Tania menerima obat itu dengan gemetar."Mas, aku gak berani. Bagaimana kalau Pak Basuki tahu rencana kita? Dia bisa membunuh aku." "Cepat kembali ke kamar! Kita gak boleh lama-lama di sini. Anak buah Pak Basuki bisa melihat kita." Aryo menurunkan topinya dan cepat berlalu masuk ke dalam elevator."Tapi, Mas.." Belum sempat Tania menyelesaikan ucapannya, Aryo sudah menghilang.'Sial! Suamiku sendiri menjadikan aku alat demi uang.' gumam Tania.Tania kembali masuk ke dalam kamar hotel itu. Ia tersentak melihat Pak Basuki sudah duduk di atas tempat tidur sambil bertelanjang dada."Lama sekali kamu, Nia. Jangan mencoba untuk kabur, ya!" "Eh, maaf Om." Tania merasa ngeri melihat tubuh besar Pak Basuki dengan lemak yang bergelambir. Ia meringis dan berusaha berpikir mencari cara dan alasan yang tepat untuk menghindar dari pria itu."Om, aku mau mandi dulu. Tubuhku sudah berkeringat sejak tadi. Aku gak percaya diri di hadapan Om. Sabra sebentar, ya!" kata Tania. "Jangan membuat aku lama
Tanpa terasa sudah tiga hari Sandy pergi ke Medan. Di siang hari, Sandy sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ia hanya bisa membalas pesan Indah di sela waktu makan siangnya.Saat malam menjelang, Indah menunggu telepon dari suaminya itu. Mereka biasa melakukan panggilan video dan berbincang mengenai banyak hal.Malam itu Indah duduk di atas tempat tidurnya, berulang kali ia melihat gawainya yang ada di atas nakas. Ia menunggu Sandy menelepon lebih dulu. Malam ini Sandy sedikit terlambat, karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Indah menjadi gelisah, tapi ia harus bersabar karena pekerjaan suaminya memang sangat padat.Sepuluh menit kemudian, telepon berdering. Indah tersenyum dan menjawab panggilan telepon itu."Halo, Mas." Indah melihat di layar wajah suaminya. Rambutnya masih basah karena baru selesai mandi. Terlihat jelas gurat lelah di wajah Sandy, tetapi ia tetap menyunggingkan senyum."Maaf aku membuatmu lama menunggu. Aku baru selesai pertemuan dengan seluruh kepal
Indah langsung menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apakah dirinya bisa mendonorkan darah untuk Irene. Beruntungnya, kondisi tubuh Indah memenuhi syarat untuk pengambilan darah itu.Irene dipindahkan ke ruang perawatan dalam kondisi masih belum sadarkan diri. Mama Irene terus menangis melihat kondisi putrinya yang tak berdaya.Setelah diambil darahnya, Indah dan Bu Ratna menjenguk Irene di ruangannya."Indah, terimakasih karena kamu sudah mau menolong Irene. Maaf kalau selama ini sikap Irene kurang baik padamu." Mama Irene menghapus air matanya yang mengalir dengan tisu."Iya, Tante. Saya tahu kalau Irene sebenarnya anak yang baik. Kondisi Irene pasti akan segera membaik, Tante," kata Indah."Sabar, Irene anak yang kuat, dia pasti segera sadar dan akan cepat pulih," imbuh Bu Ratna sambil mengusap pundak Mama Irene.Perawat melakukan transfusi darah untuk Irene. Indah memilih keluar dari ruangan untuk mencari udara segar. Ia duduk di kursi di depan ruangan dan meminum teh manis hanga
"Hari Selasa besok Arinna ulang tahun, Mas," kata Indah melalui telepon malam itu. Berbincang melalui sambungan ponsel di balkon sambil menatap bintang yang indah menjadi kegemaran Indah setiap malam."Oh ya? Untung kamu mengingatkan aku, hampir saja aku lupa. Aku akan mengirim kado untuknya. Apa kamu sudah menyiapkan pesta ulang tahun untuk Arinna?" tanya Sandy."Nanti aku siapkan acara kecil di sekolahnya, Mas. Dia ingin kamu pulang di hari istimewanya itu."Sandy menghela nafas panjang. "Kasihan anakku. Pekerjaanku sedang sangat padat. Nanti aku akan menelepon dia untuk minta maaf. Persiapkan yang terbaik untuk acaranya, ya. Aku mau dia bahagia dan akan mengingat acara itu seumur hidupnya.""Aku mengerti, Mas. Aku juga sudah mengatakan padanya kalau kamu sangat sibuk.""Maafkan aku, Sayang. Aku janji tahun depan kita akan merayakan ulang tahun Arinna dan Charles dengan lebih baik lagi," kata Sandy."Iya, Mas. Yang paling penting adalah doa tulus dan terbaik untuk Arinna. Selama ini
Sepanjang hari itu Indah, Sandy, dan kedua buah hati mereka menghabiskan waktu bersama. Indah mencari sebuah hotel di dalam kota yang memiliki kolam renang. Mereka berusaha memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan semaksimal mungkin."Ayo kita berenang, Pa!" ajak Arinna."Kalian saja, ya. Papa dan Mama duduk di sini," kata Sandy."Pakai pelampungnya, Sayang," kata Indah.Sandy merangkul Indah yang duduk di sampingnya. Sesekali mereka melambaikan tangan dan tersenyum pada Arinna dan Charles."Bagaimana pekerjaanmu di sana, Mas? Apa kita masih harus berpisah dalam waktu yang cukup lama?" tanya Indah."Iya, Sayang. Setelah aku evaluasi, ada beberapa bagian dan karyawan yang harus dirombak. Aku harus membenahi semuanya sejak awal, jadi membutuhkan waktu. Sabar, ya, aku juga sebenernya ingin segera kembali ke rumah dan berkumpul bersama kalian." Sandy mengecup kening Indah.Indah merapatkan tubuhnya di pelukan Sandy, berusaha melepas kerinduan dan menikmati semuanya walau hanya sesaat. S
Sandy duduk di kursi pesawatnya dan menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka bisa kembali berjumpa dengan gadis yang dulu sangat ia cintai. Tak bisa dipungkiri, dadanya bergemuruh dan berdebar kencang ketika melihat wajah Daisy. Jika saja ia tidak segera menghindar dan menjauh, bisa saja pertahanannya runtuh, apalagi ketika mendengar kejujuran gadis itu, bahwa ia kini tidak merasa bahagia. Sandy merasa gadis itu memberi isyarat akan penyesalan dan bahwa dirinya masih mempunyai rasa yang tersisa padanya.Gadis yang selalu terlihat cantik dan anggun di matanya. Sandy sangat menyukai gaya dan pesonanya, apalagi semangat dan kemandirian gadis itu. 'Dia masih cantik seperti dulu,' batinnya.Andai dulu Daisy tidak keras kepala dan berpegang pada prinsip dan egonya, mungkin saat ini Sandy dan Daisy sudah menikah. Tak bisa dipungkiri, begitu banyak waktu dan usaha yang Sandy telah tempuh untuk melupakan cinta pertamanya itu. Saat ia menghapus semua kontak dan jejak Daisy dari hidupnya, ia
Siang itu Indah sedang beristirahat sejenak di rumah ibunya. Sebelumnya ia sudah memasak di restoran dan memastikan semua berjalan dengan baik. "Jadi Nak Sandy sudah kembali ke Medan?" tanya Ibu Indah."Iya, Bu. Dia hanya bisa mengambil libur satu hari, khusus untuk merayakan ulang tahun Arinna," jawab Indah sambil mengambil jeruk dari piring di hadapannya dan mengupasnya."Sepertinya dia sangat menyayangi Arinna dan Charles. Dia sampai rela pulang demi menyenangkan Arinna di hari istimewa itu.""Iya, Bu. Anak-anak sekarang juga sangat dekat dengannya. Indah sangat bersyukur dan bahagia, Bu. Ternyata keputusan untuk menikah dengan Mas Sandy gak salah. Mas Sandy bisa menjadi papa yang baik untuk anak-anak. Sejauh ini Papa dan Mama Mas Sandy juga menyayangi Arinna dan Charles seperti cucu mereka sendiri. Semoga selamanya akan seperti itu, Bu."Ibu tersenyum dan menjawab, "Ibu ikut senang mendengarnya, Nak. Syukurlah kalau kalian bahagia. Itu menjadi doa Ibu setiap waktu. Ibu jadi tenan
"Indah, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kamu menamparku?""Mas, kenapa gak minta ijin padaku untuk menjemput Arinna?" tanya Indah dengan geram."Apa?! Dia itu anakku juga, Indah. Kenapa aku harus minta ijin padamu?""Aku berpikir Arinna diculik, Mas. Sekarang ini aku akan ke kantor polisi dan melaporkan hilangnya Arinna. Keterlaluan kamu, Mas!" kata Indah.Ibu Indah mendekat dan memeluk Indah. "Nak, ayo bicara di dalam! Kalau ribut di sini, semua orang akan melihat kita.""Gak perlu bicara dengannya, Bu. Aku tegaskan lagi, Mas! Jangan temui anakku lagi! Aku gak mau melihat kamu di hadapanku lagi, Mas!"Indah masuk dan menggandeng Arinna. Gadis kecil itu terlihat kaget dan bingung. Namun ia mengikuti langkah mamanya dengan cepat."Tunggu! Kita harus jelaskan semua ini, Indah. Aku gak terima dengan caramu menghalangi aku bertemu anak-anak." Aryo mengikuti Indah.Karyawan Sandy langsung berpamitan karena ternyata semua hanya salah paham. Dengan menahan malu Indah menghubungi pihak sekolah