Antara sedih dan gembira Brisya bingung merasakan perasaannya saat Aji mengganti nomor ponselnya dengan nomor baru. Ia baru saja bisa mendengar lagi suara Haris yang ia rindukan, suara yang membuat detak jantungnya berdebar kencang. Entah bagaimana caranya Haris bisa menemukan Brisya di Rumah Sakit itu, bahkan Brisya lupa untuk bertanya. Saat melihat Haris tampak kurus dan tak terawat, diam-diam Brisya merasa bersalah. Entah apa yang sudah ia lewati, seberapa sedih Haris merasakan kesendiriannya Brisya tak pernah tahu. Yang pasti Brisya merasa hancur saat mengetahui kenyataan bahwa Haris selama ini menunggunya. Mengapa takdir seolah mempermainkan perasaan mereka berdua??Terkadang Brisya ingin kabur dari Aji dan kembali pada Haris namun ia yakin Aji tak akan tinggal diam begitu saja. Ia tahu bagaimana watak Aji, bisa saja Aji lebih nekat dari yang sudah pernah ia lakukan pada Haris dulu. Brisya hanya bisa menunggu, ke manapun takdir akan membawanya nanti. Hari ini jadwal Brisya kont
Haris mengawasi ke sekeliling kamar tempatnya bersembunyi. Melihat kamar yang luas, rapi dan bernuansa putih, hatinya sedikit nyeri. Seharusnya dialah yang hidup bersama Brisya saat ini, bukan Aji!!Ragu Haris mendekat ke tempat tidur berukuran king size di hadapannya. Ia menyentuh ranjang itu dengan sedih. Di sinilah Brisya tidur berdua dengan Aji, bercumbu dengannya, bahkan mungkin berkali-kali dalam semalam. Haris menahan degupnya yang penuh emosi. Ia memejamkan mata rapat-rapat, tak kuasa membayangkan semua perlakuan Brisya di belakangnya. Ia mati matian menjaga diri namun yang ia dapat dari Brisya justru sebaliknya. Terdengar suara knop pintu diputar, Haris menolehi pintu yang kemudian terbuka. Brisya muncul masih dengan bathrobenya yang memperlihatkan dengan jelas perut dan payudaranya yang menonjol. Dada Haris berdesir lagi melihatnya. Ia membuang muka. "Apa kalian tidur di sini??" tanya Haris konyol, ia sudah tahu pasti jawabannya tapi masih saja bertanya. Brisya mengangguk
Haris melangkah gontai memasuki apartemen Hendri yang gelap gulita, seluruh tubuhnya seolah tak bertenaga. Emosinya sudah terkuras habis selama perjalanan pulang dari apartemen Brisya dan Aji. Ia menumpahkan semua kesal, amarah, kecewa dan cemburunya dengan menangis, berteriak dan menyakiti dirinya sendiri selama berada di perjalanan pulang. Kini hanya tinggal lelahnya yang tersisa. Ting tong ting tong...Haris menghentikan langkahnya dan menarik nafasnya yang terasa berat. Ia hampir sampai di kamarnya namun suara bel di pintu membuat ia penasaran siapa yang datang. Brisyakah yang menyusulnya kemari?? Lekas Haris berbalik dan setengah berlari membuka pintu. Tapi nafasnya sontak tertahan saat melihat seorang wanita yang tak ia kenal berdiri di sana. "Hai, saya Zunita!" sapa wanita itu lugas.Haris mengawasinya bingung, apa wanita ini kenalan Hendri??"Apa bisa saya berbicara denganmu sebentar?" lnjut Zunita saat Haris diam mematung. Haris membuka pintu lebih lebar, ia mempersilahka
Pintu lift terbuka, Hendri merapatkan coatnya dan bersiap untuk keluar. Ia mendongah dan tertegun saat melihat wanita yang selama ini ia cari berdiri di hadapannya, tepat di depan pintu lift yang terbuka. Zunita juga terbelalak melihat dokter itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Sepertinya ia melewatkan sesuatu. Apa mungkin dokter Eka adalah kakak dari Haris?? Yang ia tahu Haris memiliki seorang kakak laki-laki bernama Hendri, apa mungkin dia adalah Eka Hendri yang berdiri di hadapannya sekarang?? Jantung Zunita berdegup kencang. Zunita segera berpaling dan masuk ke dalam lift tanpa memperdulikan Hendri. Ia bertingkah seolah tak mengenalnya. Hendri urung keluar dari lift. Terlebih saat ia tahu kini hanya ada dia berdua dengan Zunita di dalamnya. Ragu Hendri melirik Zunita yang berdiri mematung memunggunginya. Pintu lift tertutup, Zunita menekan tombol angka 1. Hendri tak bergeming. Lift terlebih dahulu naik ke lantai atas. "Hai," sapa Hendri ragu saat Zunita tak sekalipun menolehi
Sejak penolakan Brisya, Haris mulai menata lagi hidupnya. Meski tak lagi sama namun ia berusaha untuk bangkit dan membuktikan pada Brisya bahwa ia tak menyerah untuk menjadi lelaki yang lebih baik. Sudah cukup Haris terpuruk karena wanita, ia akan menunjukkan pada Brisya bahwa ia bisa lebih mapan dari Aji. Ia bisa memberi materi lebih dari Aji. Meski tanpa bekerja pun Haris tidak pernah hidup kekurangan namun ia bertekat untuk menjadi lebih mapan dan mandiri. Ia mulai fokus pada karier yang sempat ia abaikan. Hendri yang penasaran dengan perubahan sikap Haris jadi bertanya-tanya sendiri, mengapa adiknya bisa berubah sedemikian cepat? Apa yang terjadi dengannya?? Apa ia jatuh cinta lagi??Dalam seminggu Haris mulai mempromosikan jasa Desain dan Arsitekturnya melalui online dan offline. Ia harus memulai lagi dari nol. Beruntung klien-klien lamanya puas dengan hasil kerja Haris jadi mereka ikut membantu mempromosikan ke rekan kerja mereka masing-masing. Urusan perceraian Haris dan Veg
Haris sudah bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik demi kebahagiaan Brisya. Meski Zunita berpihak padanya namun Haris tak ingin serta merta percaya dan semakin curiga padanya. Surat Putusan cerai antara Haris dan Vega sudah keluar. Beberapa pekerjaan desain mulai membuat Haris sibuk setiap hari. Ia sedikit bisa melupakan sakit hatinya akan perlakuan Brisya padanya. Bisa saja Haris melupakan Brisya dan mencari perempuan lain namun sebelum itu ia ingin memastikan siapa ayah dari bayi yang dikandung olehnya. Sedikit banyak rasa sakit yang Haris rasakan mulai membuat ia kuat, Haris tidak ingin terpuruk lagi. Saat sedang berkutat dengan laptop, ponsel Haris berdering di samping mejanya. Haris mengawasi layar ponselnya sekilas. Zunita is calling..Haris menarik napasnya dalam dan memungut ponselnya cepat."Hallo.""Hai, Haris, besok sore jadwal Brisya kontrol!" Haris menghembuskan nafasnya berat."Lalu??" sahutnya dingin."Apa maksudmu dengan lalu?? Kamu nggak mau bertemu Bris
Jam masih menunjukkan angka 6, masih ada 3 jam tersisa bagi Haris untuk bersama Brisya malam ini. Sesekali Haris menolehi Brisya yang sedari tadi hanya diam tak bersuara. Entah mimpi apa Haris semalam, ia sungguh tidak menyangka bisa berdua dengan Brisya di dalam mobilnya. "Kita makan dulu ya, Briy?" tanya Haris meminta persetujuan.Brisya tak bergeming, wajahnya masih tegang dan tak sekalipun menolehi Haris. "Brisya, kamu pengen makan apa?" tanya Haris lagi tak enak hati, mobilnya sudah melaju jauh dari Rumah Sakit. "Aku pengen pulang!" sahut Brisya dingin. Ia sungguh menyesal dengan keputusannya kali ini. Bila sampai Aji tau mampuslah Haris nanti."Kita makan dulu, ya, setelah itu aku antar kamu pulang." Haris melajukan mobilnya lebih cepat, ia menuju restoran private yang biasa ia kunjungi bersama Hendri. Brisya melirik Haris takut, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Brisya sangat senang bisa menikmati momen berdua dengan Haris seperti ini. Ia ingin menyentuh tangan Hari
Sejak pertemuan dengan Haris seminggu yang lalu pikiran Brisya tak bisa fokus. Ia kini lebih banyak melamun dan menghabiskan waktu dengan tidur. Ada rindu yang Brisya rasakan usai mereka berpisah kemarin, dan entah mengapa kesibukan Aji yang semakin tak kenal waktu membuat Brisya semakin merindukan sosok Haris. Brisya seperti hampir gila rasanya..Saat di perjalanan pulang Haris bercerita bila ia kini tinggal di apartemen kakaknya. Haris tak bercerita banyak mengenai sosok kakaknya ini dan Brisya takjub saat mendengar bahwa Haris sangat akrab dengan kakaknya. Ia tahu benar Haris sangat introvert, apalagi sudah lama Haris tak bertemu dengan kakak kandungnya.Brisya jadi penasaran seperti apa sosok kakak Haris..Mendengar Haris bercerita membuat Brisya seolah kembali ke masa-masa indahnya saat di panti. Dan entah mengapa Brisya jadi rindu pada Bu Rahmi dan Bu Shila, ia ingin sekali datang berkunjung namun pasti Aji tak akan memberi ijin. Kembali ke panti seolah membuat Aji berpikir bahw