"Ayo, cepetan, Mas!!!" Senja menarik tangan Riki untuk turun dari mobil. Setelah makan siang, Senja minta Riki untuk mengantarkannya untuk menjenguk Melly di rumah sakit. Awalnya Riki menolak karena dengan alasan sibuk bekerja. Tapi Senja akhirnya bisa membujuk Riki untuk menjenguk Melly dan berjanji akan sebentar saja di rumah sakit. Sampai akhirnya Riki bersedia. "Ck, aku malas, Nja." Senja berkacak pinggang. "Sudah jauh-jauh ke sini malah bilang males. Drama banget sih kamu, Mas." Senja memasang wajah galak. Wanita itu dibuat kesal karena kalimat Riki yang plinplan. "Kalau bukan kamu yang minta, tentu aku tidak akan kemari," jawab Riki dengan muka kesal. "Ya sudah ayo!! Apa perlu aku ambilkan kursi roda untukmu dan mendorongmu sampai ke kamar inap Melly." Riki mendelik mendengar kalimat Senja. "Ngawur. Emang aku sakit keras apa!!" "Makanya ayo!!!" Akhirnya Riki mau juga keluar dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam gedung rumah sakit. Sen
Mereka semua menjauh, termasuk Senja yang mengikuti langkah Sekar dan Baskoro untuk menuju ke sofa, yang tak jauh dari ranjang Melly. Mereka ingin memberikan ruang pada keduanya. Terutama untuk Melly demi kesembuhan mentalnya. Mereka sadar jika yang ditunggu Melly sampai kembali depresi adalah Riki. Dan bodohnya baru mereka sadari saat Riki sudah pergi. Sekar meraih tangan Senja dan menggenggamnya erat. "Terima kasih karena kamu sudah membawa kebahagiaan Melly ke sini. Sekali lagi Tante berhutang budi kepadamu, Senja." Sekar berujar dengan tulus. Senja mengangguk seraya tersenyum. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat keajaiban ini. Lantas ia menoleh ke arah Riki yang tampak tersenyum seraya menyuapi Melly makan siang. Dari raut wajahnya saja Senja bisa menangkap ada sinar kebahagiaan di sana. Terlebih Melly juga tak hentinya menatap ke arah Riki dengan benar yang sama. "Mereka sangat serasi, Ma. Benarkan, Nja?" Reflek Senja menoleh. Senja m
"Ben, kita mau kemana?" tanya Senja yang nampak bingung mau kemana. Pasalnya, Benji hanya diam seraya fokus pada kemudinya. Sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan Senja. Sempat kesal, tapi ketika Benji menjawab. "Ini perintah, Bu. Saya hanya menjalankan tugas." Membuat bibirnya terkatup rapat. Ia memilih menikmati perjalanan meski tak menampik jika jantungnya berdebar lebih kencang. Ia bisa menebak pasti Benji membawanya pada Langit. Entah kenapa jika mengingat pria itu, seketika membuat bibirnya melengkung menahan rindu. Setelah kepulangan Langit dari rumah sakit, Senja belum sempat menjenguk sang kekasih karena kesibukannya. Ia penasaran bagaimana reaksi Langit saat nanti melihatnya. Mobil yang dikendarai Benji berhenti di depan gerbang warna hitam menjulang. Senja bisa menebak jika itu adalah kediaman sang kekasih. Seketika tubuhnya terasa panas dingin membayangkan bagaimana saat ia bertemu dengan mama Langit nanti. Setelah melewati taman yang lua
Yuke bisa bernafas dnegan lega ketika Langit sudah meneguk obatnya. Ternyata benar jika Langit sudah waktunya menikah agar ada pawang yang selalu menjaga dan merawatnya jika sedang sakit seperti ini. "Minum obat saja harus menunggu Senja." Yuke mencibir. "jika Senja tidak datang kemari hari ini, apa kamu akan libur meminum obatmu?" tanya Yuke dengan tatapan yang masih tak bersahabat ketika menatap putranya. Langit mengangguk. "Jika bisa, aku adalah sakit setiap hari asal Senja selalu berada di sisi." Langit menjawab dengan cengengesan. Membuat tangan Yuke gatal untuk menjambak rambut Langit sekilas. "Auw!! Sakit, Mah!!" Langit mengusap rambutnya. "Makanya jangan bandel!!" balas Yuke ketus. Mungkin ia cemburu melihat Langit yang manja pada Senja. Sejatinya, sang mama juga ingin Langit masih bermanja dengan dirinya meski kelak sang putra sudah punya pasangan. Yuke meninggalkan Senja di kamar Langit. Meninggalkan mereka berdua untuk saling melepas rind
Ya, dengan kata lain Riki menerima apa yang telah diminta oleh Baskoro. Ini sudah ia pikirkan matang-matang. Meski cuma dikasih waktu sebentar, tapi ia yakin ini adalah jawaban yang tepat untuk melindungi adiknya. Ia tidak ingin Senja terluka. Sedangkan Melly tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Bahkan mulutnya sampai ternganga mendengar kalimat yang meluncur begitu saja dari bibir Riki. "Ka_kamu serius, Mas? Bukannya kamu_" "Ini semua demi Senja," potongnya langsung. Ia tidak ingin Melly mempunyai pikiran lebih ketika ia menerima tawaran itu. Jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ada rasa kasihan pada Melly. Dan rasa itulah yang mendorongnya untuk menerima perjodohan ini. Wanita itu tidak boleh menganggu kebahagiaan Senja bersama Langit. Mungkin dengan cara inilah ia bisa membuat Melly dekat dengan saudaranya tanpa berniat menyakiti lagi. Hati Melly sedikit nyeri ketika mendengar jawaban dari Riki. Ia terlalu percaya diri bisa mendapatkan ketulusa
"Mah, Senja tidak bisa menerimanya." Senja menolaknya karena merasa ini sangat berlebihan baginya. Ia mengembalikan kotak itu dan memberikannya pada Yuke. Biarlah ia dikira kurang ajar tapi jujur, ia tidak bisa menerima pemberian itu. Yuke terkejut menerima penolakan Senja. "Kenapa kamu menolaknya, Senja? Ini untukmu. Ambillah!!" Tentu Yuke tidak mau kalah. Ia mengembalikan kotak itu ke pangkuan Senja. Senja menggeleng. "Terima kasih, Mah. Tapi Senja tidak bisa menerimanya. Ini terlalu berlebihan." Kalimat Senja membuat Yuke tertampar. Bagaimana tidak? Senja adalah wanita pertama yang menolak pemberiannya. Biasanya wanita akan kalap jika diberikan hadiah semewah dan sebanyak ini. Tapi Senja? Apakah ini keberuntungan atau hanya sebuah sandiwara saja? "Ambillah, Senja. Ini semua buatmu." Senja masih menggelengkan kepalanya. "Senja tidak memerlukan ini semua, Bu," tolak Senja dengan halus karena tidak ingin menyinggung Yuke yang memberikan hadiah untuknya.
"Ayo, buka mulutnya lagi," kata Senja yang masih menyuapi Langit sarapan. Dengan telaten dia menyuapi makanan ke dalam mulut pria itu. Bahkan, perawat laki-laki yang Yuke sewa sebelumnya sudah dipulangkan karena tugasnya sudah digantikan oleh Senja. Dan itu juga atas permintaan Langit guna menunjang kesembuhannya. Meski Yuke tau jika itu hanya akal bulus putranya untuk bisa dekat dengan kekasihnya. Yuke juga yakin jika kunci kesembuhan Langit adalah Senja, bukan yang lainnya. Saat ini mereka duduk berdua di sofa yang berada di kamar Langit. Langit sendiri seolah enggan melepaskan Senja walau hanya sejenak saja. Tangannya sibuk melingkar di pinggang dan tubuh menghadap ke arah Senja. Seolah ia ingin menguasai Senja sepenuhnya dan tidak menerima penolakan seperti sebelumnya. "Bagus. Good boy!!" puji Senja ketika Langit membuka mulutnya tanpa ia minta. Nampak sangat lahap, mungkin masakannya juga enak, pikir Senja. Karena kata perawat Langit sebelumnya,
"Brengsek kamu benji. Jangan sembarang kalau bicara. Gue hanya_" Tubuh Langit terhuyung saat Benji memaksa masuk ke dalam. Setelah sadar, dengan panik Langit menyusul langkah Benji masuk ke dalam. Terlihat tubuh Benji membeku ketika melihat Senja sudah duduk manis dengan membawa piring di tangannya. Seperti tengah menunggu untuk menyuapi sang bos besar. Senja terkejut melihat Benji yang terdiam seperti itu. "Hai, Ben," sapa Senja dengan kikuk. Sungguh, dia sangat malu kepergok dalam keadaan seperti ini. Entah bagaimana pikiran Benji terhadapnya saat ini. "Ha_hai, Bu Senja," sapa Benji balik. Bahkan, keringat dingin sudah membasahi keningnya saatnya. Aura mencekam tiba-tiba menyelimuti. Glek... Ia menelan ludah kasar ketika ia salah berpikiran. "Mampus gue!!" maki Benji dalam hati. Ketika ia hendak berbalik untuk kabur, ia hampir saja terjatuh karena Langit sudah berada tepat di belakangnya. Reflek ia melangkah mundur ketika melihat tatapan bringas