“Kalian pasti memberikan restu, ‘kan?” Juna menatap Wenti dan Hartono bergantian. “Aku sudah menganggap kalian orang tuaku sendiri. Kalian adalah pengganti ibu dan bapakku.”Kini gantian Juna yang menggunakan kalimat semacam itu kepada Hartono untuk menekan Hartono.Pertama-tama, Wenti menoleh dulu ke suaminya, seakan tak enak jika bicara mendahului sang suami.Hartono paham istrinya pasti menyetujui Anika menjadi bagian dari keluarga mereka.Maka, setelah menghela napas, Hartono berujar, “Ya, kami merestui kalian.”Alangkah plong hati Juna mendengar secara langsung Hartono mengucapkan itu tanpa dia perlu memaksa, tanpa harus berdebat sengit seperti sebelumnya.“Terima kasih, Pa, Ma. Kalian memang keluarga terbaikku.” Juna bangkit dari sofa untuk memeluk ayah dan ibu mertuanya.Rafa ikut gembira, dia tertawa senang sambil bertepuk tangan setelah melepaskan pelukannya ke Anika. Gelak tawa bocah itu sungguh menceriakan siapa pun yang melihatnya.“Sepertinya putra kita juga sangat merest
Juna mendengus geli dan berkata, “Sekarang aku dibilang kaya? Ke mana ucapan aku ini miskin, lelaki tidak becus, lelaki sok hebat, sok , lelaki mokondo, menumpang duit wanita, menjanjikan omong kosong, bocah bau kencur sok berlagak, disuruh bangun jangan mimpi, seenaknya klaim apartemen punya teman. Pfftt!”Mendengar apa yang dijabarkan Juna, kerabat mendiang suami Anika diam seketika, merasa malu karena mereka lebih mengedepankan cemoohan tanpa mencari tahu.“Kalau aku ini cuma bocah tak becus dan miskin, bagaimana aku bisa menginjak kalian?” Juna semakin menyukai momen di mana dia bisa membalas orang lain yang menginjak dia dengan menggilas mereka sekaligus.Kakak mendiang suami Anika terpaksa bersuara, “Lebih baik kita hentikan saling sindir begitu. Alangkah lebih baik kita berdamai. Kita lakukan ini demi Anika.”“Demi Anika? Ha ha ha!” Juna sampai tertawa lepas. “Oh ya, minggu depan, aku menikah dengan Anika. Kalau kalian ingin datang, aku akan berikan undangan ke kalian.”Mendeng
Juna manggut-manggut sebelum berkata, “Bagus, dengan ini aku jadi lebih paham kalau kalian memang tidak pernah menyayangi Anika.”“Apa katamu?” Si kakak emosional tadi mendelik bengis ke Juna.Namun, Juna sudah lebih dahulu menekan tombol di alat komunikasinya untuk memanggil petugas keamanan.“Kalau memang kalian ingin aku membeli minimarket yang tak seberapa itu, yah anggap saja ini perbuatan amal kecilku ke orang seperti kalian, aku ingin melihat dulu sejauh mana kalian menyayangi Anika. Kalau kalian gagal membuatku percaya, maka silakan saja ambil semua toko itu sampai kalian puas.” Juna memberikan janji yang dibalut dengan syarat.Sebenarnya dia tidak serius ingin membeli minimarket itu, tentu dia akan berdiskusi dulu dengan pengacaranya mengenai status dokumen minimarket Jozmart di tangan Edi.Juna hanya ingin kerabat mendiang suami Anika bisa lebih takluk, lebih tunduk, dan melepaskan harga diri mereka pada Anika setelah ini. Itu akan menjadi sebuah hiburan menarik baginya.“Pa
Rinjani segera menghampiri Juna dan Anika. “Kalian kok baru keluar dari butik baju pengantin? Siapa yang hendak menikah?” tanya penuh penasaran sekaligus berdebar-debar.Anika tertunduk sambil raut wajahnya menunjukkan bimbang. Selama ini, Rinjani kerap berkata padanya bahwa wanita itu sangat menyukai Juna. Tapi justru dia yang berhasil menikah dengan pria yang disukai Rinjani.Dia merasa sudah berkhianat terhadap Rinjani.“Aku, Rin. Aku akan menikah minggu depan.” Juna menjawab.“Hah? Menikah? Dengan siapa?” tanya Rinjani sambil terkejut yang sangat jelas kentara di wajahnya.“Ini orangnya.” Juna merangkul bahu Anika sambil meremasnya.Bagaikan disengat ribuan voltase, Rinjani melonjak di tempatnya. “Hah?”Anika semakin merasa tak enak hati dengan respon Rinjani.“Jadi, ternyata kalian selama ini diam-diam pacaran?” Rinjani menyelipkan rasa kesal di nada bicaranya.Juna melirik Anika yang masih saja menundukkan kepala dan mulai memahami apa yang sekiranya berkecamuk di sanubari sang
“Apa dia sudah berani mati, heh?” tanya Dharma. Namun, bukannya pria itu terlihat marah atau murka, dia justru menggerakkan kedua tangannya bagaikan sedang menari sebuah tarian tradisional.Mau tak mau, Rinjani terkikik geli melihat kelakuan ayahnya. “Pfftt!”Alhasil, bukannya kesal, Rinjani jadi tertawa lepas ketika ayahnya semakin menggila dengan berdiri dan benar-benar menari seolah sedang di panggung dan gerakannya cukup lucu dilihat.“Aha ha ha ha! Papa apaan, sih! Ha ha ha!” Rinjani sampai harus memegangi perutnya karena saking gelinya melihat tingkah aneh ayahnya.“Loh, apaan apanya? Papa ini diam-diam anggota sanggar tari, loh!” Dharma berhenti menari. “Tapi itu waktu masih SD dan tak pernah ditunjuk untuk menari karena gerakan Papa kaku, ha ha ha!” Dia tertawa lepas sekeras-kerasnya.Melihat ayahnya berkelakuan ajaib, mana mungkin Rinjani tidak ikut tertawa terbahak-bahak?Hingga ketika tawanya lenyap karena disudahi, Dharma berkata, “Sudahlah, Rin. Jangan lagi memaksakan cin
“Eh? Um … anu, itu ….” Anika jadi gugup ketika pertanyaan Rinjani mengenai Shevia datang padanya. Secara refleks dia menoleh ke Juna.Juna terus diam mengawasi calon istrinya. Namun, mendadak Anika menoleh padanya, seakan meminta bantuan menjawab.“Undangan untuk Shevia sedang dikirim.” Juna menyahut dari samping Anika sehingga pasti terdengar oleh Rinjani di sana.“Oh, begitu.” Rinjani tidak menaruh curiga dan percaya. “Undangan untukku jangan lupa dikirim, yah! Aku harus datang dengan papa untuk memberi kalian ucapan selamat yang pantas.”“Jangan khawatir.” Juna menyahut.“Anika, jangan menangis lagi, yah! Aku yang salah, kok! Tadi siang aku yang bertingkah kekanakan. Sekali lagi, aku minta maaf.” Rinjani mengulangi.Akhirnya obrolan menjadi lebih santai dan nyaman untuk mereka bertiga, hingga belasan menit kemudian, percakapan disudahi dan sambungan diselesaikan.“Untunglah kak Rin tidak marah lagi.” Anika lega bukan main.“Makanya kamu ini, Nik … jangan terlalu membawa berat hal a
"Hah? Wanaspati?" Hartono sempat bingung dan linglung beberapa saat ketika Juna berteriak.Anika dan Wenti segera menoleh. Wajah Anika mendadak jadi serius."Nik!" seru Juna memanggil calon istrinya."Ya, Mas!" Anika mengangguk tegas, paham kenapa dirinya dipanggil.Segera saja, Juna berlari ke depan rumah, sedangkan Anika meminta Rafa dari gendongan ibunya. Wenti yang paham mengenai apa yang bakalan terjadi, segera menyerahkan putranya untuk digendong Anika.Tangan Juna terjulur ke atas untuk menangkal setan banaspati yang hendak masuk ke rumah Hartono."Sialan! Tidak cuma satu!" pekik tertahan Juna ketika mata batinnya juga mendeteksi adanya 2 setan banaspati lainnya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah tersebut.Di dalam rumah, ditemani Wenti, Anika memejamkan mata sambil berkonsentrasi beriringan dengan dua lengan menggendong Rafa yang tenang."Nik, ada tiga!" Juna menyeru dari halaman depan."Iya, Mas!" Anika membalas tanpa membuka matanya. Dia belum sepenuhnya mengisi energi
Juna geleng-geleng kepala sambil terkekeh dan berkata, “Pa, Ma, energinya Rafa ini besar sekali, padahal dia masih kecil. Pantas saja dia diincar 3 setan api kuat.”Hartono dan Wenti sebagai manusia biasa tanpa memiliki kemampuan supranatural apa pun menjadi terkejut.“I—Incaran ….” Wenti tergagap sambil matanya membola.Mereka memang sudah pernah diberitahu Juna mengenai energi supranatural kuat Rafa sebelum ini, tapi tidak menyangka bahwa kemampuan anaknya akan menjadi daya tarik makhluk astral sekuat setan api banaspati.“Jun! Jun! Papa tak mau tahu, pokoknya Papa ingin kamu dan Anika nantinya tinggal di sini saja! Kalian harus tinggal di dekat Rafa!” Hartono mendadak saja membuat keputusan sepihak.Hartono tidak ingin kehilangan putra satu-satunya, sumber harapan paling akhir keluarganya setelah Lenita tak bisa lagi diharapkan.Juna terkekeh mendengar kemauan ayah mertuanya, “Pa, akan sangat canggung kalau aku dan Nik tinggal di sini.”“Tak usah canggung-canggung! Anggap ini rumah