Selamat membaca.Saat semua bubar, dan raja Nesesbula dihukum atas pemberontakannya terhadap utara. Aku bisa melihat berapa marahnya ia padaku, tapi—apa arti dari senyuman tipis yang ia layangkan untukku? Sesaat, sebelum ia kembali ke kerajaannya."Emabell, terima kasih!"Kafkan menyadarkanku dari lamunan panjangku, sekarang semua baik-baik saja. "Tetapi aku tidak tahu apakah pilihanku ini benar atau tidak? Mengapa juga, kalian membohongiku soal Killian?" tanyaku menatap mereka kesal. Tentu saja dalam pangkuan Baginda! Dia sepertinya tak ingin melepaskan ku saat ini.Otoritas utara semakin kuat. Dan semua itu karena aku! Hal itu, justru membuatku takut."Ini perintah yang mulia!"Hah? Ragu aku melirik pria di belakangku kesal, tapi itu tak berlangsung lama. Karena jujur saja, aku masih bisa diintimidasi olehnya.Dia bahkan tak bicara, dan hanya terus melayangkan tatapan dinginnya. Seolah tak ada yang terjadi saat ini di utara!BUKH!Seekor Phoenix besar masuk secara paksa—aku tersent
Selamat membaca.Menelan salivaku kasar. Aku mengambil sabun yang ia berikan, untuk menggosok tubuhku sendiri tentunya—memangnya apa yang kalian pikirkan.Tapi belum sempat sabun itu menyentuh kulitku, tiba-tiba saja ia menahan tanganku. Itu membuat aku sedikit terkejut, makin terkejut saat ia mengarahkan ku cara bagaimana membantunya mandi dengan benar."Terbiasalah!"Terbiasa apanya. Ini aneh, mengingat kami tidak punya hubungan sekuat itu. Aku, ck! Merasa rendah lagi.Selesai. Kali tak ada makian, tak ada juga paksaan yang berlebihan dan lagi. Tidak ada air mata yang jatuh dari hatiku.***Menghabiskan waktu untuk tidur saja. Esok harinya, aku membersihkan semua tanaman herbal yang baru saja tumbuh dan membuang tak bisa digunakan lagi.Membersihkan kolam dengan jaring, bahkan menanam bunga di tempat ini. Itu membuat Artarus hanya menggelengkan kepalanya di samping Baginda.Untungnya aku di bantu Kafkan."Ck! Ck! Lihatlah yang mulia, mereka benar-benar menghancurkan taman belakang d
Selamat membaca.Mereka memanggil Nike dan aku mencoba untuk bertahan dan membuat Baginda menunggu dengan harapan. Meski setelahnya ia akan memukulku karena kabar yang buruk, mungkin.Tetapi aneh juga. Saat melihat dia yang terlihat khawatir seperti, apalagi pada orang sepertiku.Lama menunggu. Akhirnya Almosa kembali, lantas aku menatap ke arah belakang Almosa dengan alis yang mengerut karena tak bisa menemukan keberadaan dari Nike. Sebelum menatap ke arah Almosa."Nike?"Tak menjawab. Almosa menunduk hormat pada Baginda, lalu berkata. "Saya tidak bisa membawa Nike utara!""Kenapa?" tanyaku."Ia terkena penyakit menular, dan itu akan membahayakan Emabell!" jelasnya pada Baginda. Tetapi matanya malah melirik ke arahku, yang terbaring di atas tempat tidur.Tersenyum simpul padanya. "Kau tersenyum?" tanya Kafkan tak suka, begitu juga dengan mata tajam itu. "Emabell!""Apa?""Cara?!" sambung Almosa memperingatkanku untuk menguji kesabaran Baginda yang setipis tisu.Berpikir. Menatap ke a
Selamat membaca.Aku kebingungan dan kurasa, mata yang sedang tertuju padaku juga begitu—aku pernah merasakan sakit, tetapi itu saat aku menangis di rumah bibi. Dan perasaan ini? Terjadi lagi. Mungkinkah?Aku mendekat ke arah Baginda, lantas kedua tanganku meraih wajahnya. Menatap dengan tatapan serius, mencoba mencari jawaban atas apa yang baru saja aku rasakan barusan. Ketenangan, seorang teman.Seolah mengerti. Baginda mengelus pipiku lembut, menatapku dengan tatapan tajam nan menusuk tetapi aku tidak menganggap tatapan itu jahat.'hah!' kelabat ingatan memenuhi indera penglihatanku secara ajaib. "Itu kamu, kan?"Dia tak merespon. Hanya menatapku dengan tatapan tajam dan mengintimidasi, tapi anehnya. Aku malah tersenyum. "Iya. Itu memang kamu kan!"Tiba-tiba saja, ia menarikku ke dalam pelukannya yang erat. Bahkan, aku bisa merasakan hembusan nafas pada leherku.-Semua terkejut saat Emabell membalas pelukan yang mulia dengan sangat erat-"Roh di rumah bibi! Ternyata adalah seorang
Selamat membaca.Esok harinya. Aku kira, badanku akan remuk setelah bangun. Nyatanya tidak, cukup nyaman. Normal dan terkendali! Tak ada Baginda di sampingku, tapi aku tahu. Ia menemaniku sampai tertidur."Kau binatang aneh, menjauh lah dariku!""Grrrrau!"Aku mendengar sesuatu yang mendekat ke arah kamarku. Mengetuk—pintu terbuka, menampakan Bielra dan Nike. Nike? Aku bangkit, dan langsung memeluknya erat. "Nike? Kau belum kembali? Aku sangat senang melihatmu!" kataku rindu.Nike membalas, sembari tersenyum padaku. "Yang mulia akan memenggal kepalaku kalau aku berani keluar dari istana ini tanpa izinnya!"Aku tertawa mendengarnya. "Lalu bagaimana kau bisa keluar perpustakaan?""Katanya mataku akan di cungkil kalau tak berhenti membaca!"'hahaha' aku tertawa. Karena yakin itu hanya candaan mengerikan Baginda yang terdengar sangat benar. Nike mengajar satu alisnya padaku. "Wah! Wah! Wah! Sejak kapan kata-kata mengerikan itu terdengar lucu bagi seorang Emabell?" ejeknya sembari memaink
Selamat membaca.Sembari menunggu Baginda kembali. Kafkan mengajakku berkeliling istana, Bielra menanam kembali tanaman Herbal ku dan Nike mengurung diri dalam perpustakaan lagi.Selama berkeliling, Kafkan menjelaskan setiap inci tempat dan berbagai tempat-tempat rahasia. Yang boleh dikunjungi dan yang tidak boleh kunjungi Emabell.Aku pikir, aku akan tenang. Nyatanya tidak begitu."Anda, Emabell?"Seseorang menghentikan langkah kami, aku tidak tahu siapa dia tetapi dari raut wajah Kafkan yang mengambil posisi waspada. Sudah membuat aku mengerti kalau orang di depanku ini cukup berbahaya."Tenanglah Kafkan, kami hanya ingin bicara dengan Emabell."***Di aula utama. Pria itu bahkan duduk di kursi Baginda, seolah dialah yang paling berkuasa. Tapi Kafkan sepertinya tak keberatan akan hal itu. "Jadi, Anda adalah Emabell?""Ya!" jawabku tak gentar.Dia—pria berjubah, dengan lambang kerajaan utara itu mengangguk-anggukan kepalanya. Jadi merekalah para tetua itu! Sedang apa mereka ada dis
Selamat membaca.Hosh!Hosh!Hosh!Aku berlari semakin jauh, tak melihat ke belakang. Saat mencapai hutan yang berbatasan dengan gunung, langkahku berhenti—sadar kalau ada sesuatu yang salah disini.Berjalan pelan. Aku bahkan tak peduli pada kakiku yang tergores ranting-ranting tajam, dan kerikil."Emabell!"Seseorang menarik tanganku. Menyadarkan pandanganku, aku melihat Nike yang tampak kelelahan bersama Bielra di sampingnya."Kalian sudah memberitahukan ini pada Baginda?!""Syuttt! Mereka ingin membunuhmu!"DEG!Mataku membelalak mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Nike barusan. "Membunuhku?" ulangku. Bingung menatapnya. "Mengapa mereka mau membunuh orang milik Darka?!"Nike gemetar. "Aku tidak tahu!" Tapi aku tahu—informasi kalau ia diperlakukan layaknya kekasih sudah beredar sampai ke telinga mereka. "Emabell, kita tidak akan mati kan?" Nike menggenggam tanganku gemetar ketakutan menatap ke sana sini.Aku memegang bahunya. "tenanglah Nike. Kita akan baik-baik saja!""E-m
Selamat membaca.Terdiam selama beberapa saat, bahkan aku bisa merasakan angin berhembus menerpa kulitku."Kal, kau harus membunuhnya sekarang! Karena jika kau tidak bisa membunuh manusia itu karena ucapannya. Maka biarkan ia hidup!"Pria itu bernama Kal ya. Dan temannya, sepertinya memiliki hati yang baik. Aku bisa merasakannya, dari cara ia memandangku barusan."Kalian bisa mati!" ucapku sebelum mataku tertutup, tak sadarkan diri karena kehilangan banyak energi. Maklumlah, aku kan hanyalah manusia biasa.***-Saat Emabell tak sadarkan diri, Kal dilema. Ia bahkan tak tahu akan apa yang harus ia lakukan saat ini- "Kal! Mereka mendekat. Bunuhlah dia!""Kita selamatkan.""Tidak akan sempat!" Mereka panik. Karena Kal terlalu lama mengambil keputusan. "Kita harus hidup dengan baik.""TAPI AKU BUTUH WANITA INI!"Tiba-tiba saja, sesuatu yang ajaib terjadi. Dedaunan kering dan dedaunan pada pohon gugur, berjalan seperti air. Menutupi tubuh Emabell dengan sendirinya.Mereka semua membelalak.