendiri. mengapa dia bisa kasih contoh yang tidak baik untuk adik-adiknya? “Tanggapan dia bagaimana, Bay.” Toni tidak sanggup memandang wajah Bayu. Dia merasa sangat malu. Inikah orang yang dulu dia benci setengah mati karena pelanggannya pada lari? Yang sebenarnya adalah bosnya sendiri.
Bayu sudah di rumah sekarang dia merebahkan diri di kasur empuknya. Hampir saja dia terlelap ketika dering ponsel membuatnya terjaga kembali. Sebuah vidio call dari snag istri. “Hai, sduah masuk ke ruang dokter? Bagaimana?” Eliana memperlihatkan ke layar besar hasil gambar USGnya. Terlihat sangat sehat bahkan bergerak sangat aktif.“Wow, cowok apa cewek? Sudah kelihatankah?” Dokter terdengar menjelaskan, Bayu yang tadi bertanya juga mendengarkan. “Oh, jadi cowok dok?” Tapi ternyata ada dua, jadi sepertinya kembar. “Yang bener, Dok? Kembar? Wah, jagoanku sekaligus ada dua. Aku sangat bahagia. Sayang, terima kasih.” Tapi Eliana malah nyengir dan menganggap Bayu lebay.“Ih, nggak apa-apa lebay. Baiklah, masih lama nggak? Aku gemes pingin nyusulin kamu.” Bayu terlihat bangkit dan memakai bajunya. Tapi ternyata pemeriksaan sudah selesai.“Nggak usah menyusul. S
Irwan baru pulang ketika pukul delapan malam. Lelaki itu menyapa seisi rumah. Irwan kemudian ke kamar dulu untuk mandi. Walau sudah diseprot segala macam, tetap saja habis dari rumahs akit yang banyak penyakit. Bajunya saja, dia pisahkan. Sedangkan Nilam membuatkan minuman untuknya. Tidak berapa lama, Irwan turun dan bergabung bersama mereka.Eliana masih bergelayut mesra di lengan sang suami. Irwan tersenyum, hampir semua wanita hamil memang sangat manja. “Apa senyam-senyum? Sudah makan belum?” ucap Nilam.“Sore tadi sudah makan yang sedikit berat. Masih kenyang. Mungkin minum saja.” Nilang bangkit dan memabawakan satu gelas susu rendah kalsium dan satu teh lemon hangat.“Silakan, Mas. Habis minum aku mau ngomong.” Irwan tersenyum dan menjawil dagu sang istri.“Ada maunya ternnyata? Tapi nggak apa-apa. Semua untukmu.” Satu ciuman mendarat di bibir sang
Hari ini waktunya Nilam wisuda. Dia sendiri sudah sibuk dari pagi karena harus dirias sedangkan Irwan suaminya berangkat malam belum pulang sampai pukul delapan, padahal acara pukul sembilan. Saat pandemi seperti ini, acara sibatasi. Kali ini wisuda juga dilakukan dengan alternatif lain. Nilam sudah cantik jelita dengan balutan kebaya yang dirangkep dengan baju toga.“Sudah ayo bernagkat. Nanti Irwan pasti nyusul, Nil. Mas Bayu juga sekalian rapat katanya menyusul. Jangan risau!”:Eliana sudah siap juga dengan dandanan yang agak sedikit lebih cantik dari baisanya. Dia juga pasang bulu mata. Mereka pergi diantar oleh supir. Sepanjang jalan, Nilam hanya diam saja. Dia memang sedikit marah sama sang suami kali ini. Mengapa tidak mengabarinya. Ditelepon juga susah. Katanya mau pulang segera.Sementara itu, Irwan sedikit kesal dengan Risa yang hari ini tidak datang praktrek. Mungkin Risa sudah tahu jika hari ini Nilam akan wisuda. Wani