Steven baru saja pulang setelah berdiskusi dengan Aryo tentang usaha apa yang akan mereka jalani. Saat ia memasuki kontrakannya, ia memperhatikan lampu masih dalam keadaan mati, membuatnya menyimpulkan bahwa Aira belum pulang ke kontrakan mereka. Dengan cepat, ia mengambil kunci cadangan dari dalam tasnya dan setelah itu memutar anak kunci. Pintu terbuka tanpa bunyi.Segera setelah masuk, Steven meraba-raba untuk menemukan saklar lampu, dan saat ia menemukannya dan menyalakannya, cahaya lampu memenuhi ruangan. Kini kontrakan terang benderang. Lelaki tampan itu langsung menuju dapur untuk mengambil air dari dispenser. Aira belum pulang dan keadaannya membuat Steven sedikit khawatir.Setelah meneguk segelas air yang menyegarkan tenggorokannya, ia meletakan gelasnya di meja dan melirik jam dinding. Jarum pendeknya menunjukkan pukul sembilan malam. Aira masih belum juga pulang. Sedikit cemas, Steven memutuskan untuk menghubungi Aira dan mencari tahu keadaannya. Ketika ia hendak mengambil p
Tidur Aira terusik oleh sinar matahari, memaksanya mengucek kedua bola matanya. Aira segera duduk dan mengacak rambutnya dengan gerakan cepat."Hoam ..." Dia menutup mulutnya, masih setengah terbangun oleh rasa ngantuk yang belum sepenuhnya hilang. Gadis cantik itu buru-buru turun dari tempat tidur dan melangkah menuju jendela, membuka tirai untuk menyambut udara pagi yang segar.Setelah jendela terbuka, udara pagi yang berhembus ke wajahnya memberikan kesejukan tersendiri. Meskipun demikian, hari ini Aira masih merasa kesal dan malas untuk meninggalkan kamar. Kehadiran Steven membuatnya bimbang; apakah harus keluar atau tidak. Perutnya pun sudah memberikan isyarat lapar, dan keinginan untuk mencuci muka serta menggosok gigi semakin terasa.Setelah sejenak berpikir, Aira memutuskan untuk keluar dari kamar. Saat berdiri di depan pintu, ia memutar handle, namun terkejut ketika pintu sudah terbuka. Di sana, Steven berdiri dengan senyum cerah."Selamat pagi, cantikku," sapa Steven.Aira me
"Aku ingin kita berpisah, Mas!" ucap Dian dengan suara gemetar, wajahnya penuh dengan kesedihan."Apa yang kamu katakan?" Dimas menatap istrinya dengan heran, tidak percaya bahwa kata-kata tersebut keluar dari mulut Dian."Aku bilang, aku ingin kita berpisah!" ucap Dian dengan nada getir, mencoba mengungkapkan keputusannya dengan tegas.Dimas menggeleng, mencoba menolak kenyataan yang terasa begitu pahit. "Tidak, aku tidak akan menceraikanmu."Dian menghapus air matanya dengan kasar, dan menatap suaminya dengan nyalang. "Kenapa? Bukankah sekarang kamu sudah memiliki wanita lain? Aku tidak mau kamu menduakan cintaku. Aku tidak mau hidup seperti ini.""Iya, aku memang berselingkuh. Aku tahu aku salah, tapi kamu harus tahu, selama ini aku terpaksa menikahimu. Aku terpaksa menerima perjodohan kita," kata Dimas dengan suara penuh penyesalan.Dian terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Sudah cukup sulit baginya menerima kenyataan bahwa suaminya berselingkuh, dan sekarang
Steven mengepalkan kedua tangannya, emosi membara di dalam dirinya setelah mendengar perkataan Andre. Percikan api kemarahan sudah terlihat jelas di kedua bola matanya.Bugh!Steven mendaratkan pukulannya ke wajah Andre, membuat tubuh Andre tertoleh ke samping, darah segar mengalir di sudut bibir Andre. Andre menghapus darah tersebut dengan kasar, lalu menatap Steven kembali dengan tatapan emosi yang sudah meluap-luap. Kemudian, dia membalas pukulan Steven.Bugh!"Kurang ajar, seharusnya waktu itu aku membunuhmu saja!" umpat Andre kesal.Steven kembali membalas pukulan Andre.Bugh!"Dengar, lelaki tidak tahu malu! Aku peringatkan sekali lagi, sekarang dan sampai kapan pun Aira adalah milikku. Kamu maupun Michael sudah tidak ada harapan lagi untuk memiliki Aira. Kamu dengar itu!" desis Steven sambil menarik kerah Andre.Kemudian, ia menghempaskan tubuh Andre begitu saja. Andre merosot beberapa langkah sebelum akhirnya bangkit kembali dengan pandangan marah yang menyala di matanya."Dia
Seorang wanita paruh baya melangkah dengan anggun memasuki gedung perusahaannya. Ia mengenakan blazer hitam, sepatu high heels berwarna senada, dan rok serasi yang memberikan kesan profesional. Rambut panjangnya terurai, namun ia mengikat sebagian ke belakang. Meskipun berusia 47 tahun, kecantikannya tetap bersinar dan tak pernah pudar.Wanita yang bernama Emily, pemilik agensi model ternama di ibukota. Aura positifnya terasa sejak langkah pertamanya masuk ke dalam gedung. Ia dikenal sebagai perekrut model terbaik, selalu memilih yang terbaik dari yang terbaik.Tuk! Tuk! Tuk!Suara sepatu high heels memecah hening ruangan. Beberapa karyawan yang melihat kedatangannya langsung tertunduk, memberikan hormat pada atasan mereka. Emily melangkah dengan tegas menuju ruang kerjanya. Namun, di tengah perjalanan, tatapannya tertangkap pada seorang wanita yang tersenyum manis ke arahnya."Rita, kamu sudah kembali?" tanya Emily.Rita, asisten setia Emily, menjawab sambil mengangguk, "Sudah, Bu. S
Aira menoleh ke arah papanya, lalu menghampiri Anwar, memeluknya, dan berkata, "Pa, Steven kan suami Aira. Masa dia gak boleh ikut ke sini."Anwar mengelus rambut putrinya. "Sayang, maafkan papa, ya, selama ini … papa selalu kasar kepadamu," katanya.Aira melepaskan pelukannya dan menatap papanya. "Iya, Pa, Aira sudah memaafkan Papa. Aira juga salah karena sudah membuat Papa marah terus."Dian keluar dari dapur bersama anaknya, Zein, yang masih berumur 5 tahun sambil membawa beberapa toples di tangannya, lalu menaruhnya di atas meja, ia begitu bahagia ketika melihat adiknya, Aira yang sudah datang."Zein …" teriak Aira begitu antusias ketika melihat anak kecil itu berlari ke arahnya."Tante Aira …" Setelah berada di dekat Aira, Zein memeluknya begitu erat.Aira mengelus rambut Zein beberapa saat, lalu melepaskan pelukannya dan melihat anak yang menggemaskan di depannya. "Setelah berada di luar negeri, kamu tambah putih aja, Zein," kata Aira sambil mengelus pipi Zein."Iya, sekarang Zei
Pupil mata Aira membulat sempurna. "Apa? Andre?" Aira tak menyangka bahwa ayahnya, Anwar, akan menyuruhnya untuk fitting baju ulang tahun bersama Andre, lelaki yang selama ini selalu bertengkar dan berkelahi dengan suaminya, Steven.Anwar mengangguk. "Iya, Aira."Aira masih tercengang dengan perkataan ayahnya. "Tapi, Pa, kenapa harus Andre?"Anwar memberikan senyuman kecil. "Kamu tahu sendiri, Aira, kami berdua sudah berjanji dengan pemilik butik untuk sesi fitting besok. Dan Steven punya pekerjaan di toko percetakan. Jadi, Andre mungkin bisa menggantikannya.""T-tapi, Pa …"Anwar menghentikan perkataan Aira dengan mengangkat tangannya. "Sudahlah, Aira. Papa tidak mau debat."Anwar melihat ke arah Steven, lalu berkata, "Steven, kamu tidak masalah kan bila Aira besok pergi bersama Andre?" Steven, meskipun tidak setuju dengan perkataan mertuanya, Anwar, tentang Aira yang akan pergi bersama Andre, tahu bahwa Anwar pasti akan marah kepadanya jika ia tidak mengizinkan Aira pergi bersama An
"Apa?"Dian yang mendengar itu dari ambang pintu merasa kaget, ketika ayahnya, Anwar, berkata bahwa Aira akan dijodohkan dengan Andre. Dian langsung masuk ke dalam kamar orang tuanya, matanya memandang tajam ke arah ayahnya yang masih duduk di tepi ranjang."Pa, apa yang Papa bicarakan? Aira sudah menikah dengan Steven. Kenapa Papa ingin menjodohkan Aira dengan Andre?"Dian merasakan ketakutan dan kebingungan melanda pikirannya tersebut. Tatapannya melihat lekat ke arah Anwar, ayahnya.Anwar dan Sari langsung berdiri dari duduk mereka, menatap ke arah pintu di mana Dian berjalan mendekat. Dengan senyum tenang, Anwar mencoba menjelaskan keputusannya."Sayang, papa tahu Aira sudah menikah dengan Steven. Tapi, ada alasan tertentu yang membuat papa memutuskan untuk menjodohkannya dengan Andre," kata Anwar dengan penuh pertimbangan.Dian menggelengkan kepala, ia tidak bisa menerima keputusan tersebut. "Pa, ini tidak adil. Aira sudah menikah dengan Steven. Mengapa Papa bisa membuat keputusan