Jam masih menunjukkan angka 6, masih ada 3 jam tersisa bagi Haris untuk bersama Brisya malam ini. Sesekali Haris menolehi Brisya yang sedari tadi hanya diam tak bersuara. Entah mimpi apa Haris semalam, ia sungguh tidak menyangka bisa berdua dengan Brisya di dalam mobilnya. "Kita makan dulu ya, Briy?" tanya Haris meminta persetujuan.Brisya tak bergeming, wajahnya masih tegang dan tak sekalipun menolehi Haris. "Brisya, kamu pengen makan apa?" tanya Haris lagi tak enak hati, mobilnya sudah melaju jauh dari Rumah Sakit. "Aku pengen pulang!" sahut Brisya dingin. Ia sungguh menyesal dengan keputusannya kali ini. Bila sampai Aji tau mampuslah Haris nanti."Kita makan dulu, ya, setelah itu aku antar kamu pulang." Haris melajukan mobilnya lebih cepat, ia menuju restoran private yang biasa ia kunjungi bersama Hendri. Brisya melirik Haris takut, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Brisya sangat senang bisa menikmati momen berdua dengan Haris seperti ini. Ia ingin menyentuh tangan Hari
Sejak pertemuan dengan Haris seminggu yang lalu pikiran Brisya tak bisa fokus. Ia kini lebih banyak melamun dan menghabiskan waktu dengan tidur. Ada rindu yang Brisya rasakan usai mereka berpisah kemarin, dan entah mengapa kesibukan Aji yang semakin tak kenal waktu membuat Brisya semakin merindukan sosok Haris. Brisya seperti hampir gila rasanya..Saat di perjalanan pulang Haris bercerita bila ia kini tinggal di apartemen kakaknya. Haris tak bercerita banyak mengenai sosok kakaknya ini dan Brisya takjub saat mendengar bahwa Haris sangat akrab dengan kakaknya. Ia tahu benar Haris sangat introvert, apalagi sudah lama Haris tak bertemu dengan kakak kandungnya.Brisya jadi penasaran seperti apa sosok kakak Haris..Mendengar Haris bercerita membuat Brisya seolah kembali ke masa-masa indahnya saat di panti. Dan entah mengapa Brisya jadi rindu pada Bu Rahmi dan Bu Shila, ia ingin sekali datang berkunjung namun pasti Aji tak akan memberi ijin. Kembali ke panti seolah membuat Aji berpikir bahw
Sejak Brisya ditinggal di Panti oleh perempuan yang ia panggil "Mami", hanya Bu Shila dan Bu Rahmilah wanita yang merawatnya hingga ia tumbuh besar dan menjadi gadis yang cantik seperti sekarang. Rasanya sangat tidak adil ketika Brisya sudah hidup mapan justru ia tak bisa membalas budi mereka berdua. Ada sesal di hati Brisya karena ia tak pernah lagi mendatangi tempatnya di besarkan ini setelah menikah dengan Aji. Brisya memperhatikan isi kamarnya yang tak banyak berubah. Bu Shila masih memajang foto Brisya kecil di atas meja belajar. Semua masih sama kecuali lemari Brisya yang kini tak ada satupun bajunya di sana. Brisya mengusap air matanya sedih, pantas saja seharian ini ia sangat rindu pada suasana panti rupanya Bu Rahmi sedang sakit. Ikatan batinnya dengan ibu asuhnya sangat kuat. Usai memastikan semua anak-anak panti tidur di kamarnya masing-masing, Brisya beranjak keluar dari Panti untuk menghirup udara segar. Dulu Brisya bisa bebas ke sana ke mari tanpa kekangan, entah menga
Haris menutup pintunya dengan keras. Pipinya masih terasa panas oleh tamparan kecil Brisya. Ia tak habis pikir mengapa Brisya masih saja keras kepala dan bertahan dengan Aji. Bila Brisya hanya mencintai Haris harusnya ia tidak perlu ragu untuk meninggalkan Aji, bukan?Ragu Haris membuka laci di bawah tempat tidurnya, laci itu sempat kosong karena Hendri membuang semua minumannya namun sekarang sudah di isi lagi oleh Haris. Namun bayangan wajah Brisya tiba-tiba membuat Haris urung mengulurkan tangannya untuk meraih satu botol minuman favoritnya. Sial!! Mengapa ia masih saja memikirkan Brisya!!Tadi siang saat Zunita tiba-tiba mengiriminya pesan whatsapp dan mengatakan bila Brisya sedang menuju kota kecilnya, Haris seperti mimpi di siang bolong. Ia cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan menyusul kemari. Ia tak lagi menghiraukan puluhan kilometer jarak yang harus ditempuh hanya untuk melihat Brisya. Haris bahkan sudah merindukan kekasihnya itu sejak ia mengantar Brisya pulang ke ruma
Sejak menikah dengan Brisya, Aji memutuskan untuk menghandle restoran keluarga yang memiliki puluhan cabang di berbagai kota. Resikonya adalah ia harus berkeliling setiap minggunya untuk mengecek keperluan dan segala sesuatu di setiap restoran. Lelah? Pasti. Dan mau tidak mau Aji harus sering berpisah dengan Brisya demi pekerjaannya. Waktu bersama Brisya terasa sangat berharga meski hanya sehari dua hari. Tak pernah Aji mengeluh meski dalam satu minggu ia bisa berada di tiga kota yang berbeda. Semua ia lakukan hanya demi Brisya bisa hidup nyaman dan terjamin tak kurang satu apapun. Aji tak ingin merepotkan orang tuanya, meski tanpa bekerjapun ia bisa hidup mapan namun Aji tak menginginkan hal itu. Saat sedang sibuk mengecek tiap restorannya waktu terasa cepat berlalu, Aji kadang sampai lupa bila ia belum makan sejak pagi. Bila sudah selesai dengan pekerjaannya dan Aji harus beristirahat di hotel maka terkadang ia lupa untuk menghubungi Brisya, tidur baginya lebih penting ditengah
Seharian ini Haris menghabiskan waktunya berdua dengan Brisya. Rasanya seperti mimpi karena Haris bahkan tak pernah membayangkan akan tiba hari di mana ia bisa berdua dengan Brisya seperti dulu di panti. Hanya berdua. Usai membantu membuat camilan anak-anak, Haris menyantap sarapan buatan Brisya dengan lahap. Ia juga membantu Brisya bersih-bersih karena Haris tidak ingin pujaan hatinya itu kelelahan. Haris menyapu, mengepel bahkan mencuci piring-piring kotor dan membersihkan kamar anak-anak. Melelahkan memang, namun ia menyukainya, terlebih setelah melihat Brisya tersenyum rasanya semua letih lenyap begitu saja. "Om, aku bikinin es teh, ya?" tawar Brisya saat melihat Haris duduk tepar di halaman belakang untuk beristirahat. Haris menoleh dan tersenyum, "Nggak usah, Briy. Nanti kamu capek. Kemarilah, temenin aku aja di sini." "Nggak capek, kok, lagian daritadi yang kerja kan Om Haris, aku cuma jadi mandor. Bentar ya aku bikinin dulu!" Brisya beringsut ke dapur dan lekas membuatka
'Lokasi update pemilik nomor ponsel 082555662x berada di kota xxxxxxx ' Aji mengernyitkan keningnya bingung, ini kan di panti? Apa yang Brisya lakukan di panti?? Tubuh Aji berkeringat dingin, apa mungkin Brisya ke sana untuk menemui Haris?! Beraninya Brisya pergi ke sana tanpa Aji!! Brisya is calling ...Aji tersentak memegang ponselnya yang tiba-tiba berdering. Nafasnya tertahan penuh emosi. "Halo!" sapa Aji dingin. "Halo, tadi kamu telefon aku, ya, Ji? Ada apa?""Lagi di mana kamu!"tanya Aji berusaha sabar."Hmmm, kenapa emangnya? Kamu sudah makan, Ji?""Jangan mengalihkan pembicaraan! Aku tanya kamu lagi di mana?" tukas Aji mulai emosi."Tapi kamu jangan marah, ya? Aku lagi di Panti sekarang.""Ngapain? Kenapa nggak pamit?!" "Bu Rahmi sakit, Ji, aku pulang karena aku kangen mereka," terang Brisya sedih."Kangen sama Haris juga?!" cecar Aji dingin. "Kenapa, Ji? Suara kamu putus-putus ...""Di sana lagi ada Haris, kan? Kamu lagi ketemuan sama dia juga kan!" Brisya tak menyah
Brisya lebih dulu sampai di apartemen sebelum Aji datang. Ia memasak makanan kesukaan Aji dan berharap kesalahpahaman diantara mereka terselesaikan. Brisya bersalah sudah pergi tanpa pamit namun ia sendiri tak ingin disalahkan bila Aji menuduhnya sengaja janjian dengan Haris. Hingga petang Aji tak juga muncul, Brisya menatap layar ponselnya bimbang. Ia ingin menelefon namun sepertinya Aji tak akan merespon. Masakan yang tadi Brisya siapkan sudah dingin, tentu Aji tak akan mau menyentuhnya lagi. Saat jam sudah menunjukkan angka 10, Brisya mulai pasrah. Sepertinya Aji tak akan pulang hari ini. Brisya masuk ke dalam kamar dan meletakkan ponselnya di meja nakas di samping tempat tidur. Twins mulai bergerak aktif di jam malam seperti ini, kadang Brisya tak bisa tidur nyenyak bila twins sedang asyik bermain sepak bola di dalam perutnya. Hampir saja Brisya terlelap saat kemudian ia mendengar suara pintu di tutup. Brisya membuka mata, Aji berdiri di depan pintu dan berjalan memasuki kamar