"Pa--" Violetta sangat shock mendengar ucapan sang papa yang mengatakan bahwa Gracio sudah mati. "Sebenci apapun Papa sama suamiku, jangan pernah mengatakan bahwa dia sudah mati, apalagi di depan Kevin. Seburuk apapun sikap Mas Gracio, nggak sepantasnya Papa berkata seperti itu," ucap Violetta dengan mata yang mengembun.
"Sudahlah. Papa nggak punya menantu seorang kriminal seperti dia. Lebih baik urus surat cerai kalian secepatnya," titah Baron dengan amarah yang masih membuncah. Sebab, ia terlalu kecewa dengan menantunya itu yang sudah mencoreng nama baik keluarga.Kedua bola mata Violetta membulat sempurna tatkala mendengar kalimat yang sama sekali tidak dia inginkan. "C-cerai? Itu nggak mungkin, Pa. Aku sangat mencintai Mas Gracio," bantah Violetta dengan tegas. Kemudian ia berlalu dari sana meninggalkan sang papa yang diselimuti rasa kesal."Dia sudah dibutakan oleh cinta yang sama sekali tidak menguntungkan baginya," gumam Baron semakin frustasi. Belum sempat Baron memasuki kamar, terdengar suara ketukan pintu dari luar."Pa, bolehkah aku masuk ke dalam," ucap Gracio dari balik pintu. Yeah, yang datang adalah Gracio. Dia benar-benar tak bisa jauh dengan istri dan anaknya."Lebih baik kamu pergi dari sini. Jangan pernah lagi menginjakkan kaki di rumah ini," kecam Baron menatap nyalang. Detik berikutnya pria baya itu membanting pintu hingga menimbulkan suara keras, membuat Gracio kaget setengah mati."Pa, aku mohon izinkan aku bertemu dengan anak dan istriku. Aku janji akan membuktikan kebenaran kalau aku nggak salah," teriak Gracio dari luar sana. Suaranya sampai terdengar ke dalam kamar yang ditempati oleh Kevin.Anak kecil itu berlari ke arah pintu untuk menemui sang papa. "Papa! Aku mau pulang sama Papa," Kevin berteriak sangat lantang sambil lalu berusaha melepaskan diri dari dekapan sang kakek."Jangan jadi anak pembangkang, Kevin. Cepat kembali ke kamar, sebelum kakek benar-benar marah sama kamu," perkataan Baron membuat Kevin ketakutan. Ia menangis histeris sampai terdengar oleh Gracio di luar sana."Papa apakan Kevin, kenapa dia menangis?" suara Gracio terdengar sangat cemas. Ia terus menggedor pintu rumah tersebut, dan berusaha membukanya. Hampir saja Gracio menghancurkan pintu tersebut, sebelum akhirnya suara tangisan Kevin sudah tak terdengar lagi.Ingin rasanya Gracio mendekap tubuh Kevin ke dalam pelukannya. Namun, ia tidak mau membuat keadaan semakin runyam. Terpaksa Gracio pergi meninggalkan rumah mertuanya dengan perasaan. tak menentu. "Tunggulah pembalasan ku." Gumamnya dengan tangan yang terkepal kuat. Tentu saja ucapannya itu tertuju kepada Intel dan SP yang sudah mencoreng nama baiknya.Gracio bersumpah, akan menghancurkan mereka semua apapun caranya. Ia tidak akan menunggu besok, malam ini pun Gracio langsung bergerak cepat. Langkah pertama yang dia ambil adalah, menghubungi para ank buahnya yang berstatus teman-temannya dari masa kecil. Entah apa yang mereka bicarakan melalui sambungan telepon, sampai membuat wajah Gracio terlihat sangat serius.*****Pagi harinya.Gracio menatap seorang gadis cantik yang baru keluar dari pekarangan rumahnya. Dia terus mengikuti kemana gadis itu pergi. "Lihat saja apa yang aku lakukan kepadamu Roberto!" Gumam Gracio tersenyum tipis.Sedangkan gadis yang sejak tadi ia ikuti sama sekali tidak menyadari akan keberadaanya. Ia memasuki Fakultas Palanesia Dundee Langara (PDL). Clara Evania namanya. Dia gadis yang sangat periang."Selamat pagi, Pak Sean," sapa Clara kepada Dosen tampan yang sedang berpapasan dengannya di parkiran kampus."Pagi, Clara. Tumben pagi banget datangnya," balas Sean tak percaya melihat keberadaan mahasiswinya itu yang biasanya datang terlambat ke kampus."Iya nih, Pak. Kebetulan lagi ada tugas, hehehhe," Clara terkekeh kecil menampilkan deretan giginya yang putih. "Kalo gitu saya permisi, Pak," gegas Clara memasuki kelas dengan langkah riang.Sean menatap punggung Clara sampai hilang ditelan pintu. Jantungnya selalu berdebar saat berdekatan dengan gadis cantik itu. Baru kali ini Sean merasakan getaran itu, apalagi terhadap mahasiswi yang bukan dari kalangan yang teladan.Setelah mengikuti jam kuliah yang dipimpin oleh Dosen kiler, membuat Clara suntuk berada di dalam kelas. Sekarang waktunya jam istirahat, Clara menuju ke kantin seorang diri tanpa adanya teman. Dengan begitu Clara merasa nyaman karena sikapnya yang care, dia bisa berbaur dengan mahasiswa yang lain tanpa embel-embel teman ataupun sahabat.Namun, tatapannya tak sengaja bertemu dengan sosok pria asing yang berada di parkiran kampus. Gracio! Dialah pria yang bertatapan dengan Clara. 'Dia siapa? Ganteng banget lagi.' Batin Clara memuji ketampanan Gracio. Sayangnya pria tampan itu justru pergi dari tempat duduknya dan semakin membuat Clara penasaran.Gracio mengepulkan asap rokoknya di udara dengan kepala yang menengadah ke atas. Dia memikirkan rencana selanjutnya yang harus dirangkai secara matang. Gracio tidak mau salah dalam mengambil langkah, sebab rumah istri dan anaknya yang menjadi taruhannya.Entah sudah berapa jam Gracio duduk di dalam mobil sambil menunggu Clara keluar dari kampus. Ia tidak ingin menunggu terlalu lama lagi, cuma gadis itu yang bisa dia jadikan alat untuk balas dendam kepada Robert dan Xander.Orang yang ditunggu telah muncul dari balik gerbang. Gracio bergerak cepat dengan mengikuti langkah kaki Clara yang menuju ke halte bus dekat kampus PDL.Clara tersentak kaget saat mendengar bunyi klakson dari mobil di sampingnya. "Kamu Clara 'kan?" tanya Gracio berpura-pura polos di hadapan Clara."Iya, Om siapa ya?" Clara menjawab dengan tatapan penasaran. Ia baru sadar jikalau pria yang dipanggil Om itu adalah pria yang berada di parkiran kampus tadi."Om?" ulang Gracio merasa tak terima dipanggil Om karena dirinya masih sangat muda dan tampan. Baru punya anak satu juga.."Kenapa Om? Apa ada yang salah? Om ini siapa kok bisa tahu namaku? Apa jangan-jangan Om menguntit ku yang dari tadi, soalnya aku juga melihat Om ada di parkiran kampus tadi," cicit Clara panjang lebar.Gracio meringis begitu mendengar ocehan Clara yang sangat cerewet. Dia pikir Clara adalah gadis yang lugu dan pendiam, ternyata dia salah. "Masuklah, nanti saya ceritakan di dalam," Gracio membukakan pintu mobil untuk Clara. Namun gadis itu cuma diam dengan tatapan mengintimidasi."Om nggak ada maksud buat nyulik aku 'kan?" lagi-lagi Clara berprasangka buruk kepada pria tampan yang ada di hadapannya. Tapi meskipun diculik juga tidak apa-apa, karena penculiknya macam Gracio yang sangat tampan. Jadi ikhlas saja jika Clara diculik. Astaga pikiran macam apa itu.Gracio memutar bola matanya malas. Ia jadi ragu apakah benar Clara adalah putrinya Robert apa bukan. Sebab, sifat mereka sangat jauh berbeda. Cuma satu kesamaan mereka, yaitu membuat kepala Gracio pusing. Akhirnya Gracio turun dari dalam mobil dan memasukkan Clara ke dalam mobil hingga gadis itu terlihat panik."Om, jangan macam-macam ya. Aku bisa teriak dan membuat--eemmm,""Gimana Robert, apakah pria itu sudah memberikan uang yang kita mau?" tanya Xander kepada bawahannya, sekaligus kaki tangannya. Mereka sedang duduk berdua di cafe dekat taman dipinggiran kota. "Sudah. Tapi kedua orang tuanya yang memberikan uang itu. Mereka meminta kepada kita agar Gracio tidak ditahan, sampai mamanya pun menangis di hadapanku. Hahahhaaa," Robert tertawa sumbang seolah meremehkan permohonan kedua orang tua Gracio. "Disaat putranya menentang kita, dan mengancam kita habis-habisan, lalu mereka datang dengan membawa uang kompensasi lengkap dengan permohonannya. Benar-benar sangat lucu," balas Xander ikut tertawa senang. Persetan dengan nama baik Gracio, yang penting dia sudah mendapatkan apa yang diinginkan sejak awal. Yaitu, uang. Keduanya tertawa terbahak-bahak karena menganggap Grace dan Yola--kedua orang tua Gracio, sangatlah bodoh. Padahal mereka dari kalangan terhormat, tapi memilih untuk merendahkan diri hanya demi nama baik anaknya. Sangat disayangkan, sebab m
Gracio terus memikirkan istri serta anaknya yang masih berada di rumah orang tuanya. Ia benar-benar tidak diperbolehkan bertemu dengan mereka. Rasanya hidupnya semakin hari semakin hampa. Ia jadi teringat dengan Clara, gadis bar-bar tapi cukup polos hingga tak sadar hanya dibodohi olehnya. "Jangan lupa besok pagi misi pertama kita ke markas Xander. Jangan bersikap mencurigakan, kamu harus memberikan alasan yang jelas kepada kedua orang tuamu agar nggak dicari karena keluyuran di luar rumah." Tulis pesan Gracio kepada gadis cantik itu. "Siap, Om tampan. Kenapa Om belum tidur? Pasti lagi mikirin aku ya." Balas pesan dari Clara yang membuat Gracio sedikit terhibur. Sikap Clara yang pecicilan sangatlah natural dan tidak dibuat-buat. Itulah yang Gracio sukai darinya. "Ck! Cuma di read doang. Emang Om kulkas 12 pintu." Gerutu Clara terlihat kesal. Entah kenapa ia bisa percaya begitu saja terhadap Gracio yang jelas-jelas hanya orang baru baginya. Hatinya seolah berkata bahwa Gracio adalah
B-boleh," des*h Xander dengan mata yang terpejam. Buaya seperti Xander memang tidak bisa melihat barang bening seperti Clara. "Ah, Om Xander memang sangat baik. Ternyata aku nggak salah melabuhkan hati kepada Om," Clara menyandarkan kepalanya di dada bidang Xander. Sungguh rasanya gadis itu ingin muntah saat mencium aroma tubuh Xander yang bau nikotin serta bau alkohol. Namun, sebisa mungkin Clara menahannya sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke sana. Xander seakan dibuat terbang oleh pujian manis Clara. Ia benar-benar tak menyangka kalau putri dari temannya akan jatuh cinta kepadanya. Bukankah itu adalah anugerah terindah yang Xander dapatkan di tahun ini? Ah, ia berjanji kalau bisa mendapatkan Clara, maka ia tidak akan pernah lagi bermain wanita. Cukup Clara yang menjadi wanita satu-satunya dalam hidupnya. "Ayo Om, kita ke sana," tangan Xander ditarik begitu saja oleh gadis cantik itu, dan membawanya ke depan pintu ruang rahasia. "Apa harus sekarang? Kenapa nggak n
Hari ini, Clara pergi ke kampus karena ada mata kuliah pagi dari Pak Sean. Clara mengambil jurusan Manajemen Bisnis, karena ingin menjadi wanita karir yang bekerja di perusahaan besar. Seperti biasa, wajah Clara selalu terlihat ceria di depan semua orang. Kecantikannya mewarisi sang Mama saat masih muda dulu. Lagi-lagi Clara berpapasan dengan Sean di parkiran kampus, sebab ia berangkat pagi-pagi sekali karena dia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh Sean pada minggu lalu."Selamat pagi, Pak Sean," sapa Clara menampilkan senyuman manisnya. "Pagi, Clara," balas Sean juga melempar senyum hangat kepada mahasiswinya itu. "Saya duluan ya, Pak," pamit Clara bergegas memasuki area kampus dan menuju ke kelasnya yang terletak di lantai dua.Sean hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Clara yang selalu membuat jantungnya berdebar. Sejak pandangan pertama, Sean sudah jatuh cinta kepada mahasiswinya itu. Namun, ia tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya karena
"Om, maaf banget ya udah bikin Om nunggu lama. Tuh gara-gara Pak Sean, aku dikurung dalam ruangannya selama 3 jam. Sangat menyebalkan, untung ganteng, kalo nggak udah aku caci maki dia," cicit Clara seperti tak bernafas. "Emangnya berani?" tanya Gracio seakan mengejek keberanian Clara yang hanya seujuo kuku. "Enggak sih, Om. Hehehehe," Clara terkekeh kecil saat menyadari ucapannya yang hanya bercanda tadi. "Ngapain aja selama tiga jam di ruangan dosen kamu?" todong Gracio menatap penasaran pada gadis cantik di hadapannya tersebut. "Kepo!" Clara memalingkan wajah ke luar jendela mobil karena tak ingin membahas kegiatannya di dalam ruang dosen tadi. Moodnya dibuat hancur oleh Sean hanya dengan tiga ucapan saja. "Aku mencintaimu, Clara."Ungkapan cinta dari Sean membuat Clara seakan tak percaya dan berharap semua itu hanya mimpi. Rasa kagum yang sempat ia berikan kepada dosen pembimbingnya itu seketika sirna hanya karena ungkapan cinta yang sangat tak diinginkan oleh Clara. Gracio t
Gracio melihat jam yang melingkar di tangannya. Sisa 15 menit waktu yang dimiliki Clara di dalam sana untuk mendapatkan dokumen penting milik Xander. Walaupun dia tahu bahwa Clara terlalu spektif akan rencana mereka. Namun, Gracio memberikan konspirasi yang baik terhadap gadis itu supaya tetap optimistis dalam menjalankan tugasnya. Ada sedikit keraguan dalam hatinya saat melihat kepolosan Clara yang selalu patuh terhadapnya. "Sudah sejauh ini, aku tidak boleh lengah." Gracio berkata dengan tatapan tajamnya. Hatinya hampir saja goyah akibat memikirkan Clara. Di dalam sana, Clara kesulitan untuk bergerak karena Xander terus memeluknya dari belakang. "Om mending duduk aja deh, aku nggak bisa gerak bebas nih," gerutu Clara memasang wajah kesal. "Om sudah nggak sabar pengen main bareng kamu di atas sana," tunjuk Xander pada ranjang kecil di samping rak buku. Benar-benar membuat darahnya seakan mendidih. "Ish, Om Xander mesum banget ya. Aku tuh masih gadis dan wanita baik-baik, masak ma
"Ma, Pa, aku berangkat dulu ya," pamit Clara pada kedua orang tuanya. "Akhir-akhir ini jam kuliah kamu padat banget ya, Cla?" tanya Camellia kepada sang putri tercinta. "Ah, iya, Ma. Aku ikut les tambahan sekarang," jawab Clara berbohong. 'Maafin aku, Ma, Pa. Ini semua demi kebaikan keluarga kita.' Batinnya menimpali. "Jangan terlalu capek, Sayang. Papa nggak mau melihat kamu sakit kalau kurang istirahat," sambung Robert mengusap puncak kepala sang putri penuh dengan cinta. "Iya, Pa. Aku giat belajar juga demi kalian, supaya aku bisa menjadi anak yang berguna di masa depan nanti," ungkap Clara merasa tercubit dengan ucapannya sendiri. Jangankan giat, ada tugas rumah pun Clara sering terlambat mengerjakan. "Ayo biar Papa yang antar, kebetulan hari ini Papa akan pergi menemui Xander," gegas Robert meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Kedua mata Clara membulat sempurna saat mendengar nama Xander dari mulut sang Papa. "Kenapa bengong, tuh ditungguin sama Papa di depan,"
"Om!" Clara terpekik kaget saat tiba-tiba Gracio menarik tangannya. "Om kapan nyampek sini?" tanyanya sambil lalu mengikuti langkah pria itu yang masih tetap menggenggam tangannya. "Ck! Pantas saja lama," Gracio menggerutu tanpa mau membahas sosok pria yang tadi."Maksud Om apa? Om cemburu?" tuding Clara seraya tersenyum senang. "Dia itu dosen aku, Om. Kami nggak punya hubungan apa-apa, jadi nggak perlu khawatir, aku masih jomblo kok," terangnya sudah seperti seorang kekasih yang takut pasangannya salah paham. Ah, atau itu adalah kode buat Gracio supaya mau menembaknya dengan cinta? Clara memang terlalu percaya diri, ia berpikir kalau Gracio ada rasa terhadapnya. "Berisik! Cepat masuk!" Titahnya sembari membukakan pintu mobil untuk Clara. Dia benar-benar kesal karena sedari tadi gadis tengil itu selalu mengoceh sehingga membuat telinganya panas. Di ujung koridor, Sean menatap kepergian Clara yang entah dengan siapa. Hatinya memanas tatkala melihat kedekatan dua insan itu, apakah p