Rima menarik anak sambungnya berdiri di depan lelaki yang sudah tidak berdaya itu, kemudian meminta lelaki b*adab itu menatap Sherly lekat-lekat. Kemudian dia mengambil sesuatu yang membuat mata lelaki itu melotot,"Ma-mau apa?" ucapnya gagap.Dua luka, cukup membuat lelaki bertubuh besar tersebut tidak berdaya. Darah yang mengucur mungkin salah satu penyebabnya.Rima memakai sarung tangan karet dan mendekati laki-laki yang tidak memakai bawahan itu, Memperlihatkan belati yang sangat berkilau, Rima mulai menakuti dengan mengambil sebuah batu kecil dan dibelahnya dengan mudah."Maaf ... Maaf, kan saya. Saya akan menebus kesalahan saya padanya, tapi tolong lepaskan saya!" mohonnya lirih.Rima tersenyum menejek dan makin dekat dengan lelaki itu. Menyumpal mulutnya dan mengatakan sesuatu,"Gigit sekuat yan kamu bisa! Rasakan sensasi saat kamu menjamah tubuh anakku!" Suara Rima terdengar sangat berat dan tertahan,Sherly yang tadinya ketakutan seolah memiliki keberaniannya, dia mendekati l
Rima melepaskan tangannya dari benda pusaka itu dan beralih ke tangan lelaki yang seusia dengannya. Menyeret lelaki yang mulai tidak berdaya itu dengan susah payah.“Kita mulai di sini saja, biar kita bisa sama-sama menikmatinya! Pasti ini akan menjadi kenikmatan yang tiada tara,” ujar Rima dengan senyum yang mulai sadis.Namun, Rima ingat jika Sherly sendirian. Rima mencari tali dan mengikat tangan dan lelaki yang berani-beraninya menoda*i putri sambungnya itu. Rima lalu meninggalkannya dengan keadaan miris, lalu mendekat ke Sherly. Mengusap lembut wajah cantik gadis remaja yang sudah dia anggap seperti putrinya.“Sherly, bangun,” panggil Rima seraya menepuk pipinya berulang kali.Rima memutuskan meminta bantuan pada seseorang, dan satu nama yang terlintas dibenaknya. Tanpa menunggu lama, dia langsung menghubunginya, meminta bantuannya untuk menolong Sherly. Rima sudah memperkirakan waktu kedatangan orang yang dia mintai tolong, dengan cepat dia kembali ke lelaki yang sudah dengan te
“Kamu akan menikmati, ketidak mampuan kamu melakukan hal biadab lagi, baik pada orang lain ataupun pada istrimu dan kamu akan berakhir mati perlahan,” bisik Rima.Kemudian, Rima membuka kain yang ada di mulut lelaki itu dan langsung disambut dengan pekikan yang melengking, tidak ketinggalan suara makian yang membuat telinga rima Panas.“Mau kubuat makin tidak berdaya,” bisik Rima dengan menendang dada lelaki yang tidak henti menghina Rima, bahkan mengancan Rima dengan melaporkan kejadian ini ke polisi.Rima berlari menjauh dari tempat itu dengan cepat, agar dia tidak terlihat dari orang yang akan menolong Sherly, terlebih agar jejaknya tidak terlihat. Membuka bajunya dan mengganti dengan yang sudah dia persiapkan sebelumnya,“Untung saja, prediksiku sedikit meleset!” gumam Rima.Dengan cepat Rima mengendarai motor miliknya, beruntungnya lagi, Rima memarkirkan kendaraannya di tempat tersembunyi yang jarang orang fokus melihat tempat itu.“Di sini saja,” ujar Rima saat kendaraanya berhe
Meneguk minuman botol yang ada di tangannya dan memakan roti dengan santai, dirinya seperti lupa telah melakukan mut*lasi pada organ penting seorang laki-laki. Rima langsung melajukan kendaraannya dengan cepat, tanpa memperdulikan orang yang ada di jalanan. Memakinya, karena dia melaju tanpa memperhatikan kendaraan lain dan juga rambu-rambu lalu lintas. “Gimana keadaan Sherly?” tanya Rima, ketika dia sampai di rumah sakit yang ditentukan oleh Satria. “Dia mengalami kekerasan sexsual lagi!” ujar Satria geram. “Kenapa si suami kamu enggak melaporkan saja orang-orang itu!” kesal Satria dengan nada mengejek. Rima diam, karena tidak ingin suaminya menjadi sasaran empuk bagi Satria untuk menghina. Bahkan tidak ingin, jika mantannya itu ikut campur terlalu dalam. “Kenapa kamu meninggalkan aku?” tanya Satria lirih. Rima berdehem, dan mengalihkan pertanyaan Satria dengan pertanyaannya. “Boleh aku bertemu dengan tersangka yang tega-teganya menghancurkan masa depan seorang remaja?” Satri
Rima kemudian berdiri dan menghampiri Satria, lalu meminta untuk mengantarkanya ke ruangan Sherly. Sepanjang jalan menuju ruangan Sherly, Satria berkali-kali bertanya pada Rima tentang perasaannya. Akan tetapi, Rima selalu menghindar dan bertanya tentang hal lainnya. Membuat Satria sedikit kesal, tapi mencoba tetap tenang. Satria tidak pernah sekalipun melupakan wajah ayu Rima, Saat dulu bersama, masa pendidikan, bahkan saat mengetahui Rima telah menikah. Harapan Satria tetap sama, memiliki wanita yang sangat dia cintai.Sesampainya di kamar Sherly, Rima memandangi anaknya dengan pandangan rindu. Gadisnya itu nampak lemah tidak berdaya dan pastinya sangat malu, karena kelakuan bejat para penjahat kelam*n itu.“Kita harus mengabarkan suamimu!” saran Satria dan ditolak oleh Rima.Satria merasa heran dengan Rima yang tidak bersemangat seperti ini, dia merasa kehilangan kekasihnya yang ceria dan berprinsip teguh.“Aku mohon, jangan terlalu menekan James untuk melaporkan masalah ini dan bi
Rima memijit kepalanya yang terasa sangat sakit, dan menunduk dalam. Dia measa keputusan besarnya tidak salah dan akan mendapat dukungan dari para wanita, di seluruh dunia. “Bu-Bunda,” lirih Rima mendengar suara Sherly, tapi dia menepisnya. Rima tahu, anak sambungnya yang satu ini tidak pernah mau memanggilnya bunda. Jadi, dia berfikir kalau itu halusinasinya saja saat dia sedang depresi. “Bunda!” Suara Sherly memenuhi gendang telinga Rima, tapi dia tetap kukuh pada dirinya, jika Sherly tidak mungkin memanggilnya. “Kamu kenapa?” tanya Satria yang bingung dengan Rima, yang hanya diam ketika dipanggil oleh anak tirinya. “Itu kamu dipanggil!” ujar Satria kemudian. Rima langsung menoleh ke arah anaknya yang terbaring tidak berdaya, memeluknya dengan erat dan dibalas dengan pelukan oleh Sherly. Sungguh pemandangan yang haru untuk dilewatkan. Gadis itu mengulurkan tangannya, dan meminta Rima menyambutnya tanpa kata apapun. Rima dengan senang hati mendekat dan menggenggam tangan sang pu
"Kamu tahu kenapa bunda sangat sakit hati padamu?" tanyaku. setelah kami diam sesaat.Sherly menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar dan terdengar isakkan darinya. Rima makin merapatkan duduknya, lengannya merangkul pundak anak sambungnya yang berguncang."Yang paling membuat bunda sakit hati, saat kamu menjauh dari bunda, saat kami tidak mau memeluk bunda, saat ...," Belum selesai Rima bericara, Sherly menubruk tubuh ibu tiri yang selama ini dia benci.Rima membalas pelukan Sherly dengan erat, dan mencium pucuk kepalanya dengan lembut. Mengusap punggung yang kian terisak, mereka berdua menikmati kebersamaan yang pernah terhalang, karena pernikahan."Sekarang, kita tata hidup kita agar lebih baik, ya," pesan Rima dan diangguki oleh Sherly.Rima memiliki ide untuk mengirimkan Sherly ke luar negeri, agar lebih cepat penyembuhan mentalnya. Dia tahu, jika masyarakat kita terkadang abai dengan permasalahan ini. Mental korban, dianggap akan pulih seperti biasa. Belum lagi sindiran dan hina
"Belum tidur, Sayang?" sapa James yang mendapati Rima sedang membaca, saat dia baru saja pulang kerja. "Iya, Mas. Tanggung, ni buku bagus-bagus semua," ujar Rima dengan santai, james melirik buku-buku yang dibaca oleh Rima dan semua itu adalah bacaan yang berat. James sempat khawatir dengan keadaan Rima yang sangat tenang, dia tidak melihat kesedihan atau rasa tidak nyaman setelah kepergian anak mereka yang belum terlahir di dunia. Juga menanggapi masalah Sherly, yang awalnya menggebu-gebu, kini diam membisu. "Bagaimana keadaan Sherly, hari ini?" tanya James, lelaki itu menarik kursi di samping Rima, kemudian duduk. "Alhamdulillah baik, Mas!" ucap Rima. James menelisik wajah Rima, dan menemukan matanya yang sedikit sembab. Belum sempat dia bertanya, Rima sudah mengalihkannya dengan menawarkannya segelas teh lemon hangat, dan dia hanya bisa mengangguk. "Mas, tabungan kamu masih banyak?" tanya Rima mendadak. James tahu, jika Rima bukanlah wanita matre seperti kebanyakan perempuan