Share

Pengantin Palsu CEO Arogan
Pengantin Palsu CEO Arogan
Penulis: YOSSYTA S

Hilangnya Sang Calon Pengantin

Di sebuah dapur, terlihat seorang gadis sedang sibuk menelfon dengan seseorang.

"Iya ya, Bu'de. Pasti Nay akan segera kirim uang kalau Nay udah gajian ya, Bu'de," ujarnya. "Kalau begitu Nay tutup dulu ya. Assalamualaikum."

"Huff!" Gadis cantik yang benama Nayla itu menghela nafas panjang. Dengan raut wajah yang terlihat sedih ia pun menutup teleponnya.

"Ada apa, Nay?" tanya Eni, teman satu kampung yang membawanya bekerja di rumah ini. "Apa Budemu meminta uang lagi?" tebaknya.

Dengan sangat lesu gadis berlesung pipi itu mengangguk lemas.

"Kok, Bude Rini sering banget sih minta dikirim uang sama kamu. Padahal, 'kan tiap bulan juga kamu udah selalu kirim duwit ke dia."

"Ya, mau gimana lagi? Uang itu juga untuk biaya pengobatan ibuku, Mbak."

"Emang Bude Rini minta dikirim uang berapa?"

"10 juta."

"Apaa?! Se-sepuluh juta! Gila banyak amit, Nay." Sontak Eni langsung terkejut ketika mendengar nominal yang disebutkan oleh Nayla.

Lalu, tiba-tiba saja kedua orang itu tersentak kaget, ketika mendengar ada keributan dari lantai atas. Dengan segera kedua wanita yang bekerja sebagai pelayan itu pun langsung bergegas ingin menuju ke sana.

Sementara di lantai dua. Terlihat wanita paruh baya sedang sibuk mengetuk pintu sebuah kamar.

Tok ... tok ... tok ....

"Rissa ... tolong buka pintunya, Sayang!" seru Winda sang Ibu dari Larissa itu merasa sangat khawatir dengan keadaan putrinya. Karena sudah sedari tadi ia mengetuk pintu kamarnya. Namun, putrinya itu tak kunjung mau membukanya juga.

"Kenapa anak itu belum juga membukakan pintu? Sebenarnya ke mana dia?" Rasa ketakutan mulai menyelimuti dirinya, dan pikiran buruk pun datang silih berganti hingga membuatnya cemas.

"Mah, ada apa?" tanya lelaki paruh baya yang berstatus sebagai suaminya itu dibuat kebingungan olehnya.

"Ini, Pah. Rissa dari tadi gak mau bukain pintu, Pah," jawabnya sembari menununjuk ke arah pintu kayu yang ada di hadapannya. "Mama jadi khawatir, Pah. Takut terjadi sesuatu padanya."

Seketika itu lelaki paruh baya yang bernama Aditama Putra ini ikut merasa panik. "APA! Dia tidak bukain pintu?" pekiknya kaget. "Apa-apaan anak itu? Bikin masalah saja! Apa dia gak mikir, pernikahannya hanya tinggal menghitung hari!" ujar Aditama mulai geram. Ia pun ikut mengetuk pintu.

Tok ... tok ... tok ....

"Rissa, Larissa! Buka pintunya!" teriaknya dengan suara yang cukup keras hingga terdengar menggema ke seluruh ruangan.

Sementara di sisi lain, dengan rasa penasaran dan juga ketakutan, terlihat beberapa pelayan langsung menghampiri majikannya.

"Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tau, ada apa dengan Non Larissa?" tanya salah satu seorang pelayan wanita dengan raut wajah kebingungan dan khawatir menatap keduanya.

"Dasar pelayan bodoh! Gak perlu kamu tau. Cepat panggilkan orang, suruh mereka dobrak pintu ini!" titah Aditama kepada pelayan itu.

"B-baik, Tuan." Pelayan itu segera memanggilkan dua pekerja lelaki yang ada di rumah tersebut.

Tak lama kedua laki-laki beda usia itu mendatangi tuannya itu.

"Cepat kalian dobrak pintu ini!"

Tanpa berkata apa-apa, kedua orang itu mengangguk. Lalu mereka pun bergerak mendekati pintu. Kemudian mendobraknya tanpa aba-aba.

Brakk!

Pada akhirnya pintu pun terbuka. Lalu dengan terge-gesa semua orang yang ada di luar kamar segera masuk ke dalam kamar. Dan betapa tekejutnya mereka, di saat melihat kamar itu dalam keadaan kosong melompong tak berpenghuni.

"Larissa!" pekik nyonya besar dengan wajah yang panik. "Kemana anak itu? Pah, L-Larissa di mana, Pah?" pekik Winda syok.

"Dasar anak itu ... bisa-bisanya dia kabur dari rumah yang dijaga ketat! Cepat kalian semua cari Larissa sekarang juga!" teriak Aditama memberi perintah ke semua orang.

Sontak semua orang mencari keberadaan sang anak majikan. Hingga pada akhirnya salah seorang dari mereka melihat seuntas tali yang teikat di balkon menjulur ke bawah.

"Tuan, Nyonya, liat ini!" seru salah satu pegawai laki-laki yang bekerja sebagai sopir pribadinya.

"Pah ... lihat, kayaknya Larissa benar-benar kabur dari rumah!" ucap Winda menunjukan tali tersebut. Aditama bergegas ke balkon. Benar saja, seutas tali menggelantung.

"Sial! Sejak kapan otak anak itu pintar melakukan ini semua?" gumam laki-laki paruh baya itu. "Tunggu apa lagi? Dasar bodoh, kalian! Cepat kalian semua cari anak itu sampai ketemu! Aku gak peduli kalian mau cari ke mana. Yang panting anak itu harus bisa ketemu, titik!"

"Ba-baik, Tuan!" Semua para pekerja mengangguk dengan ketakutan.

"Dan ingat, jangan pernah kembali sebelum kalian bisa menemukan anak itu, MENGERTI!" kata Aditama murka, ia menarik tali itu lalu melemparnya dengan kasar.

"Brengsek! Kenapa anak itu pakai kabur segala? Bagaimana dengan rencanaku untuk memperbesar bisnis ini?" kata Aditama kesal.

Selang beberapa menit kemudian. Di ruang tamu.

Aditama tampak bingung. Berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Winda pun ikut bingung. Putri satu-satunya kabur dari rumah, semua rencana akan gagal karena kebodohan putrinya itu. Bisa saja, calon suami putrinya akan menuntut ganti rugi dan akan menarik semua investasi dari bisnisnya. Winda duduk dengan wajah cemas, sesekali jari-jari lentik itu memijit keningnya yang mulai pening.

"Tuan ... Nyonya ...." Dua pegawai lelaki telah kembali. Lalu di belakang mereka ada para pelayan. Aditama dan Winda menoleh. Kedua pasang mata kedua orang tua Larissa mencari sosok anaknya.

"Di mana anak saya? Apa kalian sudah menemukannya?" tanya Winda kebingungan.

Tono dan Juki menunduk lebih dalam lagi. Keduanya saling melirik dan tak ada yang mau bicara. Keduanya takut dimarahi bosnya karena belum menemukan Larissa.

"Jadi, kalian belum bisa menemukan Larissa?" ujar Aditama mulai geram.

Keduanya menggeleng.

"Bodoh! Sudah kukatakan jangan kembali sebelum kalian menemukan anak itu!" bentak Aditama berada di puncak amarahnya.

"Selama ini apa saja kerjaan kalian, hah? Bagaimana bisa Larissa sampai melarikan diri? Bukankah aku menyuruh kalian untuk selalu mengawasinya dengan ketat selama 24 jam?" pekik Aditama, sang majikan merasa sangat geram. Kata-katanya penuh penekanan dan mengintimidasi semua anak buahnya.

"Ma-maafkan sa-saya, Tuan! Ini semua adalah salah saya. Karena saya yang lalai, sehingga saya tidak bisa menjaganya dengan baik," ucap Nayla, salah satu pelayan yang ditugaskan untuk menjaga Larissa. Dengan terbata gadis itu berusaha memberanikan diri untuk menjelaskan.

"Oh, jadi semua ini karena kamu?" Dengan tatapan tajam, lelaki paruh baya itu berjalan mendekatinya.

Nayla begitu ketakutan dengan tatapan Aditama yang mengintimidasinya. Dia bergegas menundukan kepalanya.

"Coba jelaskan padaku! Bagaimana bisa Larissa bisa lolos dari penjagaanmu, huh?"

"Ta-tadi s-saya keluar sebentar, Tuan. Non Rissa ingin minum jus jeruk. Mungkin, ketika saya sedang membuat jus jeruk di dapur, Non Rissa kabur, Tuan. Dan saya benar-benar tidak tau kalau Non Rissa akan kabur dari kamarnya," ucap Nayla menceritakan bagaimana kronologis kejadian itu.

"Lalu, waktu Rissa kabur tadi, kalian semua pada ke mana, huh? Masa tidak ada seorang pun yang melihatnya?" cercar Aditama menatap tajam ke arah semua orang-orang yang sedang berada di sana. "Dan kamu Pak Satpam, bukannya kamu sedang berjaga di depan?"

Seketika itu wajah Pak Satpam langsung terlihat pucat, ia merasa sangat gugup dan juga ketakutan. "Maafkan saya, Tuan. Mungkin waktu Non Rissa kabur, sa-saya sedang berada di toilet, Tuan," jawabnya.

"ALASAN! Selalu saja kalian memberi alasan sama. Bukankah saya sudah mengatakan pada kalian agar selalu mengawasinya. Saya pikir, kalian saja yang benar-benar tidak bisa menjaga Larissa!" Sambil mengggertakkan gigi, tangan lelaki paruh baya berkacama itu mengepal dengan sangat kuat. Ingin sekali ia menghajar semua pegawainya itu. Namun dengan cepat Winda langsung menghampirinya.

"Pah ... sabar, Pah! Sudah jangan marah-marah lagi, ya? Ingat dengan penyakit jantung, Papah!" sergah Winda. Sembari meraih tangan pria itu, ia pun mengusap-usap lengannya dengan lembut, berusaha untuk meredakan emosi suaminya.

"Bagaimana Papah tidak emosi, Mah? Rissa tidak ada sekarang, terus kita nanti harus bagaimana?" sahutnya cemas.

"Iya, Mamah juga gak tau. Mamah juga bingung, kenapa Larissa malah pakai kabur segala?" ujar Winda gusar. Wanita paruh baya yang sedang berdiri di sebelah suaminya itu terlihat sangat resah dan juga kebingungan.

Lalu dia melirik Nayla, "Semua ini gara-gara kamu yang gak becus jagain Rissa. Sehingga dia bisa sampai kabur dari sini!" bentak Winda melotot kesal pada Nayla.

"Ma-maaf, 'kan sa-saya, Nyonya!" ucap Nayla menunduk ketakutan.

Lalu dengan penuh amarah lelaki itu menatap ke arah gadis tersebut.

"Lalu, apa yang bisa kamu lakukan agar kami bisa memaafkan kamu?" Winda memincingkan matanya. Lalu memperhatikan Nayla dari rambut hingga ke ujung kaki.

Setelah diamati gadis itu mempunyai perawakan yang sama dengan Larissa. Lalu dengan tiba-tiba muncul sebuah ide di benaknya.

"Apa saja, Nyonya. Apa saja akan saya lakukan agar Nyonya dan Tuan mau memaafkan saya dan juga tidak memecat saya dari pekerjaan ini!" Dengan sangat memelas gadis tersebut memohon agar tidak dipecat dari pekerjaannya.

"Ok, kalau begitu ... kamu yang akan menggantikan Larissa besok!"

Deg!

"Mak-maksud, Nyonya?" Dengan wajah yang terlihat sangat syok, gadis berlesung pipi itu menatap sang majikan dengan kebingungan.

"Kamu yang harus menggantikan Rissa menikah besok!"

JEDDERR!

"APA! ME-MENIKAH?" pekik Nayla.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ans
Apa??!!! koo bisa gitu?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status