Kezia justru kesal mendengar ucapan ibunya. “Mama ini apaan, sih? Membuatku malu saja di depan calon bosku!” Kemudian sambil bersungut-sungut, dia masuk ke kamarnya.Namun, si ibu masih saja mengejar dan ikut masuk ke kamar untuk memberikan berbagai bujukan bernada sama: menjadi pacar Juna, si bos.Ketika Kezia sedang berada di bawah bujuk dan persuasi level memaksa dari ibunya, Juna saat ini sedang bersama Anika, menikmati waktu berdua mereka di penthouse.“Rasanya sepi nggak ada mbak-mbak yang menemani aku.” Anika menatap sekeliling yang terasa sunyi saat duduk bersama Juna di ruang tengah.“’Kan ada aku, Sayang.” Juna mendekatkan bibirnya ke wajah Anika sambil setengah berbisik.“Mas ini ….” Anika tersipu dan menjauhkan sedikit wajahnya dari Juna yang sedang terkekeh.“Aku sudah pindahkan mereka di apartemen yang aku beli murah dari Hamid. Sebenarnya beberapa apartemen di sana aku ingin berikan ke kamu dan Rafa.” Juna menyampaikan rencana itu sambil meraih jemari Anika untuk dia ma
“Harghhh … mmrrghh ….” Juna masih menggeram sembari menahan sakit di kepalanya.Menyaksikan pria tercintanya dalam kondisi aneh dan kesakitan begitu, bagaimana mungkin Anika tidak langsung berpikiran, ‘Ini tulahku! Ini kesialan yang melingkupi aku. Aku sudah membawa celaka ke Mas Janu!’Juna memicingkan mata menahan sakit di kepala yang mendadak berdenyut hebat dan melihat Anika di depannya yang sudah terduduk dan menangis tanpa suara.“Nik … Sayang, jangan menangis.” Juna menahan sakit sambil meraih Anika untuk dia peluk.“Mas Janu pasti kena tulah aku, ya ‘kan? Hiks! Mas Janu … lihat, benar, ‘kan? Aku ini cuma bawa sial untuk siapa pun pasanganku, hiks!” Anika menangis di dada Juna pada akhirnya.“Tidak, Nik. Bukan karena itu.” Juna kini mengerti kenapa Anika menangis.Sebenarnya dia terharu dengan Anika menangis untuknya ketika melihat dia kesakitan. Di merasa sangat dicintai oleh wanita terkasihnya. Bukankah itu membahagiakan?Sementara itu, Anika menggeleng dan masih tersedu-sedu
Anika seperti mendengar suara Juna memanggilnya, tapi dia tak yakin. “Mas Janu memanggil aku? Tapi kenapa? Untuk apa? Ah, aku mungkin berhalusinasi.”Namun, tak berselang lama, Hartono keluar dari kamarnya dan menyeru ke Anika di lantai bawah, “Anika! Cepat naik! Juna membutuhkan kamu!”Kepala Anika menengadah ke selasar lantai atas, mendapati ayah mertua Juna berteriak panik padanya.“O—Ohh, baiklah, Pak!” Anika pun tidak ragu lagi.Dia bergegas lari menaiki anak tangga karena Juna membutuhkan dia, entah mengenai apa, yang penting dia datang dulu untuk kekasih tercinta.“Erghhh!” Juna masih berjuang menyalurkan energi murni dia melalui dahi Rafa.Ketika dia melihat Anika sudah datang di ambang pintu kamar Hartono, Juna memanggil, “Nik! Kemari, Nik! Bantu aku!”Anika tidak berpikir apa pun selain menuruti pria terkasih. Dia mendekat ke Juna.“Pegangi dan tahan tangan Rafa sambil kamu salurkan energi murni kamu ke dia melalui tangannya!” Juna memberi arahan.Lekas saja Anika melakukan
“Kalian pasti memberikan restu, ‘kan?” Juna menatap Wenti dan Hartono bergantian. “Aku sudah menganggap kalian orang tuaku sendiri. Kalian adalah pengganti ibu dan bapakku.”Kini gantian Juna yang menggunakan kalimat semacam itu kepada Hartono untuk menekan Hartono.Pertama-tama, Wenti menoleh dulu ke suaminya, seakan tak enak jika bicara mendahului sang suami.Hartono paham istrinya pasti menyetujui Anika menjadi bagian dari keluarga mereka.Maka, setelah menghela napas, Hartono berujar, “Ya, kami merestui kalian.”Alangkah plong hati Juna mendengar secara langsung Hartono mengucapkan itu tanpa dia perlu memaksa, tanpa harus berdebat sengit seperti sebelumnya.“Terima kasih, Pa, Ma. Kalian memang keluarga terbaikku.” Juna bangkit dari sofa untuk memeluk ayah dan ibu mertuanya.Rafa ikut gembira, dia tertawa senang sambil bertepuk tangan setelah melepaskan pelukannya ke Anika. Gelak tawa bocah itu sungguh menceriakan siapa pun yang melihatnya.“Sepertinya putra kita juga sangat merest
Juna mendengus geli dan berkata, “Sekarang aku dibilang kaya? Ke mana ucapan aku ini miskin, lelaki tidak becus, lelaki sok hebat, sok , lelaki mokondo, menumpang duit wanita, menjanjikan omong kosong, bocah bau kencur sok berlagak, disuruh bangun jangan mimpi, seenaknya klaim apartemen punya teman. Pfftt!”Mendengar apa yang dijabarkan Juna, kerabat mendiang suami Anika diam seketika, merasa malu karena mereka lebih mengedepankan cemoohan tanpa mencari tahu.“Kalau aku ini cuma bocah tak becus dan miskin, bagaimana aku bisa menginjak kalian?” Juna semakin menyukai momen di mana dia bisa membalas orang lain yang menginjak dia dengan menggilas mereka sekaligus.Kakak mendiang suami Anika terpaksa bersuara, “Lebih baik kita hentikan saling sindir begitu. Alangkah lebih baik kita berdamai. Kita lakukan ini demi Anika.”“Demi Anika? Ha ha ha!” Juna sampai tertawa lepas. “Oh ya, minggu depan, aku menikah dengan Anika. Kalau kalian ingin datang, aku akan berikan undangan ke kalian.”Mendeng
Juna manggut-manggut sebelum berkata, “Bagus, dengan ini aku jadi lebih paham kalau kalian memang tidak pernah menyayangi Anika.”“Apa katamu?” Si kakak emosional tadi mendelik bengis ke Juna.Namun, Juna sudah lebih dahulu menekan tombol di alat komunikasinya untuk memanggil petugas keamanan.“Kalau memang kalian ingin aku membeli minimarket yang tak seberapa itu, yah anggap saja ini perbuatan amal kecilku ke orang seperti kalian, aku ingin melihat dulu sejauh mana kalian menyayangi Anika. Kalau kalian gagal membuatku percaya, maka silakan saja ambil semua toko itu sampai kalian puas.” Juna memberikan janji yang dibalut dengan syarat.Sebenarnya dia tidak serius ingin membeli minimarket itu, tentu dia akan berdiskusi dulu dengan pengacaranya mengenai status dokumen minimarket Jozmart di tangan Edi.Juna hanya ingin kerabat mendiang suami Anika bisa lebih takluk, lebih tunduk, dan melepaskan harga diri mereka pada Anika setelah ini. Itu akan menjadi sebuah hiburan menarik baginya.“Pa
Rinjani segera menghampiri Juna dan Anika. “Kalian kok baru keluar dari butik baju pengantin? Siapa yang hendak menikah?” tanya penuh penasaran sekaligus berdebar-debar.Anika tertunduk sambil raut wajahnya menunjukkan bimbang. Selama ini, Rinjani kerap berkata padanya bahwa wanita itu sangat menyukai Juna. Tapi justru dia yang berhasil menikah dengan pria yang disukai Rinjani.Dia merasa sudah berkhianat terhadap Rinjani.“Aku, Rin. Aku akan menikah minggu depan.” Juna menjawab.“Hah? Menikah? Dengan siapa?” tanya Rinjani sambil terkejut yang sangat jelas kentara di wajahnya.“Ini orangnya.” Juna merangkul bahu Anika sambil meremasnya.Bagaikan disengat ribuan voltase, Rinjani melonjak di tempatnya. “Hah?”Anika semakin merasa tak enak hati dengan respon Rinjani.“Jadi, ternyata kalian selama ini diam-diam pacaran?” Rinjani menyelipkan rasa kesal di nada bicaranya.Juna melirik Anika yang masih saja menundukkan kepala dan mulai memahami apa yang sekiranya berkecamuk di sanubari sang
“Apa dia sudah berani mati, heh?” tanya Dharma. Namun, bukannya pria itu terlihat marah atau murka, dia justru menggerakkan kedua tangannya bagaikan sedang menari sebuah tarian tradisional.Mau tak mau, Rinjani terkikik geli melihat kelakuan ayahnya. “Pfftt!”Alhasil, bukannya kesal, Rinjani jadi tertawa lepas ketika ayahnya semakin menggila dengan berdiri dan benar-benar menari seolah sedang di panggung dan gerakannya cukup lucu dilihat.“Aha ha ha ha! Papa apaan, sih! Ha ha ha!” Rinjani sampai harus memegangi perutnya karena saking gelinya melihat tingkah aneh ayahnya.“Loh, apaan apanya? Papa ini diam-diam anggota sanggar tari, loh!” Dharma berhenti menari. “Tapi itu waktu masih SD dan tak pernah ditunjuk untuk menari karena gerakan Papa kaku, ha ha ha!” Dia tertawa lepas sekeras-kerasnya.Melihat ayahnya berkelakuan ajaib, mana mungkin Rinjani tidak ikut tertawa terbahak-bahak?Hingga ketika tawanya lenyap karena disudahi, Dharma berkata, “Sudahlah, Rin. Jangan lagi memaksakan cin