Share

Pendekar Bukit Meratus
Pendekar Bukit Meratus
Penulis: mrd_bb

Bab 1: Warisan Berdarah

Hutan ini sangat lebat dan terkenal angker, tapi anak bertubuh kecil kurus dengan pakaian mirip pengemis ini agaknya sudah terbiasa ke sini mencari kayu bakar, yang dikumpulkan lalu di jual ke pasar.

Di usianya yang baru jalan 8 tahunan, dia harus bekerja keras seperti orang dewasa, karena keadaannya yang miskin. Wajahnya sebenarnya tampan, matanya bulat bersih, hidungnya kecil mancung.  

Krusaaakk….si anak kecil ini lalu refleks menoleh ke arah suara itu. “Jangan-jangan ular besar,” batinnya mulai waspada, sambil menghunus golok pendeknya yang selalu menemaninya bila ke hutan.

Tiba-tiba hampir copot jantungnya, seolah melihat hantu di siang bolong, di depannya sudah berdiri seorang laki-laki yang tak dikenalnya. Tak sadar goloknya sampai terlepas dari tangan, saking kagetnya.

Pandangan laki-laki itu menusuk mata polosnya, hingga hati si anak kecil ini mengkerek, ketakutan langsung melanda hati. Kok muncul tiba-tiba saja, batinnya.

“Kamu…bawa benda ini, lalu pergii cepat…arghh…aku tak punya banyak waktu!” mata pria ini menatap tajam, tapi tangannya terlihat menekan dada kiri, seperti menahan rasa sakit, mulutnya bahkan terlihat noda darah yang mengalir dari mulutnya. 

“Tu-tuan s-siapa??! Si anak kecil dengan suaranya yang terbata bertanya.

Namun, pertanyaan itu tak terjawab, pria asing ini lalu berlari sangat cepat, dalam sekejap sudah hilang dari pandangannya, mulutnya bahkan terlihat tetes darah mengalir.

Si anak kecil ini melongo melihatnya, tapi bungkusan hitam yang diberikan langsung dia simpan di saku celananya.

Tak berselang lama, kembali si anak kecil ini terkaget-kaget, 3 orang berwajah serius sudah berdiri di depannya. Kemunculan ketiga orang ini tak beda jauh dengan pria sebelumnya yang muncul tiba-tiba.

 “Hei anak kecil, apakah kamu melihat ada laki-laki berambut panjang, wajah brewok lewat sini,” bentak seorang laki-laki pada si anak kecil ini.

“A-aanu…tadi s-saya lihat lari ke arah sana!” tunjuk si kecil ini dengan suara gagap.

Pria yang bertanya tadi sesaat menatap dengan sangar wajah si anak kecil ini, seolah memastikan tidak dibohongi.

“Hei anak kecil, kamu jangan main-main.”

Japra, nama anak kecil itu, bergetar ketakutan mendapat tekanan demikian.

“I-iya tu-tuan, awalnya dia lari ke Barat, tapi berbalik kayak hantu, l-lari ke arah Timur!” kembali bocah kecil menyahut agak gagap omongan orang-orang kasar ini.

“Hmm…anak kecil jarang berbohong, ayoo kita kejar ke Timur,” kembali si anak kecil ini melotot saking kaget dan kagumnya melihat 3 orang ini, yang melesat pergi.

Tentu saja ketiganya tak tahu, kalau si anak kecil ini memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak sebayanya. 

Dia menyebutkan arah yang berlawanan dari menghilangnya lelaki yang sebelumnya memberinya sebuah bungkusan.

“Apakah 3 orang itu jahat? Sehingga mengejar orang yang serahkan benda ke aku?” pikirnya sambil jalan lagi, niatnya cari kayu bakar batal, gara-gara bertemu orang-orang asing tersebut.

Sambil berjalan pelan, si anak kecil tak sadar, laki-laki yang tadi serahkan bungkusan padanya secara lihai kembali menghadang di depannya. 

“Ha-ha-ha…anak yang tabah dan cerdik, kamu cocok jadi muridku!” 

Brasss tubuh si anak kecil ini di gendongnya, lalu dengan cepat berlari ke arah Barat. 

Anak kecil ini langsung pejamkan mata, dia merasa sangat pening sekali dan tak tahu akan dibawa kemana. Dia tak sempat bertanya, rasa takut menjalari hatinya.

Sesekali dia mendengar suara ngos-ngosan, tanda orang yang membawanya ini sedang menahan sakit ditubuhnya. Tapi memaksakan diri terus berlari di tengah hutan belantara ini.

Kini mereka sudah sampai di sebuah lembah yang sangat curam, sangat jauh dari tempat tadi.

Orang ini menurunkan si anak kecil tersebut, kemudian bersemedi mengumpulkan kembali kekuatannya. Si anak kecil ini terheran-heran saat melihat asap hitam keluar dari kepala orang itu.

Hoek…hoek…! Orang ini muntah hingga 2X dan mengeluarkan darah hitam kental.

“Bangsat sekali, 3 pendekar Golok Putih bikin aku terluka dalam, pukulan halilintar mereka benar-benar hebat!” gumamnya.

Orang ini tak sadar perbuatannya di tatap si anak kecil, antara takut dan ngeri melihat keadaan orang ini.

Si anak kecil ini menduga-duga, siapakah sesungguhnya pria brewokan ini. Orang ini membuka matanya, saling pandang pun terjadi, 

Sedangkan si pria itu menjalari pakaian sederhana bocah ini, yang agaknya anak seorang petani. 

Anehnya, mata anak kecil ini bersinar tajam, seolah-olah ada sesuatu yang mujijat tersimpan di mata anak tersebut.

“Siapa namamu anak baik..?” dia bertanya pelan, suaranya parau dan berat.

“A-aku…namaku Japra tu-tuan!”

“Japra…siapa nama orangtuamu, ayahmu terutama?” desaknya lagi.

“Aku anak yatim piatu, aku hanya tinggal dengan orang tua angkat di Kampung Haliling, di kaki bukit Meratus, tapi mereka sering memukuliku, katanya aku pemalas!” sahut Japra polos.

“Emm…sini kamu mendekat!” perintahnya dengan suara keren.

Walaupun Japra menolak, tapi dia kaget bukan main, tubuhnya bak tersedot oleh tangan pria yang belum dikenalnya ini.

“Hebat…tulang pendekar…agaknya mendiang orang tuamu bukan orang sembarangan!” cetusnya kagum, Japra merasa tubuhnya dipegang tangan kasar dan kuat ini. 

Japra merasa geli, lalu berubah sakit dan kepanasan, saat tangan pria kasar ini terus memegang tubuh kurusnya.

“Dengar baik-baik Japra, benda yang aku berikan padamu sebelumnya adalah sebuah peta, untuk menemukan sebuah pusaka. Pusaka itu berada di Bukit Meratus, kalau kamu berjodoh menemukannya, kamu akan jadi pendekar tanpa tanding!”

“Pusaka…aku tak paham tu-tuan, eh paman!”

“Kamu masih kecil, tapi tulang-tulang tubuhmu sudah menggambarkan kamu bukan keturunan orang sembarangan. Japra, asal kamu tahu, 3 orang sempat yang berbincang denganmu tadi adalah 3 Pendekar Golok Putih itu, mereka sengaja mengejar aku, setelah mengalahkanku hingga terluka dalam.”

Japra hanya mendengarkan saja, di usianya yang sudah 8 tahun terus berusaha memahami kenapa si pria ini bermusuhan dengan 3 pendekar golok putih itu.

“Japra, namaku Ki Palung, aku terkenal sebagai kepala rampok di kaki bukit meratus, aku merampas peta itu dari seorang pangeran yang jadi pemberontak di Kerajaan Daha. Anak buahnya 3 pendekar golok putih mengejarku, kami bentrok, tapi aku kalah karena di keroyok 3 orang bangsat itu.” 

Sambil mendengarkan Japra kini duduk di depan Ki Palung. Japra sempat terkaget-kaget, berarti pria ini orang jahat, karena ngaku perampok..? 

“Dengar pesan terakhirku, kamu harus temukan pusaka itu. Kelak kalau sudah menjadi seorang pendekar hebat. Segera cari Padepokan-ku, simpan kalung ini, sebagai tanda kamu adalah pewarisku.”

Ki Palung merengut kalung yang melingkar di lehernya. Lalu meraih tangan Japra. “Cepat simpan benda itu.” perintahnya.

Japra iya-iya saja, berarti saat ini ada 2 benda yang harus dia simpan dari Ki Palung. 

“Nah, sekarang kamu bersumpah segera!” lagi-lagi Japra yang tak paham kenapa harus bersumpah mengikuti perintah ini. 

Dia juga diminta menghadap ke Barat, ke arah matahari yang mau terbenam.

“Ikuti kata-kataku…Aku bersumpah, akan membalas dendam pada 3 Pendekar Golok Putih, aku juga bersumpah akan menjadi penerus Padepokan Ki Palung, setelah berhasil jadi pendekar hebat kelak. Langit dan bumi jadi saksi sumpahku, aku Japra…akan mati mengerikan kalau tidak melaksanakan sumpah ini!” 

Dengan suara pelan Japra mengikuti sumpah itu, tanpa paham apa maknanya, dia terlalu kecil untuk mengerti arti sumpah ini.

Tempat ini sunyi, tak ada lagi suara apapun. Bahkan suara nafas berat Ki Palung pun tak terdengar lagi.

Brukkk…Japra kaget, terdengar suara seperti benda jatuh, Japra yang tadi mengucapkan sumpah ke arah Barat, dan membelakangi Ki Palung kaget bukan main.

Dia pun otomatis berbalik dan terperanjat bukan kepalang, Ki Palung sudah tak bergerak lagi di tempatnya duduk tadi dalam posisi tertelungkup.

*****

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status