“Selamat datang, Tuan Vonzastin.”Visha segera bangkit dari kursinya dan menyapa Vonzastin dengan penuh hormat, seolah dia adalah raja.Vonzastin mengangguk sambil menempatkan dirinya di kursi yang letaknya di seberang Visha duduk. Visha pun mengikuti gerakan pria itu duduk, setelahnya.Dan segera, pandangan mata mereka bertemu. Visha melemparkan senyum termanisnya, sementara Vonzastin terlihat seperti sedang menilai wanita di hadapannya.“Saya tidak menyangka anak Tuan Luca secantik ini. Maafkan saya, sudah membuat Nona cantik menunggu terlalu lama.” Pria itu membungkuk hingga ujung hidungnya hampir menyentuh piring kosong di atas meja.Dengan tergesa Visha pun meminta Vonzastin mengangkat kepalanya sambil menjawab, “Tidak apa-apa. Saya terlalu bersemangat dan malah datang terlalu cepat.”“Senang, tidak membuat Nona sakit hati. Mari kita nikmati makanan ini.”Visha mengangguk. Sebelumnya, Javier sudah mengirimkan anak buah untuk mengecek dapur restoran. Untuk memastikan Vonzastin tid
“Kalau begitu, saya setuju. Tapi saya harus mendapatkan tanda tangan di atas kontrak kerja sama itu sebelum acara pernikahan. Saya tidak mau kalau ternyata semua ini hanya kebohongan.” Visha memberi syarat.Vonzastin nampak mempertimbangkan permintaan Visha tersebut.Supaya lebih meyakinkan, Visha pun menambahkan dengan raut wajah yang dibuat sangat sedih, “Saya sudah bersedia menikah bahkan dengan masa depan diceraikan. Kalau saya meminta hal seperti ini saja, saya rasa adil.”Melihat dirinya membuat sedih seorang wanita cantik, Vonzastin pun langsung menjawab, “Baiklah, baiklah. Kalau begitu, mulai hari ini kau bisa memanggilku dengan sebutan Vonza. Supaya Ayah percaya.”“Mm. Vonza.”Visha mau tak mau meladeni ciuman pria itu. Ia sengaja menutupi telinganya, supaya tidak terdengar oleh Javier.Setelah selesai dari acara makan malam itu, Visha pun masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Javier. Dan ini pertama kalinya Visha bertemu dengan Shadow.Pria itu muncul karena merasa sanga
“Ha?!” Mulut Javier ternganga mendengar pertanyaan Visha. “Nona, jangan bercanda seperti itu. Apa anda sedang menguji iman—”“Hapus memori menjijikkan yang diberikan Vonza padaku tadi, Jav!” potong Visha dengan nada tinggi.Mendengar itu Javier semakin bingung. Tapi setelah melihat air mata Visha dan ingatan saat Visha terus saja berkumur di mobil, membuatnya mengepalkan tangan. Marah.“Apa dia menyentuh Nona?!” tanya Javier yang sudah tidak lagi berbicara tenang.“Jangan buat aku menjawabnya, Javier. Kalau kau mau menolongku, tolong aku. Kalau tidak kau bisa biarkan saja aku!” raung Visha kesal.Sejujurnya Visha merasa menyesal dan malu karena meminta Javier untuk menciumnya. Tapi ia hanya ingin membuang memori menjijikkan itu dan menggantinya dengan ciuman yang ia izinkan.Dan kini, ia lebih berharap kalau Javier mengatakan apa yang ingin dikatakan pria itu tadi, sebelum Visha memotong ucapannya.Javier pun berbalik menuju pintu kamar Visha. Wanita itu pun tak mungkin memaksa Javier
"Ah!" Napas Visha tersengal ketika Javier melepaskan bibirnya. Terkejut karena ketukan pintu yang sepertinya dilakukan oleh Eugene."Nona, kau harus mandi dan makan malam." Javier segera bangkit dari lantai dan segera pergi ke teras kamar Visha. Visha pun masih berusaha menenangkan jantungnya yang berisik, ditambah dengan napas yang masih tak teratur.Tok! Tok!"Nona Visha ...," panggil Eugene sekali lagi.Visha menatap pintu kamarnya, lalu berjalan mendekati untuk membuka pintu.Ia pun berkata, "Ah ... maaf Eugene. Aku malah tertidur. Apa kau bisa sampaikan pada Dante untuk makan lebih dulu saja dengan Ayah?""Astaga! Nona terlihat lelah memang. Apa mau kubuatkan susu hangat?" tanya Eugene menawarkan.Tapi Visha menggeleng. "Tak perlu. Aku akan mandi saja dan menyusul ke ruang makan.""Baik, Nona."Visha kembali menutup pintu itu dan sedikit berlari menuju teras kamarnya. Ia berharap Javier masih di sana. Tetapi sayang, Javier sepertinya tidak memikirkan hal yang sama dengan Visha.
"A—apa maksud Nona Navisha? Sa—saya ... saya tidak—""Tenang dulu. Saya punya bukti Anda menguping pembicaraan antara saya dengan Tuan Vonzastin." Visha memotong kegugupan Claire.Ia sudah bisa melihat bahwa Claire mulai terpojok."Saya hanya ingin tahu, apakah Tuan Vonci yang meminta Anda? Kalau benar, saya ingin protes. Saya merasa tidak dipercaya—""Tidak! Jangan!" Claire memekik, memotong ucapan Visha.Kini Claire terlihat semakin panik. Visha pura-pura mengerutkan dahinya, tidak mengerti dengan arti kalimat yang barusan diserukan Claire."Tidak apa? Jangan apa?" tanya Visha sambil memiringkan kepalanya."Bi—bisakah kita bicara di ruang tertutup, Nona Navisha?"Visha pura-pura menolaknya, "Tidak, Claire—" "Sebagai sesama perempuan ... tolong ... bolehkah Anda mendengarkan saya?" Claire menunduk sedalam-dalamnya, menunggu Visha memberinya kesempatan.Helaan napas panjang terdengar dari bibir Visha. Ia pun merapikan tablet-nya dan meminta salah satu staf restoran memindahkan makana
Beberapa hari setelah pembicaraannya dengan Claire, Visha kembali bertemu dengan Vonzastin.Sesuai janji pria itu, ia sudah membawakan dokumen kerjasama yang ditanda tangani Svonzeus—ayahnya."Aku tidak menyangka, sebenarnya Ayah sudah menandatangani dokumen ini saat aku membicarakan tentang kita, Visha."Visha tertegun sepersekian detik. "Benarkah?""Yes, ayah titip salam untukmu. Katanya, kau memang paling cocok memegang perusahaan mebel itu dibandingkan adikmu," celoteh Vonza dengan nada bangga.Visha jadi berkonflik dalam batinnya. Ia tidak menyangka kalau Svonzeus benar-benar menginginkan dirinya menjadi pendamping sang anak.Svonzeus mungkin tipe yang haus pujian dan penghargaan publik. Tapi sepertinya, Visha mendapatkan sesuatu yang tidak pernah pria tua itu tunjukkan pada dunia luar.Bahwa cintanya untuk keluarga, tidak tergoyahkan. Svonzeus tidak sedang berencana untuk menyingkirkan anaknya dari liga pertarungan memperebutkan calon istrinya.'Tapi, sepertinya Tuan muda yang s
"Nona, mau makan di mobil saja?" tanya Javier.Mereka akhirnya pergi ke restoran yang menjadi favorit Visha. Entah karena enak atau karena letaknya yang bersebelahan dengan sekolah Dante."Yes. Belikan untuk Madoka sekalian, Jav. Kita makan di kantin sekolah boleh tidak ya?" Visha ingin mengamati lagi, suasana sekolah Dante. Ia tidak ingin kejadian Dante saat itu terulang lagi. Terlebih, ketika ia benar-benar clueless, kalau yang seperti itu bisa terjadi di sekolah mewah tersebut."Tentu saja, Nona. Tidak ada yang bisa melarang Cavallo, apalagi hanya untuk sekedar duduk makan." Javier terkekeh sambil berlalu menuju ke restoran favorit Visha.Sementara menunggu Javier kembali, Visha mendapat panggilan telepon dari Ernesto. kebetulan juga karena Lucas sedang berada di luar mobil, Visha segera menerima telepon itu."Ernesto? Ada apa?" tanya Visha dengan nada sedikit khawatir. Karena jarang sekali adik laki-lakinya itu menghubungi seperti ini. Sejak sang ayah menyatakan bahwa mereka
Baru saja Visha akan bertanya apa maksud kalimat Ernesto, tapi pria muda itu langsung pamit dengan terburu-buru, "Mama datang. Bye, Kak!"Tut! Tut! Tut!Sambungan telepon mereka sudah terputus, padahal Visha masih menempelkan ponsel itu di telinganya. Rasa hatinya tak nyaman mengetahui semua itu, tapi ia tidak bisa memaksa seseorang menyukainya, bukan?Bersamaan dengan Visha yang menurunkan ponselnya, Javier mengetuk jendela mobil. Visha sedikit terkejut, karena pikirannya sedang sibuk mencerna pembicaraan dengan Ernesto, baru saja.Diturunkannya jendela mobil itu, lalu berkata, "Masuklah, Jav. Aku sudah selesai menelepon."Suara lemas Visha membuat Javier bertanya-tanya dalam hatinya, tapi ia mengangguk saja dan masuk ke mobil, sesuai perintah sang majikan.Pizza kesukaan Visha sudah ada di sampingnya. Semerbak wanginya memenuhi mobil, tapi Visha tak kunjung mengambil bagiannya, secuil pun.Sampai mereka tiba di kantin pun, Visha tak juga memakan makanan favoritnya itu. Tak tahan de