Share

Bab 16

"Kak Jihan ...."

Tersadar dari keterkejutan, Jefri segera memanggil Jihan, tetapi Jihan sama sekali tidak menoleh.

Sambil melihat Jihan yang berjalan pergi itu, Emil bertanya terheran-heran pada Jefri, "Ada apa dengan sepupumu?"

Jefri hanya tersenyum dan berkata, "Dia adalah satu-satunya pewaris Keluarga Lionel. Karena beban yang dipikulnya besar, kadang-kadang temperamennya sedikit aneh. Jadi, kamu dan Nona Wina jangan memasukkan perbuatannya ke dalam hati."

Setelah menjelaskan, Jefri mengambil gelas anggur sambil minta maaf kepada Emil dan Wina, "Sebagai hukuman, aku menggantikannya minum sampai habis."

Setelah menghabiskan dalam sekali teguk, Jefri meletakkan gelas ke meja dan berkata dengan ramah, "Kalian lanjut main dulu, aku pergi cek Jihan."

Kesopanan Jefri membuat Emil tidak punya alasan untuk tidak melepaskannya, "Kalau begitu, kita buat janji lagi lain waktu."

Jefri mengangguk, lalu mengenakan kemeja, mengambil jas dan bergegas pergi.

Yeni masih ingin bermain, tetapi melihat akan Jefri pergi, dia tidak punya pilihan selain mengikuti Jefri.

Begitu orang-orang itu pergi, ruangan itu menjadi sepi. Emil merasa sedikit tidak senang sambil mengusap keningnya.

Awalnya, dia ingin Jihan bersenang-senang, lalu membicarakan masalah proyek bisnis. Namun, sebelum bisa membahas masalah proyek, orangnya sudah pergi. Sungguh tidak beruntung.

Emil yang sudah tidak tertarik untuk bermain, melambaikan tangannya untuk mengusir yang lain keluar dari ruangan.

Setelah semua orang pergi, dia menoleh ke Wina. Matanya penuh dengan kecurigaan, "Kamu dan Jihan saling kenal?"

Emil menyadari Jihan dari awal sudah mempersulit Wina. Terutama setelah mendengar bahwa dia sudah tidur dengan Wina, Jihan semakin mempersulit Wina.

Hal tersebut cukup menunjukkan bahwa mereka berdua saling kenal dan hubungan mereka tidak dangkal.

Wina masih berlutut, wajah berlumuran anggur merah, tetapi tetap masih terlihat cantik.

Wina dengan perlahan menyeka anggur merah di wajahnya sambil menjawab dengan pelan, "Iya, kenal."

Seperti yang diduga. Emil sedikit membungkuk dan menatap Wina dengan dalam-dalam, "Gimana kalian bisa saling kenal?"

Wina tahu apa yang Emil curigai dan menjawabnya dengan tenang, "Aku tahu aku mirip Nona Winata, jadi waktu mengantarkan dokumen kepada Pak Jihan, aku memasukkan sesuatu ke dalam minumannya. Aku pikir setelah tidur dengannya, aku bisa mengubah statusku ini. Tapi, nggak kusangka dia menyadari trikku dan mengusirku. Mungkin karena ini dia menghinaku murahan."

Penjelasan itu menghilangkan setengah kecurigaan Emil.

Emil awalnya mengira Jihan dan Wina memiliki semacam hubungan kekasih.

Lagi pula, jika seorang pria mempersulit seorang wanita pasti karena cinta.

Namun, Emil tidak menyangka Wina pernah mencoba merayu Jihan, tetapi gagal. Kemudian, Jihan yang merasa tersinggung itu mengambil kesempatan ini untuk balas dendam kepada Wina.

Ada satu hal lagi yang membuat Emil terkejut. 'Apa Wina benaran ingin tidur dengan Jihan? Bukannya dia nggak tertarik pada uang?'

Wina sepertinya menyadari keraguan Emil dan berkata dengan datar, "Aku dulu menyukainya."

Sorot mata Wina yang memancarkan perasaan pernah mencintai itu membuat Emil percaya dengan ucapan tersebut.

"Ternyata begitu."

Setelah semua keraguannya hilang, Emil menarik Wina duduk di pangkuannya.

Jari-jari dingin menyeka anggur merah di wajah dan lehernya, membelai anggur merah sambil menyekanya.

"Sayang, aku nggak sangka kamu akan begitu agresif sampai menaruh obat kepada Jihan."

Sayang sekali Jihan bukan tipe pria seperti itu. Jika Emil berada di posisi itu, Emil pasti sudah langsung menikmati Wina.

Wina tidak berani bergerak karena takut membangkitkan salah satu orang Emil.

Wina hanya bisa menahan rasa jijik dan berpura-pura tenang, lalu berkata, "Pak Emil, kalau nanti aku jatuh cinta padamu, aku juga akan bertindak sangat agresif."

Emil mendekatkan wajahnya ke punggung seksi Wina yang basah karena anggur merah. Sambil mencium punggung itu, Emil berkata, "Aku nggak bisa tunggu lebih lama lagi. Sayang, biarkan aku bercinta denganmu."

Setelah mengatakan itu, Emil melepaskan gaun Wina dan hendak melepaskan celananya.

Raut wajah Wina menjadi pucat karena kaget. Dia berjuang mati-matian untuk melepaskan diri.

Namun tak disangka, hal itu malah membuat Emil lebih terangsang. Emil memeluk dan menciumnya dengan liar.

"Pak Emil!"

Wina yang dipeluk dari belakang hanya bisa menahan dada Emil dengan punggung tangannya.

Dia melirik tas yang terletak di sofa seberang. Sama sekali di luar jangkauannya.

Wina sangat cemas hingga tangannya dipenuhi keringat dingin, tetapi dia harus memaksakan dirinya untuk tenang.

"Pak Emil, kamu ingin mendapatkan proyek bisnis dari Pak Jihan, 'kan? Aku punya cara yang bisa membantumu mendapatkannya, selama kamu melepaskanku!"

Ketika mendengar kata proyek, Emil yang sedang memainkan gaun Wina pun berhenti dan bertanya, "Kamu bantu aku mendapatkan proyek itu?"

Emil merasa ragu karena Wina sudah menyinggung Jihan, jadi bagaimana mungkin Wina masih mendapatkan proyek itu.

Wina berkata dengan yakin, "Meskipun aku gagal menjebak Jihan waktu itu, dia tetap sempat mengira aku adalah Nona Winata. Aku bahkan ada rekaman video. Kalau aku menggunakan video ini untuk mengancamnya, aku bisa bantu kamu mendapatkan proyek bisnis itu. Dia pasti akan memberikannya padaku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status