Denting bunyi suara lonceng, terus menerus saling berbunyi. Beranda sebuah rumah dengan lonceng-lonceng kecil yang bergantung pada langit-langitnya, sahut menyahut berbunyi oleh tiupan angin yang berhembus dengan lembut.Sebuah kamar hening di dalam rumah itu terbaring seorang Wanita muda yang masih betah memejamkan kedua matanya bertahun-tahun lamanya. Berbaring diatas ranjang dengan seprai serba putih, tubuhnya diselimuti oleh kain putih juga. Berkas cahaya dari jendela membuat perlahan kedua kelopak matanya itu mulai terbuka dengan pelan, hingga bulu mata lentik itu bergerak mengikuti kedipan kedua kelopak matanya.Pukul enam pagi-pagi, tak lama setelahnya alarm itu sudah berbunyi selama tiga menit. Berbunyi sudah tiga kali berulang, sampai ketika alarm itu berhenti berbunyi. Itupun berkat usaha sebuah tangan yang menapik dengan kasar, padahal sepasang tangan itu halus dan putih tapi tak terdapat kelembutan disana. Rasa kantuk yang belum kunjung usai, tubuh kecil yang terbaring dia
"Rasanya sumpek, risih dan lelah, hehe." Alessa tersenyum sumringan. Eidar mengelus puncak kepala Alessa. "Kamu sampai mewarnai rambut jadi cokelat, omong-omong ... aku mendapatkan surat dari ibumu, isinya dia sangat merindukanmu," ucap Eidar."Kalau rindu kenapa Ibu seperti mendukung Kak Jovian?" Alessa cemberut. "Alessa, ibumu benar karena bagaimana pun Jovian masih suami sahmu meskipun memakai batasan waktu kontrak tapi pernikahan kalian tetap sah." Eidar berucap sambil menyodorkan tempat bekal makan yang ia buat, isinya nasi goreng dan cumi tepung. "Lagi pula tak ada orang tua yang menolak memiliki menantu sempurna seperti Jovian," ucap Eidar. Alessa meraih tempat bekal makan itu namun menatap kedua mata obisidan Eidar yang sendu. Alessa tahu jika Jovian merendahkan dirinya sendiri. Dulu Alessa pun sama, memandang Jovian puncak keberhasilan yang diidam-idamkan semua orang. Alessa bahkan merasa tak pantas bersanding dengannya. "Kak, kamu bisa mengatakan jika kamu menyukaiku tap
Keadaan sore ini sudah lumayan sepi. Usai seminar pelatihan sejak pagi selesai meningglakan keheningan di ruang aula pertemuan. Alessa secara misterius disuruh menemui seseorang di aula pertemuan. Alessa tiba di depan ruangan dengan papan nama ‘Aula Pertemuan Utama’. Dia membuka gagang pintu itu. Alessa melihat isi ruangan yang tidak ada siapapun disana tapi hanya seseorang manusia yang indah. Kedua mata madu Alessa membulat lebar. Dia mendapati pria itu yang sudah berdiri dihadapan jendela kaca yang dibiarkan dibuka. Dia berdiri sembari bersandar pada dinding sembari menyesap puntung rokoknya. Seolah ia sudah sengaja menunggu kedatangan Alessa. Alessa sempat berdecih pelan karena tahu semua ini ulah Pria berambut pirang itu. Alessa mengakui wajah pria itu sangat rupawan lengkap. Apalagi rambut blonde dan iris biru yang tampak saat ini memasang raut dingin. Dia masih berdiri dengan raut wajah datar, memandang Alessa dengan tampang dinginnya itu.“Tidak ada kapok-kapoknya, padahal aku
“Selamat malam, Ya Tuhan, Nyonya!” teriak Kenzo terkejut. Alessa berdiri di luar pintu rumah. keadaannya basah kuyup sehabis diterpa hujan. Bunyi guntur dan petir dari luar tak menghalangi Alessa untuk menemui anak-anaknya. "Di mana Luciel dan Elio?" tanya Alessa. Ia memasang wajah dinginnya.Kenzo menegak salivanya sendiri. Alessa yang ia tahu ceria dan baik hati membuat Kenzo jadi mengerti dengan tatapannya. "Silahkan masuk Nyonya, kamar Anda di lantai dua dan pakaiannya sudah disiapkan," ucap Kenzo sembari membukakan pintu rumah. Ia membiarkan Alessa masuk ke dalam."Luciel dan Elio?" tanya Alessa tak bergeming."Nyonya, Tuan Muda Luciel dan Elio ada di kamar Anda juga, baru saja tidur setelah sukses membuat pinggang berusia tiga puluh tahunku remuk," ucap Kenzo.Alessa tersenyum tipis sembari menoleh pada Kenzo. "Terima kasih, Ken." Alessa berucap sambil berjalan menaiki anak tangga. Ucapan Kenzo memang benar apa adanya. Alessa melihat sendiri kedua bayi kembarnya sedang tidur p
"Jagoan, jangan ribut ya, mamamu sedang tidur." Jovian berucap sembari menggendong bayinya itu. Jovian menghela napas saat menatap Alessa yang tengah tertidur pulas itu. "Jika kamu tidak mencoba melarikan diri dariku, sayapmu akan tetap bebas mengepak, Alessa," ucap Jovian. Tak lama ia letakkan kembali bayinya yang sudah pulas tertidur dari gendongannya. Pria itu menutup pintu meninggalkan keheningan malam pada Alessa sementara Alessa membuka kedua matanya. Sedari tadi ia sadar tidak tidur, Alessa menitikkan air mata. Ia bangkit bangun dari posisi berbaringnya. Wanita muda berambut cokelat panjang yang disengaja itu mengusap wajahnya. Jam berbunyi dari detik demi menit. Alessa duduk tertunduk saat kembang api menghiasi malam tepat pada tanggal satu Januari. "Aku merasa sendirian, terkekang sendiri, tidak punya siapapun, hiks," ucap Alessa terisak. Ia memeluk dirinya sendiri. Perasaannya meluap ruah akan banyak perasaan. Tak berapa lama Alessa tertawa nanar sendiri. "Kurasa ini air
Alessa siuman saat hari menjelang pagi. Lebih tepatnya baru sadar dari lelap dan pingsannya. Alessa terbangun disambut oleh bunyi gemuruh ombak. Griya tawang yang kebetulan Alessa tempati berkat kegilaan Jovian yang senang menghabiskan uangnya."Padahal rumah yang sedang kita tempati juga bagus," ucap Alessa sembari beranjak berdiri. Jendela-jendela serba kaca langsung menyambut panorama pagi dari pantai dipinggiran bagunan-bagunan mewah di sekitarnya. Alessa butuh beberapa menit memandangi langit biru, cuaca nyaman dan ombak laut. Alessa suka pemandangan ini. "Seleranya tidak buruk juga sih," celetuk Alessa. Ia beranjak menuruni tangga. Di ruang tamu serba jendela kaca tampak Jovian sedang mengasuh kedua bayi-bayinya di atas karpet khusus yang lembut. "Alessa selamat pagi," ucap Jovian tersenyum lembut.Alessa membelalakkan kedua matanya. Bukannya kemarin mereka baru saja bertengkar karena meributkan masalah keegoisan masing-masing. Tahu-tahu pagi ini Ia disambut oleh Jovian bersa
Alessa baru saja memandikan kedua bayinya secara bergiliran, memasangkan baju dan menaruh mereka di trolly bayi. Alessa buru-buru mandi dan memakai pakaian tapi untungnya kedua bayinya sudah mengerti jadi tidak rewel di dalam trolly khusus bayi yang sudah dilengkapi keamanannya. "Kalian temani Mama cari makanan ya," ucap Alessa tersenyum sumringan. Usai mengambil tas selempang kecilnya dan menyaku ponsel dan dompet. Wanita muda berwajah manis itu keluar dari Penthouse kemudian menuju lantai dasar untuk mencari restoran terdekat.Cuaca pagi dan udara yang hangat membuat Alessa nyaman. Ia sembari mendorong trolly bayi-bayinya kemudian masuk ke salah satu restoran cepat saji yang sudah buka. Alessa memesan dua buah cheese burger, kentang goreng dan soda. Ia pun duduk di salah satu bangku sembari mendekati trolly bayi-bayinya dengan tempat duduknya. Bayi-bayinya ribut berceloteh sementara Alessa hanya memerhatikan mereka sembari sesekali tertawa. "Lucu ya, kalian itu seperti versi kecil
"Aku sudah bilang tunggu tapi lihat siapa yang sudah teler duluan?" celetuk Alessa saat kembali ke ruang tamu. Ia dapati Jovian sudah tertidur pulas bahkan dengkuran halus terdengar darinya. Pria itu berbari di atas sofa dengan botol-botol kosong di atas nakas meja. Alessa berjalan mendekatinya kemudian memerhatikan paras rupawannya Jovian. Rambut pirang, mata biru, kelopak mata ditumbuhi bulu mata panjang, bibir tipis, hidung bagir dan rahang tirus ditambah tumbuh atletis yang besar dan kekar. "Pria ini sempurna, tidak ada kurangnya kecuali cara pikirnya yang selalu singkat," ucap Alessa.Alessa duduk dipinggiran sofa untuk termenung. Pria serupawan ini sudah jadi Ayah biologis dari anak-anaknya sementara Alessa malah mau berpisah darinya. Alessa terkekeh sendiri karena menyadari kebodohannya. "Bisa dibilang dapat rezeki nomplok tapi malah suka rugi, haha, mau bagaimana lagi?" Alessa menaikkan kedua bahunya. "Engh, Alessa, anak-anak mana?" tanya Jovian dengan suara seraknya. Jovia