Sebelum kepala pelayan membukakan pintu, sebuah suara lemah terdengar dari dalam kamar tidur, diselingi oleh batuk, "Uhuk... Uhuk... Apakah itu kamu, Anisa Rahma? Masuk."
Anisa mengangkat satu alisnya ke arah kepala pelayan, yang tidak punya pilihan selain membukakan pintu dan membiarkannya masuk. “Silakan masuk, Nona. Tuan Muda menginginkan kamu untuk masuk,” kata Paman Iskandar Muda sambil membukakan pintu kamar dan membungkukkan badannya. “Terima kasih,” ucap Anisa sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamar David Hutapea dan membungkukkan badan dalam proses perjalanannya. Sungguh sangat sopan sikap Anisa, hingga dia membungkukkan badannya saat berjalan memasuki kamar David. Walaupun Anisa sudah menjadi istri dari David, dia tetap menjaga sikap dan adab untuk menghormati orang lain. Lalu paman Iskandar Muda keluar dari kamar David dan menunggu di luar. “Sangat sopan sekali Anisa Rahma ini, inilah yang aku suka darinya. Aku akan menilai seberapa jauh kesetiaannya kepada aku,” gumam David di dalam hatinya dan ekspresinya tersenyum lebar saat melihat istrinya berjalan. Kamar tidur David hanya memiliki sedikit perabotan, hanya kanvas hitam dan putih yang hampir menyesakkan untuk dilihat. Wajar saja karena dia memiliki hobi melukis untuk mengisi waktu luang dirinya. Hasil karya begitu indah dan estetika untuk dipandang. David masih di kursi rodanya, dan menatap Anisa dengan tatapan penuh analisa. Dia terbatuk beberapa kali sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Anisa dalam pertanyaan yang tak terucapkan. "Aku belum pernah menjadikan istri siapa pun sebelumnya," ucap David berhenti sejenak dan melanjut ucapannya dengan ragu-ragu, "Aku pikir, aku akan tidak pernah memiliki seorang istri. Tapi aku salah, kamu datang sebagai seorang istri dan menanyakan tugas apa yang diminta dari aku." Kata-kata itu siap untuk keluar dari lidah David, untuk meyakinkannya bahwa dia tidak memerlukan apa pun, tetapi kemudian dia berubah pikiran. "Ruangannya sedikit hangat. Jika kamu tidak keberatan... Kamu bisa membantuku mengganti pakaianku." Dia masih mengenakan setelan formal dari pernikahan. Anisa menganggukkan kepalanya sebagai respons mengiyakan. Dia menurut sebagai seorang istri dan bergerak membukakan kancing jas suaminya dengan jarinya yang cekatan. Saat dia melepas pakaian David, mata mereka bertemu. Anisa tidak menolak, membiarkan David mengamatinya. Setelah jaketnya dilepas, dia mengulurkan tangan untuk membukakan kancing kemeja suaminya, tapi David menghentikannya dan berkata, “Aku bisa membuka bajuku sendiri.” Anisa menurut tidak membantah ucapan suaminya dan berkata, “Baiklah suamiku tersayang. Tapi kamu mungkin akan kesulitan memakai celanamu, jadi izinkan aku membantumu memakaikannya.” David tidak menanggapi, dia merasakan kasih sayang istrinya yang sangat perhatian kepada dirinya. Terlepas dari ketegasan awalnya, Anisa segera mendapati dirinya kesulitan dengan tugas tersebut. Dia belum pernah punya alasan untuk melepaskan ikat pinggang mahal seorang pria sebelumnya, dan setelah beberapa kali gagal, dia terpaksa meminta bantuan kepada David dan bertanya, “Bisakah kamu menunjukkan kepada aku cara melepaskan ikat pinggang ini?” Tanpa berkata-kata, David memegang tangan kecil Anisa yang lembut dan mengarahkannya ke kunci khusus yang tersembunyi di samping ikat pinggangnya. Dengan sekali klik, sabuknya terlepas. “Kunci ikat pinggangnya tersembunyi ya,” gumam Anisa dengan daya tarik terlihat di wajahnya yang cantik dan menawan. “Oh, Jadi begitu cara kerja ikat pinggangmu.” Dengan cepat, tanpa memberinya kesempatan untuk menolak, Anisa menurunkan celana David untuk diganti. “Tunggu sebentar! Aku malu,” ucap David menghentikan tangan Anisa untuk membantunya mengganti celana. “Tidak apa-apa. Izinkan aku membantu dirimu, bukankah kita sudah resmi menjadi pasangan suami dan istri?” ucap Anisa sambil menatap suaminya dengan tatapan kasih sayang. David telah bersiap untuk memberitahu Anisa agar membiarkan kepala pelayan membantunya. Tetapi dia terdiam membiarkan istri barunya melakukan tugasnya, dia merasakan udara dingin menyapu tubuh bagian bawahnya. Saat melepas celananya, Anisa tidak bisa menahan kulitnya menyentuh celana dan kulit kaki David. Ujung jari Anisa yang hangat dan halus, menyentuh kaki David seperti sentuhan kapas yang lembut. Matanya menelusuri sepanjang kaki David yang ramping, berotot, dan penuh kekuatan. Dia melayani suaminya dengan begitu tulus tanpa mengeluh. David mendapati dirinya tidak berdaya selain duduk di bawah pengawasannya yang tidak dapat disembunyikan. Dia meletakkan kedua tangannya di atas lutut dalam upaya kesopanan yang sia-sia dan berkata, "Terima kasih. Silakan minta Paman Iskandar Muda untuk membantuku." “Kenapa? Apakah kamu tidak membutuhkan bantuanku lagi?” Anisa hendak bersikeras bahwa dia juga mampu membantunya, ketika David ingin menyela, Anisa mengantisipasi tanggapannya, "Maafkan aku. Aku hanya ingin menjaga sedikit martabat aku sebagai seorang istri." Pandangan Anisa beralih ke arah kaki David yang tidak menggunakan celana, dan untuk pertama kalinya, di balik sikapnya yang lembut dan tenang, dia melihat sekilas kesedihan. "Maafkan aku," ucap David dengan penuh penyesalan. "Aku tidak berpikir seperti itu." Membantu melepas celananya sangat berbeda dengan membantunya memakaikan celananya, tidak diragukan lagi orang dengan status seperti David akan sadar bahwa dia berada dalam kondisi rentan di depan orang lain. Paman Iskandar Muda masuk dan Anisa keluar dari kamar David. Matanya membelalak saat melihat kaki David yang tidak menggunakan celana dan berkata, "Tuan Muda! Bagaimana wanita itu bisa begitu berani? Apa yang dia pikirkan? Apakah dia memaksamu?" Mata gelap David berkedip ke arahnya memberikan isyarat agar tenang. Dia bangkit dari kursi roda, melintasi ruangan dengan beberapa langkah pasti untuk mengenakan celana panjang. Berdiri tegak di depan cermin ukuran penuh, dia melepas topengnya, dan kulit palsu di bawahnya terkelupas, memperlihatkan tepi rahangnya yang dingin dan keras, juga wajah yang sangat tampan. Sebuah karya seni Yang Maha Kuasa, dipahat dengan rapi. Sikapnya yang lembut memudar. Saat dia berbicara, suaranya penuh dengan perintah dingin. "Cari tahu semua yang kamu bisa tentang Anisa Rahma!" Istrinya mengaku dia menikah dengannya atas kemauannya sendiri. Tapi rahasia apa yang dia sembunyikan? Keadaan apa yang mendorongnya mengambil pilihan tersebut? ********* Ada banyak pelayan di mansion, cukup banyak sehingga Anisa tidak perlu melakukan apa pun sendiri jika dia menginginkannya. Namun, sebagai tanda niat baik, dia mengenakan celemek dan memutuskan membuatkan sarapan sendiri untuk suaminya. Setelah dia selesai menyiapkan makanan, dia hendak naik ke atas lalu memanggil David untuk sarapan ketika dia mendengar suara pintu terbuka. Seorang pria menggunakan jas berwarna merah masuk. Dia melihat Anisa, dan keterkejutan muncul di tatapannya. "Apakah kamu seorang juru masak baru? Kamu cantik sekali." Dia menutup jarak di antara mereka, memegang dagunya di antara jari-jarinya dan meliriknya. Anisa menarik diri, ekspresinya menjadi gelap saat dia mundur ke belakang dan berkata, "Siapa kamu? Jangan sentuh aku!" Seringai tersungging di wajah pria itu lalu berkata, "Wah wah wah, aku putra tertua kedua dari keluarga Hutapea, Victor Hutapea. Jangan bilang kamu tidak mengenaliku?" "Putra tertua kedua dari Keluarga Hutapea?" Anisa menggema dengan nada mengejek dan menjaga jarak darinya. "Menurutmu itu memberimu hak untuk menyentuhku kapan pun yang kamu mau? Menjauhlah dariku, atau kamu akan menyesalinya!"“Jangan takut kepadaku, Gadis manis,” goda Victor Hutapea sambil mengulurkan tangannya ke arah wajah Anisa Rahma. Dengan cepat Anisa menipis tangan Victor dan berkata, “Jaga sikapmu! Jangan ganggu aku! Aku ini wanita baik-baik yang tidak suka bermain dengan pria hidung belang seperti kamu!” "Gadis kecil nakal, memukul aku. Aku suka itu." Victor mengusap bibirnya dan perlahan menyudutkan Anisa ke dinding. "Mengapa kamu tidak memberiku kesempatan? Kamu akan menyadari bahwa aku adalah pria tampan yang jauh lebih baik daripada kakak laki-lakiku yang lemah. Aku bisa memberikan kamu rumah, mobil, tas desainer mewah, dan tentu saja, banyak kesenangan duniawi jika bersamaku." Paman Iskandar Muda menyaksikan pemandangan itu dari sudut tangga di ruang tamu. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Tuan Muda, haruskah saya melakukan sesuatu?" David melihat tangan Victor yang menyentuh wajah istrinya. Kilatan kebencian memasuki tatapannya yang lembut dan kini dia sangat marah kepada Victor la
Amanda Santika bertubuh sedikit gemuk, yang membuat kakak laki-lakinya itu sedikit tidak senang. Tetapi Victor Hutapea meyakinkan David Hutapea bahwa calon istrinya yang sedikit gemuk adalah simbol keberuntungan yang abadi, ditambah lagi, dia cenderung tidak menimbulkan masalah dengan cara itu, sehingga mereka bisa merasa aman meninggalkannya di sekitar David. Itulah satu-satunya hal yang mampu meyakinkan ayahnya. Tapi betapa terkejutnya Victor ketika melihat wanita ini, dengan sosok langsing memiliki wajah yang sangat cantik dan menawan. Wanita ini bukanlah Amanda Santika. "Kamu pasti bercanda, Saudaraku. Aku secara pribadi membantu ayah untuk memilih calon pengantin Kakak. Apakah menurutmu aku tidak akan mengenalinya? Aku tahu Amanda bukan wanita yang cantik, tapi itu tidak berarti kamu boleh selingkuh, kamu harus terima apa adanya istri pertamamu." "Jadi, Amanda telah menjadi pengantin pilihan Victor untuk saudaranya?" gumam Anisa di dalam hatinya. Anisa menyembunyikan cemo
Victor menatap Anisa dengan sedikit kilatan kebingungan di matanya. Dia benar-benar menyukai semangat penuh dari semangat wanita ini. Terutama ketika dia tahu bahwa Anisa adalah istri saudara laki-lakinya. "Kakak ipar, jika kamu pulang kembali ke keluargamu sendirian, orang-orang akan bergosip bahwa Keluarga Hutapea telah memperlakukanmu dengan tidak baik dan menganiaya kamu." "Tidak apa-apa. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka katakan," kata Anisa dengan nadanya yang lembut. "Aku akan menemani Anisa ketika dia kembali ke rumah keluarganya," balas David sambil mengeluskan tangannya kepada tangan Anisa. "Kamu tidak perlu khawatir tentang apa pun, Saudaraku." Tidak lama setelah David selesai berbicara, dia tiba-tiba kembali terbatuk-batuk. Anisa mengeluskan tangannya ke punggung suaminya dengan cemas. Melihat bagaimana David batuk cukup keras hingga dadanya terangkat, Victor dengan cepat mencubit hidungnya, lalu mengejek, "Jangan memaksakan dirimu sendiri, saudaraku. Semu
Mereka kembali ke ruang tamu. Menurut Anisa, urusan mereka sudah selesai dan mereka bisa pergi. Anisa tidak penting bagi Keluarga Siregar, dan dia tidak peduli bahwa peraturan mengamanatkan bahwa dia harus pulang ke rumah mereka. Jika memungkinkan, dia akan puas tidak melihat Keluarga Siregar lagi seumur hidup. “Sebaiknya kita pulang saja, keluargaku tidak ada di rumah. Aku khawatir dengan kesehatan kamu, suamiku tersayang,” kata Anisa sambil membujuk David untuk pulang. Namun ketika Anisa mengutarakan pikirannya, dia mendapat jawaban mendesak yang tidak seperti biasanya dari David: “Kami akan menunggu.” Jika David tidak tahu apa-apa tentang kehidupan yang dialami Anisa di Keluarga Siregar, dia mungkin tidak rela membiarkan segalanya berlalu begitu saja. Tapi setelah menyaksikannya dengan kedua matanya sendiri, dia tidak bisa hanya duduk diam dan tidak melakukan apa pun. “Baiklah aku akan menunggu, aku akan mencari informasi tentang Anisa di Keluarga Siregar,” gumam David d
“Apa? Bawa Amanda kembali? Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh Victor? Apakah dia ingin menghancurkan pernikahan aku?” Anisa mau tidak mau mencuri pandang ke arah David, namun dia tetap bergeming dan diam seperti biasanya. Anisa Rahma merasakan tawa masam dan pahit di bibirnya setelah mendengar pernyataan Victor Hutapea. Dia telah membodohi dirinya sendiri dengan berpikir bahwa David Hutapea telah menyetujuinya. Seperti orang bodoh yang mengalami delusi dan mabuk cinta, dia bahkan sangat menyayanginya. Anisa telah menjadi istri David yang berbakti kepada suaminya. Dia ingat pelajaran dari neneknya, jika telah menjadi seorang istri seseorang, maka surga dan neraka seorang istri berada di tangan suami. “Bagaimanapun juga aku telah resmi menjadi istri David. Kenapa kemudian Victor ingin memisahkan aku dengan suamiku? Lalu bagaimana dengan nasib nenek aku jika aku gagal menjalankan perjanjiannya? Bukankah itu kejam?” gumam Anisa di dalam hatinya dengan menahan air matanya yang i
David terbatuk dua kali dan melirik Ardiansyah lalu berkata, “Kau lebih tahu dari siapa pun mengapa Amanda meninggalkan negara ini, dan mengapa kau membiarkan Anisa menikah denganku untuk menggantikan dia? Saya yakin Anda berhutang maaf pada istri saya.” Permintaan maaf? Bukankah dua puluh juta dolar sudah cukup? “Anak haram kecil itu memilih menjadi pemanjat sosial atas kemauannya sendiri, ” gumam Ayu penuh racun di dalam hatinya. “Sekarang kamu mengharapkan kami meminta maaf padanya?” David terbatuk, dan Paman Iskandar Muda memperlihatkan ekspresi wajah mengintimidasi dan menyinggung perasaan Ayu dengan berkata, “Ini peringatan untuk Anda, Nyonya Siregar, karena berani memfitnah nyonya muda keluarga Hutapea!” Saat Paman Iskandar Muda berbicara, dia mengambil pisau yang tergeletak di dekat mangkuk buah. Bilah pisau itu memancarkan kilatan dingin, seolah siap menancap di tenggorokan Ayu dalam waktu kurang dari satu detik saja. Ayu menutup mulutnya, terlalu takut untuk berb
Ketika Anisa Rahma berada di dalam mobil, kerutan muncul di wajahnya karena penghinaan Victor Hutapea yang tidak langsung terhadap saudaranya. Tampaknya rumor tersebut benar adanya. Ayah dari David Hutapea kurang menyayangi putranya karena kesehatannya yang buruk dan memiliki kekurangan yang membuatnya dipandang rendah. Kalau tidak, bagaimana Victor bisa begitu kurang ajar terhadap kakak laki-lakinya? “Jadi rumor itu benar? Suamiku David direndahkan oleh saudaranya sendiri bahkan ayahnya sendiri, hanya karena suamiku memiliki kebutuhan khusus? Sungguh kejam mereka!” gumam Anisa di dalam hatinya dengan kerutan di keningnya. Pasti sulit bagi David, dihina oleh ayahnya, dan harus menderita cemoohan dari adik laki-lakinya. Anisa teringat akan sikap ayahnya sendiri yang tidak peduli dan penganiayaan yang dilakukan ibu tirinya dan saudara tirinya. Tapi, Anisa bukan orang penting di Keluarga Siregar. Anisa tidak bisa menjatuhkan Keluarga Siregar seperti yang dilakukan Keluarga Hutapea
Tatapan mata tajam Anisa Rahma membuat kerumunan yang mengintimidasi David Hutapea menjadi bubar. Orang-orang ini tidak diajari sopan santun. Mereka tidak meminta maaf karena telah meneriaki David, tidak ketika mereka pantas menerima kemarahannya. Ibu dari anak kecil yang pemarah sebelumnya tampak seperti ingin terus berdebat, tetapi tatapan David mengintimidasinya hingga terdiam, dan dia bergegas pergi sambil menggendong anak itu. Setelah kerumunan orang pergi, Anisa berlutut di sisi David. "Jangan pedulikan mereka, mereka hanya iri melihat kita yang berjalan romantis," kata Anisa menghibur David sambil tersenyum manis. "Orang-orang bodoh itu hanya pandai melontarkan omong kosong, mereka hanya bisa merendahkan seseorang dan memiliki pemikiran yang dangkal." David menangkupkan kepalanya dengan satu tangan untuk menutupi luka di wajahnya yang ditakuti banyak orang, lalu dia berkata, "Kamu benar-benar tidak terganggu dengan bekas lukaku ini?" Alis Anisa terjepit. Dia tidak suka