Siang itu Indah dan Sandy mengajak ibu, Arinna dan Charles ke rumah baru mereka. "Wah, besar sekali rumah kalian, Nak." Ibu Indah menatap bangunan rumah itu dengan takjub."Ayo kita masuk, Bu! Mas Sandy memilih rumah ini supaya anak-anak punya kamar masing-masing. Kalau Ibu mau menginap di sini, juga ada kamar yang bisa Ibu gunakan," kata Indah. "Ini rumah kita, Ma, Pa?" Arinna dan Charles tak kalah takjub."Iya, apa kalian suka?" tanya Indah."Suka, bagus sekali rumahnya, Ma." Mata Arinna berbinar senang."Ayo kita ke kamar kalian! Kalian sudah besar, jadi harus belajar tidur sendiri," tukas Sandy.Sandy menggandeng tangan Arinna dan Charles. Indah tersenyum melihat kedua anaknya berlari kecil di sisi Sandy. Indah memeluk ibunya yang juga terlihat haru."Ibu ikut senang karena Sandy sangat baik dan menyayangi kalian, Nak. Ibu mendoakan kalian tetap harmonis dan bahagia seperti ini.""Terimakasih, Bu. Aku sangat bahagia dan bersyukur karena Mas Sandy bisa dekat dan memperlakukan Ari
Setelah beberapa bulan direnovasi, bangunan restoran akhirnya telah selesai diperbaiki. Desain bangunan itu diubah sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh Indah. Bu Ratna dan Sandy sangat menyetujui usul Indah untuk mengubah konsep restoran itu menjadi tempat makan keluarga yang nyaman dan hangat.Walaupun Indah tidak mengenyam pendidikan tinggi, tetapi ia adalah wanita yang cerdas, teliti, dan punya pertimbangan pemasaran dan manajemen yang baik.Selama menikah dengan Sandy, Indah juga telah mempelajari banyak ilmu manajemen dan meningkatkan kapasitasnya.Pagi itu Indah membantu Sandy merapikan dasinya. Sandy memeluk pinggang Indah yang ramping dan merapatkannya ke tubuhnya. "Sayang, proses pembangunan restoran sudah selesai. Para karyawan lama juga telah dihubungi untuk bekerja kembali. Tapi aku belum membeli meja, kursi, dan perabot lainnya. Aku ingin kamu yang menyiapkannya, agar semua sesuai dengan keinginanmu," kata Sandy."Iya, Mas. Aku akan mengurusnya. Kamu bisa mengandalk
Malam itu Indah sedang duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang. Jam di layar ponselnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sandy memang sedang sangat sibuk bekerja, bahkan di akhir pekan terkadang Sandy masih ada pertemuan di luar kantor dengan klien atau rekan bisnisnya.Namun sesibuk apapun, Sandy selalu berusaha memberi waktu untuk Indah, Arinna, dan Charles. Di akhir pekan Sandy akan mengajak keluarganya jalan-jalan atau makan di luar. Sandy juga tidak ragu memperkenalkan Indah dan anak-anaknya pada semua rekan bisnisnya.Mata Indah mulai terasa berat, ia bersandar di sandaran sofa itu."Bu, kalau Ibu mengantuk, tidur saja. Biar aku yang membukakan pintu untuk bapak," kata Tini."Gak apa-apa. Kamu saja yang tidur duluan," jawab Indah. Tini menurut dan masuk ke kamarnya.Tak lama kemudian, Indah mendengar suara mobil Sandy masuk ke halaman rumah. Indah bergegas bangkit dan membuka pintu. Sekalipun sudah lelah dan mengantuk, Indah tetap tersenyum menyambut Sandy
Sampai esok harinya suasana hati Indah menjadi tidak nyaman karena ulah Tini. Setelah Indah menegurnya, Tini mengurung diri di kamar. Indah bahkan harus mengetuk pintu kamar Tini berulang kali sebelum berangkat bekerja.Tini keluar dari kamar dengan mata sembab dan wajah lesu."Ibu dan bapak mau berangkat kerja. Bereskan rumah, ya!" ucap Indah singkat. Tini hanya mengangguk lemah sambil menutup pintu kamarnya dari luar.Di sepanjang perjalanan Indah hanya duduk diam di samping Sandy yang menyetir mobilnya."Sudahlah, Sayang. Aku yakin Tini gak punya maksud jahat. Dia masih sangat muda, mungkin sikap dan pemikirannya belum dewasa dan masih labil."Indah mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. Mungkin saja ia memang terlalu curiga dan sensitif, tapi Indah merasa tidak ada salahnya untuk mengantisipasi.Indah dan Sandy tiba di restoran. Pagi itu Bu Ratna juga sudah tiba untuk meninjau perkembangan restoran yang baru. "Pagi, Ma," Sandy mencium pipi sang mama.Indah juga memeluk Bu R
"Apa-apaan kamu, Tin? Jangan lancang!" Sandy melepaskan pegangan tangan Tini."Pak, saya sudah gak tahan lagi. Saya suka dan cinta sama Bapak." Tatapan gadis itu kini bukan seperti gadis lugu."Kamu mabuk? Aku ini majikanmu. Tolong jaga sikap dan ucapanmu!" Sandy terus menghindar dan menjauhkan diri dari gadis itu."Pak, apa kurangnya saya dari Bu Indah? Saya cantik dan lebih muda dari Ibu. Sebelum menikah dengan Bapak dia itu janda, kan? Kalau saya masih perawan, Pak. Saya rela menyerahkan hal yang paling berharga dalam diri saya pada Bapak. Saya yakin kalau Bapak akan bisa menyukai saya." Tini mendekati Sandy kembali."Jangan mendekat! Saya peringatkan kamu!" Sandy berteriak."Pak, jangan pura-pura gak mau begitu! Saya tahu Bapak bosan dengan perempuan galak dan ketus seperti Bu Indah. Apa salahnya Bapak coba dulu mendekati saya? Saya pasti akan bersikap lembut dan lebih baik sama Bapak." Tini semakin gencar menggoda Sandy.Sandy tidak punya jalan lain selain melarikan diri dan kelu
Pagi itu Indah sedang memeriksa laporan keuangan restoran di dalam ruang kerjanya. "Pagi, Indah." Bu Ratna masuk ke ruangan dengan gaya anggunnya. "Pagi, Ma. Mama sudah sarapan?" sapa Indah."Sudah. Kenapa wajahmu pucat dan lelah begitu, Nak?""Ah, gak apa-apa, Ma. Indah sehat koq."Beberapa hari ini ia merasa lelah, karena setiap pulang dari restoran, Indah harus mengurus Arinna, Charles, dan mengerjakan pekerjaan rumah. "Kamu gak ada niat untuk mencari pembantu baru, Nak?" tanya Bu Ratna."Belum terpikir, Ma. Setelah kejadian kemarin, Indah masih takut untuk mempercayai orang baru. Indah sudah memperlakukan Tini dengan baik, tapi ternyata dia punya niat buruk. Memang gak mudah mencari orang yang bisa kita percayai, ya Ma," jawab Indah."Nanti Mama coba hubungi Bi Ijah. Dia dulu bekerja di rumah Mama dalam waktu cukup lama. Dia mulai bekerja sejak masih gadis, dan baru keluar setelah hamil dan mempunyai anak. Pekerjaannya rapi dan baik, orangnya juga bisa dipercaya. Mama sudah me
Bu Ratna memberi tahu Indah bahwa Bi Ijah mau bekerja di rumahnya. Indah menerima saran mertuanya itu, apalagi menurut mama mertuanya, Bi Ijah orang yang baik dan bisa dipercaya.Sore itu Bu Ratna datang ke rumah Indah bersama seorang wanita paruh baya yang menenteng sebuah tas."Indah, ini Bi Ijah yang Mama ceritakan kemarin." kata Bu Ratna.Indah tersenyum menyalami wanita itu. Indah melihat Bi Ijah cukup ramah dan keibuan. Ia berharap kali ini telah menemukan orang yang tepat untuk bekerja di rumahnya."Bi Ijah, ini menantu saya, Indah." Bu Ratna melirik Bi Ijah."Wah, ini istrinya Nak Sandy? Cantik sekali," puji Bi Ijah."Hubungan kita sudah cukup lama terjalin dan selama ini sangat harmonis. Saya percaya Bibi bisa bekerja dengan baik sambil menjaga anak-anak saya di sini." Bu Ratna tersenyum dan mengusap bahu Bi Ijah."Terimakasih atas kesempatannya, Nyah. Bibi janji akan bekerja sepenuh hati seperti dulu. Walaupun Bibi sekarang sudah tua, tapi Bibi masih bisa mengerjakan semua p
Indah mengerjapkan matanya berulang kali, ia melihat tubuhnya dan sang suami polos dan hanya sebagian tertutup dengan selimut. Indah meraih ponselnya dari atas nakas dan melihat jam di layar. "Jam dua? Ah, pasti Bi Ijah bingung tadi karena Mas Sandy dan aku gak jadi makan malam."Indah tersenyum menatap suaminya yang masih terlelap. Setelah semalam berpelukan, adegan selanjutnya memang sudah bisa ditebak. Mereka malah bercinta sampai kelelahan dan tertidur.Indah mengulurkan tangan dan memeriksa kembali dahi suaminya."Syukurlah, sudah gak demam." Indah mendekat dan mengecup kening Sandy.Setelah itu ia beringsut turun dari tempat tidur dan membersihkan diri di kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Indah sudah kembali ke tempat tidurnya. Ia menyelimuti tubuh Sandy yang tetap terlelap. Pria itu sempat sedikit membuka mata dan meraih Indah ke pelukannya. Indah tersenyum kecil sebelum kembali masuk ke alam mimpinya.---Pagi itu Indah bangun awal seperti biasanya. Ia sengaja membiarkan