"Gimana Robert, apakah pria itu sudah memberikan uang yang kita mau?" tanya Xander kepada bawahannya, sekaligus kaki tangannya. Mereka sedang duduk berdua di cafe dekat taman dipinggiran kota.
"Sudah. Tapi kedua orang tuanya yang memberikan uang itu. Mereka meminta kepada kita agar Gracio tidak ditahan, sampai mamanya pun menangis di hadapanku. Hahahhaaa," Robert tertawa sumbang seolah meremehkan permohonan kedua orang tua Gracio."Disaat putranya menentang kita, dan mengancam kita habis-habisan, lalu mereka datang dengan membawa uang kompensasi lengkap dengan permohonannya. Benar-benar sangat lucu," balas Xander ikut tertawa senang. Persetan dengan nama baik Gracio, yang penting dia sudah mendapatkan apa yang diinginkan sejak awal. Yaitu, uang.Keduanya tertawa terbahak-bahak karena menganggap Grace dan Yola--kedua orang tua Gracio, sangatlah bodoh. Padahal mereka dari kalangan terhormat, tapi memilih untuk merendahkan diri hanya demi nama baik anaknya. Sangat disayangkan, sebab mereka tidak akan membersihkan nama Gracio dari kasus peredaran narkoba tersebut walaupun Gracio memang tidak bersalah."Hati-hati saja ke depannya. Jangan sampai pria itu membuat ulah. Untuk mengantisipasi keadaan, perintahkan beberapa anak buah untuk menjaga kita dari jarak jauh. Aku nggak mau jika sampai mati konyol di tangannya," kata Xander yang memang seorang pengecut. Sebenarnya mereka berdua sama-sama pengecut yang hanya mengandalkan kekuasaan.Robert terlalu sibuk dengan urusan pribadinya sampai melupakan sang putri yang sampai sekarang belum pulang ke rumah. Padahal Camellia--Istrinya sedang mengkhawatirkan Clara yang tidak bisa dihubungi sejak tadi. Biasanya juga jam 3 sore, Clara sudah ada di rumah. Tapi sekarang belum juga menampakkan batang hidungnya.Sedangkan Clara, berada di pantai bersama Gracio. "Om ini sebenarnya siapa sih, kenapa bawa aku ke pantai segala," cetus Clara sudah lelah mengomel sejak tadi. Sebab, Gracio cuma diam tak bersuara."Apa kamu nggak bisa diam walau sejenak saja?" Gracio berkata sambil melempar batu ke air laut. Ia tak berniat melirik wajah cantik Clara barang sedikitpun."Ck! Mana bisa aku diam kalo Om aja nggak bilang maksud dan tujuan Om kenapa membawa aku sini. Kalo nggak ada yang mau diomongin, mending antar aku pulang ke rumah. Mama sama Papa pasti udah cariin aku, soalnya jam segini biasanya aku udah nyantai di rumah. Tapi, sekarang justru berkeliaran di luar bersama Om-Om gak jelas," lagi-lagi Clara mengoceh panjang lebar layaknya burung yang kelaparan."Astaga. Kau benar-benar menyebalkan, Clara," geramnya dengan kedua mata yang terpejam. Gracio jadi semakin ragu kalau Clara adalah anak kandung Robert."Tapi aku cantik. Jadi masih ada nilai plus di balik kata menyebalkan itu," Clara mendengus kesal karena baru kali ini ada orang yang mengatakan dirinya menyebalkan. "Cepat katakan ada perlu apa," lanjutnya dengan bibir yang mengerucut, dan menambah kesan imut di sana."Tentu saja menculik mu," jawab Gracio sangat cepat. Ia menatap wajah cantik Clara yang membuatnya terpana. Namun, secepat kilat Gracio menepis rasa tersebut karena ada hati yang harus ia jaga. Sekarang ia harus fokus ke tujuan awalnya untuk memperalat Clara dalam balas dendamnya terhadap Robert dan Xander.Terdengar suara gelak tawa dari mulut Clara, hingga mengalihkan atensi Gracio dari arah pantai. "Om beneran mau culik aku? Mana ada penculik modelan kayak Om gini. Udah tampan, gagah, uh perfect pokoknya," tanpa sadar Clara memuji apa yang dimiliki oleh pria itu."Nggak semua penjahat berwajah jelek, Clara. Lain kali kamu harus hati-hati jika ada yang mengajak mu jalan keluar. Kecuali aku. Jangan mudah percaya dengan siapapun karena nggak ada yang tahu isi hati manusia itu seperti apa. Mengerti?" nasehat Gracio yang seolah mengandung makna sindiran terhadap dirinya sendiri yang memang ada niat jahat terhadap Clara.Clara mengangguk patuh, padahal dia baru kenal dengan Gracio beberapa menit yang lalu. Tapi entah kenapa dia bisa senyaman itu berduaan dengannya."Aku dan Robert, Papamu, adalah teman dekat sejak kami masih bekerja di tempat yang sama," ucap Gracio memulai percakapan dengan ekspresi yang lebih serius. Begitu juga dengan clara yang ikut serius mendengarkan ucapan Gracio.Pria tampan itu mulai menceritakan kedekatannya dengan Robert, sampai berakhir dengan bermusuhan hanya karena seorang Xander. Kini, Gracio memberikan fakta lain mengenai kebusukan Xander yang ternyata mengkhianati Robert, dan ingin menghancurkan dunia papa Clara.Clara melihat bukti kedekatan papanya dan Gracio, saat berada di tempat kerja. Ia percaya dengan cerita Gracio dari awal sampai akhir. Meskipun usia mereka terpaut cukup jauh, tapi mereka terlihat sangat dekat. Sekarang Clara menatap Gracio dengan intens."Apa yang harus aku lakukan agar Papa selamat dari jebakan Om Xander, Om?" tanya Clara dengan mata yang berkaca-kaca. Ia memang sangat menyayangi papanya, karena cinta pertama seorang wanita adalah ayah kandungnya."Untuk sekarang, kamu tenang dulu. Jangan sampai ada yang tahu akan pertemuan kita ini, termasuk mama dan papa kamu. Hanya kamu yang bisa menolong aku untuk menyelamatkan Papa kamu dari Xander. Jika sampai rahasia kita bocor, maka Papa kamu akan dalam bahaya. Jadi, tetaplah jaga rahasia, dan bersikap biasa saja seperti sebelum-sebelumnya. Mengerti?" kata Gracio penuh penekanan."Baik, Om. Aku akan melakukan apa yang Om suruh, demi keselamatan Papa. Kalo gitu, antar aku pulang sekarang, Om. Aku nggak mau membuat Mama dan Papa khawatir," Clara berdiri dari duduknya. Menarik pergelangan Gracio supaya ikut berdiri dan lekas mengantarkannya pulang.'Yes, berhasil. Ternyata putrimu sangat bodoh, Robert. Aku akan membuat hidupmu hancur di tangan putri mu sendiri.' Batin Gracio tersenyum licik. Tidak sia-sia dia kembali ke dunia gelap dan menjadi seorang Bandar. Semua itu ia lakukan demi membalasku dendam seluruh keluarganya terhadap SP dan Intel yang haus akan uang haram.Clara berlari memasuki rumah yang di sana sudah ada Mama dan Papanya. Mereka berdua menunggu kepulangan sang putri tercinta dengan harap-harap cemas. Hampir saja Robert memerintahkan para anok buahnya untuk mencari keberadaan Clara. Namun, orang yang ditunggu sudah pulang dan ada di depan mata."Sayang, kamu ke nama saja, Nak? Mama sangat khawatir. Ditelepon juga nggak aktif, memangnya kamu pergi kemana sampai malam begini?" cecar Camelia kepada sang putri."Kamu membuat kami cemas, Nak," ucap Robert menyela perkataan sang istri karena tak sabar menunggu jawaban dari Clara."Maaf, Ma, Pa. Tadi aku mampir ke rumah temen buat ngerjain tugas. Terus ponsel aku mati karena kehabisan daya, jadi aku nggak bisa ngasih kabar sama kalian. Hehehehe," Clara terkekeh kecil untuk mencairkan suasana di sana. 'Aku nggak. bermaksud membohongi kalian. Tapi aku melakukannya demi kebaikan Papa dan kita semua.' Batin Clara sangat sedih.Gracio terus memikirkan istri serta anaknya yang masih berada di rumah orang tuanya. Ia benar-benar tidak diperbolehkan bertemu dengan mereka. Rasanya hidupnya semakin hari semakin hampa. Ia jadi teringat dengan Clara, gadis bar-bar tapi cukup polos hingga tak sadar hanya dibodohi olehnya. "Jangan lupa besok pagi misi pertama kita ke markas Xander. Jangan bersikap mencurigakan, kamu harus memberikan alasan yang jelas kepada kedua orang tuamu agar nggak dicari karena keluyuran di luar rumah." Tulis pesan Gracio kepada gadis cantik itu. "Siap, Om tampan. Kenapa Om belum tidur? Pasti lagi mikirin aku ya." Balas pesan dari Clara yang membuat Gracio sedikit terhibur. Sikap Clara yang pecicilan sangatlah natural dan tidak dibuat-buat. Itulah yang Gracio sukai darinya. "Ck! Cuma di read doang. Emang Om kulkas 12 pintu." Gerutu Clara terlihat kesal. Entah kenapa ia bisa percaya begitu saja terhadap Gracio yang jelas-jelas hanya orang baru baginya. Hatinya seolah berkata bahwa Gracio adalah
B-boleh," des*h Xander dengan mata yang terpejam. Buaya seperti Xander memang tidak bisa melihat barang bening seperti Clara. "Ah, Om Xander memang sangat baik. Ternyata aku nggak salah melabuhkan hati kepada Om," Clara menyandarkan kepalanya di dada bidang Xander. Sungguh rasanya gadis itu ingin muntah saat mencium aroma tubuh Xander yang bau nikotin serta bau alkohol. Namun, sebisa mungkin Clara menahannya sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke sana. Xander seakan dibuat terbang oleh pujian manis Clara. Ia benar-benar tak menyangka kalau putri dari temannya akan jatuh cinta kepadanya. Bukankah itu adalah anugerah terindah yang Xander dapatkan di tahun ini? Ah, ia berjanji kalau bisa mendapatkan Clara, maka ia tidak akan pernah lagi bermain wanita. Cukup Clara yang menjadi wanita satu-satunya dalam hidupnya. "Ayo Om, kita ke sana," tangan Xander ditarik begitu saja oleh gadis cantik itu, dan membawanya ke depan pintu ruang rahasia. "Apa harus sekarang? Kenapa nggak n
Hari ini, Clara pergi ke kampus karena ada mata kuliah pagi dari Pak Sean. Clara mengambil jurusan Manajemen Bisnis, karena ingin menjadi wanita karir yang bekerja di perusahaan besar. Seperti biasa, wajah Clara selalu terlihat ceria di depan semua orang. Kecantikannya mewarisi sang Mama saat masih muda dulu. Lagi-lagi Clara berpapasan dengan Sean di parkiran kampus, sebab ia berangkat pagi-pagi sekali karena dia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh Sean pada minggu lalu."Selamat pagi, Pak Sean," sapa Clara menampilkan senyuman manisnya. "Pagi, Clara," balas Sean juga melempar senyum hangat kepada mahasiswinya itu. "Saya duluan ya, Pak," pamit Clara bergegas memasuki area kampus dan menuju ke kelasnya yang terletak di lantai dua.Sean hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Clara yang selalu membuat jantungnya berdebar. Sejak pandangan pertama, Sean sudah jatuh cinta kepada mahasiswinya itu. Namun, ia tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya karena
"Om, maaf banget ya udah bikin Om nunggu lama. Tuh gara-gara Pak Sean, aku dikurung dalam ruangannya selama 3 jam. Sangat menyebalkan, untung ganteng, kalo nggak udah aku caci maki dia," cicit Clara seperti tak bernafas. "Emangnya berani?" tanya Gracio seakan mengejek keberanian Clara yang hanya seujuo kuku. "Enggak sih, Om. Hehehehe," Clara terkekeh kecil saat menyadari ucapannya yang hanya bercanda tadi. "Ngapain aja selama tiga jam di ruangan dosen kamu?" todong Gracio menatap penasaran pada gadis cantik di hadapannya tersebut. "Kepo!" Clara memalingkan wajah ke luar jendela mobil karena tak ingin membahas kegiatannya di dalam ruang dosen tadi. Moodnya dibuat hancur oleh Sean hanya dengan tiga ucapan saja. "Aku mencintaimu, Clara."Ungkapan cinta dari Sean membuat Clara seakan tak percaya dan berharap semua itu hanya mimpi. Rasa kagum yang sempat ia berikan kepada dosen pembimbingnya itu seketika sirna hanya karena ungkapan cinta yang sangat tak diinginkan oleh Clara. Gracio t
Gracio melihat jam yang melingkar di tangannya. Sisa 15 menit waktu yang dimiliki Clara di dalam sana untuk mendapatkan dokumen penting milik Xander. Walaupun dia tahu bahwa Clara terlalu spektif akan rencana mereka. Namun, Gracio memberikan konspirasi yang baik terhadap gadis itu supaya tetap optimistis dalam menjalankan tugasnya. Ada sedikit keraguan dalam hatinya saat melihat kepolosan Clara yang selalu patuh terhadapnya. "Sudah sejauh ini, aku tidak boleh lengah." Gracio berkata dengan tatapan tajamnya. Hatinya hampir saja goyah akibat memikirkan Clara. Di dalam sana, Clara kesulitan untuk bergerak karena Xander terus memeluknya dari belakang. "Om mending duduk aja deh, aku nggak bisa gerak bebas nih," gerutu Clara memasang wajah kesal. "Om sudah nggak sabar pengen main bareng kamu di atas sana," tunjuk Xander pada ranjang kecil di samping rak buku. Benar-benar membuat darahnya seakan mendidih. "Ish, Om Xander mesum banget ya. Aku tuh masih gadis dan wanita baik-baik, masak ma
"Ma, Pa, aku berangkat dulu ya," pamit Clara pada kedua orang tuanya. "Akhir-akhir ini jam kuliah kamu padat banget ya, Cla?" tanya Camellia kepada sang putri tercinta. "Ah, iya, Ma. Aku ikut les tambahan sekarang," jawab Clara berbohong. 'Maafin aku, Ma, Pa. Ini semua demi kebaikan keluarga kita.' Batinnya menimpali. "Jangan terlalu capek, Sayang. Papa nggak mau melihat kamu sakit kalau kurang istirahat," sambung Robert mengusap puncak kepala sang putri penuh dengan cinta. "Iya, Pa. Aku giat belajar juga demi kalian, supaya aku bisa menjadi anak yang berguna di masa depan nanti," ungkap Clara merasa tercubit dengan ucapannya sendiri. Jangankan giat, ada tugas rumah pun Clara sering terlambat mengerjakan. "Ayo biar Papa yang antar, kebetulan hari ini Papa akan pergi menemui Xander," gegas Robert meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Kedua mata Clara membulat sempurna saat mendengar nama Xander dari mulut sang Papa. "Kenapa bengong, tuh ditungguin sama Papa di depan,"
"Om!" Clara terpekik kaget saat tiba-tiba Gracio menarik tangannya. "Om kapan nyampek sini?" tanyanya sambil lalu mengikuti langkah pria itu yang masih tetap menggenggam tangannya. "Ck! Pantas saja lama," Gracio menggerutu tanpa mau membahas sosok pria yang tadi."Maksud Om apa? Om cemburu?" tuding Clara seraya tersenyum senang. "Dia itu dosen aku, Om. Kami nggak punya hubungan apa-apa, jadi nggak perlu khawatir, aku masih jomblo kok," terangnya sudah seperti seorang kekasih yang takut pasangannya salah paham. Ah, atau itu adalah kode buat Gracio supaya mau menembaknya dengan cinta? Clara memang terlalu percaya diri, ia berpikir kalau Gracio ada rasa terhadapnya. "Berisik! Cepat masuk!" Titahnya sembari membukakan pintu mobil untuk Clara. Dia benar-benar kesal karena sedari tadi gadis tengil itu selalu mengoceh sehingga membuat telinganya panas. Di ujung koridor, Sean menatap kepergian Clara yang entah dengan siapa. Hatinya memanas tatkala melihat kedekatan dua insan itu, apakah p
Kediaman Baron. Violetta duduk termenung di balkon kamar. Tatapannya menerawang jauh entah ke mana. Memikirkan nasib pernikahannya yang berada diujung tanduk, membuatnya seakan berhenti bernafas. Jika bukan karena tekanan keluarga Violetta tidak akan meninggalkan Gracio, sebab dia yakin kalau suaminya itu tidak bersalah, hanya saja kebenaran belum terungkap. "Cepatlah datang, Mas. Aku nggak sanggup hidup tanpamu, Kevin selalu menanyakan kabarmu." Gumamnya disertai linangan air mata. Diusia pernikahan mereka yang ke-7 tahun, cobaan datang silih berganti. Tidak mudah untuk sampai ke titik ini yang mana mereka memulai hubungan itu penuh perjuangan. Dari restu orang tua yang tak kunjung mereka dapatkan, dan juga ocehan orang-orang yang memandang rendah status suaminya karena mantan Bandar narkoba. "Mama kenapa nangis?" ucap seorang bocah laki-laki yang tak lain adalah Kevin. "Mama nggak nangis kok, cuma kelilipan aja. Gimana sekolah Kevin hari ini? Maaf, Mama nggak bisa nganter tadi,"