Suatu hari di puncak tertinggi benua Zhejiang... Ketenangan tiga Alam tiba-tiba terusik oleh hancurnya pembatas Alam Iblis. Bersamaan dengan itu Pasukan dari Neraka terdalam menyeruak keluar, beterbangan ke angkasa bak helai benang halus dandelion yang tertiup angin. Seperti sekelompok gagak yang sedang berburu mangsa.
Dengan jubah hitam dan kulit yang beraneka warna... Pasukan Iblis yang dipimpin langsung oleh Raja Iblis, melakukan penyerangan ke Alam Langit demi merebut Tahta Penguasa Tiga Alam yang dipegang oleh Kaisar Langit Dewa Naga Emas Jinlong bersama Permaisuri Pheonik Api Feng Huang.Tiga Alam larut dalam pertempuran panjang, percik api beterbangan dan mengubah warna biru langit menjadi merah membara. Pasukan Langit dan Pasukan Iblis saling beradu senjata, para Dewa dan para Jenderal Iblis mencoba menjajal kultivasi milik lawannya.Tidak ada lagi ketenangan, bahkan di Alam Manusia yang ditinggali oleh para Kultivator dan juga penduduk biasa. Semua terkena imbasnya di saat bola-bola api berguguran dari langit dan membakar semua benda apapun yang ditemuinya tanpa terkecuali.Demi menahan efek dari pertempuran antar Dewa dan Iblis... Para Kultivator di Alam Manusia pun membangun sebuah pembatas. Tetapi efek maha dahsyat dari hasil benturan dua kekuatan besar membuat pembatas tersebut tidak bisa bertahan lama.Retakan perlahan terlihat pada pembatas, dari garis halus kemudian menjalar dan mulai melebar hingga pembatas tidak lagi bisa dipertahankan. Pembatas pecah, ratusan Kultivator dari lima Sekte besar jatuh bergulingan di atas tanah dan memuntahkan darah segar. Di saat yang sama... Kini Alam Manusia telah terbuka lebar tanpa penghalang dan siap untuk menyambut kehancurannya.Menyaksikan hal itu, tanpa ingin mengganggu sang suami yang tengah asik menghadapi Raja Iblis... Permaisuri Langit Feng Huang memutuskan untuk mengorbankan tubuh Dewinya dan seluruh kultivasi ribuan tahun yang ia miliki. Ia, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada, menyalurkan semua kultivasi yang ia miliki pada kedua telapak tangannya itu.Beberapa saat berselang, cahaya keemasan tiba-tiba menyeruak dari kedua telapak tangannya, sangat menyilaukan bak cahaya matahari terik di siang hari musim panas. Seiring dengan itu... Dari dalam tubuh Feng Huang, sebuah bayangan pheonik merah dengan ekor api melesat keluar meninggalkan tubuhnya. Terbang tinggi ke angkasa dengan suaranya yang memekakkan telinga bagi para Pasukan Iblis.Teriakan para Pasukan Iblis pun sontak terdengar bersahut-sahutan ketika bayangan pheonik itu menjerit semakin keras kala bayangan tersebut berubah bentuk menjadi kubah raksasa berwarna keemasan yang segera menutup bawah langit. Membentuk pembantas yang melindungi seluruh Alam Manusia.Pengorbanan itu yang dilakukan oleh Feng Huang sangat mengejutkan para Dewa dan juga Kaisar Langit. Dan lengahnya Kaisar Langit dimanfaatkan oleh Raja Iblis untuk memberikan serangan kepada Feng Huang dengan menembakkan senjata iblis pemusnah raga Dewa.Sinar merah melesat dengan kecepatan peluru, menghantam punggung Feng Huang yang tengah bermeditasi untuk mempertahankan pembatas yang telah ia bangun dengan tubuhnya.Bukk!!Serangan yang sangat kuat dari Raja Iblis membuat Feng Huang terpental jauh dan memuntahkan seteguk darah.Kejadian itu tentu saja membuat Kaisar Langit menjadi murka. Dengan memutar kedua tangannya dan menyusun telapak tangannya secara bertolak belakang di depan dadanya... Ia pun menyalurkan kultivasi Naga Emas pada simbol keemasan yang berada di antara kedua alisnya yang tebal.Simbol itu seketika mengeluarkan cahaya keemasan begitu pula dari kedua telapak tangan Kaisar Langit. Dan di detik berikutnya cahaya itu pun dilepaskan oleh Kaisar Langit ke arah Raja Iblis yang tidak lagi memiliki kesempatan untuk menghindarinya.Jder!!Bunyi ledakan dahsyat menggelegar di langit bak bunyi petir di kala hujan badai di saat cahaya yang dilepaskan oleh Kaisar Langit tepat mengenai Raja Iblis. Cahaya itu yang laksana ratusan pedang sedang dilepaskan ke udara... Juga menyerang bawahan Raja Iblis beserta Pasukannya.Setelah melepaskan kultivasi tertingginya, Kaisar Langit segera melesat mengejar tubuh Feng Huang yang sedang melayang turun. Ia menangkap tubuh itu dan membawanya ke depan gerbang Alam Langit.Di depan gerbang yang sepi, ia menginjakkan kakinya di lantai batu sembari membungkuk mendekap erat Feng Huang di dadanya. Bercak darah tampak di sudut bibirnya bekas pertempurannya dengan Raja Iblis, sementara di bibir Permaisuri kesayangannya... Bercak darah akibat serangan Raja Iblis telah memenuhi dua bibir tipis yang selalu tersenyum lembut padanya. Wajah seputih salju milik Feng Huang bahkan kini tampak semakin memucat, mata bulat indah dengan bulu mata lentik Feng Huang juga telah terpejam. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari wanita yang ia sayangi itu, wanita yang selama ini selalu mencoba membuatnya tersenyum walau kerap tidak ia acuhkan."Feng?" dengan bibir bergetar menahan kesedihan ia memanggil nama Feng Huang, berusaha menyadarkan istri tercintanya.Tetapi yang terjadi... Tubuh ramping Feng Huang perlahan-lahan mulai menguap ke udara, hanya menyisakan gumpalan asap putih dan inti jiwa berwarna merah muda. Tubuh Permaisuri Langit telah binasa oleh senjata Raja Iblis, begitu pula dengan pembatas yang sebelumnya telah dibangun oleh Feng Huang.Untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari Permaisurinya... Kaisar Langit pun mengirim inti jiwa Feng Huang ke Alam Manusia untuk menjalani reinkarnasi sebagai manusia biasa. Bagi para Dewa hal ini disebut dengan 7 cobaan Dewa, dan hal ini harus dilewati oleh Permaisuri Langit agar bisa terlahir kembali."Pheonik bangkit dari debu, pergilah Permaisuriku! Kelak aku pasti akan mencarimu." Kaisar Langit beranjak dari duduknya, ia berdiri tegak dan menatap sendu pada cahaya inti jiwa yang tampak semakin mengecil di kejauhan.Ketika cahaya itu sudah tidak lagi terlihat... Ia pun mengalihkan pandangannya pada Raja Iblis yang telah terluka berat. "Pasukan Langit, dengarkan perintah! Kurung semua Iblis di Sungai Akhirat!" titahnya.***Dua hari setelah mengurung para Iblis dan menyegel Sungai Akhirat, Kaisar Langit Dewa Naga Emas yang sangat merindukan Permaisurinya kemudian memutuskan untuk turun ke Alam Manusia, ia bahkan menitipkan Alam Langit kepada para Dewa bawahannya.Sebagai Naga, ia memilih laut yang sangat luas untuk menjadi tempat kultivasinya selama berada di Alam Manusia. Dan laut pilihannya adalah Laut Xishi yang membelah Benua Zhejiang menjadi beberapa wilayah besar. Ia, bersemayam di dasar Laut Xishi dan tertidur di sana selama lima ratus tahun. Hingga suatu hari... Ia terbangun ketika beberapa ekor ayam yang diikat dengan sebuah batu sebagai pemberat jatuh di hadapannya."Dewa Penguasa Laut, terimalah persembahan ini dan jagalah wilayah Zhejiang!"Mendengar suara teriakan itu yang berasal dari seorang pria... Dewa Naga Emas pun mendengus gusar."Cih, seorang manusia ingin memerintahku?!" sembari menyeringai, menampilkan deretan taring tajam yang memenuhi mulut Naganya... Ia menjentikkan jarinya. Membuat semua hewan yang dikirim untuknya terpental keluar dari laut dan jatuh tepat di depan kaki pria yang baru saja berteriak padanya."Ingin meminta perlindunganku? Kembalilah dengan persembahan yang lebih baik!!"Lima belas tahun kemudian... Pagi hari keributan terdengar dari rumah salah seorang Bangsawan yang sangat terpandang di wilayah Zhejiang. Seorang gadis cantik berusia 15 tahun sedang duduk bersimpuh di lantai dengan sebagian tubuh atasnya basah terkena air yang telah disiramkan oleh Ibu tirinya padanya. Gadis belia itu bernama Yu Jie yang artinya giok yang indah, Yu Jie telah kehilangan Ibunya ketika ia berusia 5 tahun. Di hari pemakaman Ibunya... Ayahnya pulang ke kediaman dengan membawa seorang wanita dan seorang bocah perempuan yang usianya lebih tua 3 bulan darinya, juga ada seorang bocah laki-laki berusia 3 tahun. Tidak hanya itu, keesokan harinya wanita itu bahkan diangkat sebagai Nyonya kediaman. Dan pagi ini, setelah sepuluh tahun Li Mei menjadi Nyonya di kediaman Yu, untuk ke sekian kalinya Li Mei kembali menyiksa anak tirinya Yu Jie. Kecantikan Yu Jie membuatnya iri terhadap anak tirinya itu, hingga ia selalu menghukum Yu Jie atas kesalahan-kesalahan kecil yang tanpa seng
Usai menegur Chun atas ucapan yang baru saja dilontarkan oleh pelayannya itu kepadanya... Yu Jie pun membersihkan wajahnya dengan air hangat yang dibawakan Chun untuknya serta mengganti pakaiannya yang kotor. Ia membiarkan Chun merapikan rambutnya juga mengoleskan salep pada memar yang terdapat di kedua betisnya. Pelayan setianya itu mengoles dengan sangat hati-hati agar tidak menyakitinya. Meski begitu, pada wajah Chun... Yu Jie bisa melihat kalau Chun sedang menahan amarahnya. "Chun?" ia mencoba menegur Chun dengan lembut untuk meredakan kemarahan yang dirasakan oleh gadis belia itu yang usianya hanya terpaut satu tahun darinya. "Chun benar-benar tidak mengerti Nona." Chun mengangkat wajahnya, ia menatap Yu Jie dengan tatapan protes. Ia tidak mengerti mengapa Yu Jie selalu bersikap sabar kepada Ibu tirinya juga kedua Saudara tirinya. Padahal Yu Jie adalah Cucu satu-satunya yang diakui oleh Nyonya Besar. Yu Jie yang menerima tatapan itu hanya tersenyum kepada pelayan setianya. Jika
Beberapa saat kemudian di dalam kamar Nyonya Besar, Yu Jie yang baru saja memasuki kamar bersama Chun langsung memberi hormat ketika ia bertemu sang Nyonya Besar yang merupakan Nenek kandungnya sendiri. "Salam Nenek." Ia membungkukkan tubuhnya di hadapan Nyonya Besar setelah Chun melepaskan lengannya. "Chun, juga memberi salam kepada Nyonya Besar," ucap Chun mengikuti tingkah Majikannya sembari membungkuk lebih rendah dari Yu Jie. Melihat kehadiran Cucu kesayangannya bersama pelayan setianya, Nyonya Besar hanya menyunggingkan senyum di bibirnya, "Kalian berdua, berdirilah!" perintahnya dengan suara lembut. "Terima kasih Nenek." "Terima kasih Nyonya Besar." Yu Jie dan Chun menegakkan tubuhnya lalu melemparkan pandangannya pada wanita paruh baya yang sedang duduk di atas dipan. Meskipun wajah wanita itu telah tampak termakan usia, masih ada sisa-sisa kearifan yang terlihat di sana. Hal itu yang membedakan Nyonya Besar dari Li Mei. Nyonya Besar memiliki tata krama seorang Bangsawan
Selama hampir satu sichen dua kereta mewah dari Kediaman Yu terus berlari dengan kecepatan sedang menuju Istana Taiyang. Salah satu dari kereta tersebut ditempati oleh Yu Jie bersama Chun, sementara kereta lainnya ditempati Li Qui bersama pelayan setianya. Nyonya Besar sengaja tidak menempatkan Yu Jie dan Li Qui di dalam satu kereta, sebab ia tahu kalau Li Qui selalu iri terhadap Yu Jie dan kerap mengganggu Yu Jie tanpa sepengetahuan dirinya. Ia menerima laporan itu dari beberapa pelayan setia yang telah ia tempatkan di kediaman untuk menjaga Yu Jie secara diam-diam. Dan saat ini, dari dalam kereta yang membawanya menuju Istana Taiyang, Li Qui menyibak tirai jendela kereta yang berada di sisi kiri tubuhnya. Ia memperhatikan kereta Yu Jie yang bergerak di depan kereta yang ia tumpangi. Ada kecemburuan besar yang ia rasakan untuk Saudari tirinya itu yang pagi ini telah berhasil mendominasi perhatian Nyonya Besar hingga sang Nenek tidak memperhatikannya sama sekali ketika ia akan menin
Terlalu letih setelah menjalani pemeriksaan setengah hari ini, Yu Jie pun akhirnya terlelap. "Feng, Feng Huang!" Suara seorang pria tiba-tiba terdengar, suara itu sangat lirih menyapu indera pendengaran Yu Jie hingga ia mencoba untuk membuka matanya yang terasa berat. Di saat matanya telah terbuka lebar, Yu Jie seketika merasa bingung karena kini ia tidak lagi berada di dalam aula melainkan di sebuah tempat yang sangat asing. Tempat ini tampak seperti sebuah taman yang indah, bunga-bunga beraneka warna terhampar di depan matanya. "Feng Huang."Suara itu kembali terdengar, tetapi tidak ada seorang pun yang Yu Jie temukan di taman ini. Selain padang bunga dan kabut putih tebal yang membatasi jarak pandangnya. "Pheonikku, kemarilah!"Yu Jie mengangkat wajahnya, ia memicingkan matanya ke arah kabut tebal karena suara yang baru saja ia dengar seolah berasal dari dalam kabut tersebut. "Feng Huang? Aku adalah suamimu!" Seorang pria tiba-tiba menyeruak kabut, tubuh pria itu yang sedang m
Tatkala para Kasim Kekaisaran yang menjadi juri penilai uji bakat tengah kebingungan, di saat yang sama di wilayah barat Benua Zhejiang, di kaki bukit Gu Shan, tempat berdirinya Sekte Burung Api... Dua orang pria sedang berlari terburu-buru memasuki Sekte, melewati para murid Sekte yang sedang berlatih ilmu bela diri. Kedua pria ini adalah Ming Hao dan Guan Lin. Mereka merupakan murid senior dari Pimpinan Sekte Burung Api yang bertugas untuk mengawasi Yu Jie dari kejauhan atas perintah Shu Haochun. Setelah melintasi lahan tempat pelatihan dan memasuki aula Sekte Burung Api, akhirnya Ming Hao dan Guan Lin berhenti di hadapan Guru Besarnya yang tengah berdo,a pada patung Kaisar Langit. "Murid memberi salam pada Guru." Dengan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan tubuhnya kedua pemuda yang baru berusia 18 dan 19 tahun itu membungkuk di hadapan Shu Haocun. "Mengapa kalian kembali?" lontar Shu Haocun datar tanpa membalikkan tubuhnya, ia melangkahkan kakinya ke arah altar sembahya
Istana Taiyang siang hari, usai menjalani uji bakat, semua calon Selir diminta untuk berkumpul di depan pelukis istana untuk dilukis. Lukisan ini nantinya akan dibawa oleh Kasim Kekaisaran untuk diperlihatkan pada Kaisar Gao. Dan demi mendapat perhatian dari Kaisar Gao, sebagian besar calon Selir mencoba menyogok pelukis istana agar lukisannya dibuat secantik mungkin, terkecuali Yu Jie dan Fu Yueyin. "Lihatlah mereka!" dengus Fu Yueyin sebal, dikarenakan ia dan Yu Jie mendapatkan giliran terakhir untuk dilukis, ia dan Yu Jie berkesempatan untuk menyaksikan tingkah polah para calon Selir lainnya. "Hanya demi menyenangkan Kaisar Gao, bisa-bisanya mereka meminta pelukis istana untuk mengubah lukisan wajah mereka," tambahnya lagi sambil terus memperhatikan belasan calon Selir yang tengah mengerubungi pelukis istana bak semut yang sedang mengerubungi gula. "Apakah semua calon Selir sejak dulu memang selalu seperti ini?" tanya Yu Jie polos, ia tidak mengerti mengapa para calon Selir seakan
Dua hari telah berlalu, Yu Jie yang ditempatkan di bagian timur Istana Taiyang sama sekali tidak merasa terganggu dengan keputusan Kaisar Gao itu karena ada Chun dan Fu Yueyin yang menemaninya untuk menghabiskan waktunya. Tetapi hari ini, di saat Li Qui datang menemuinya tatkala ia sedang bersantai dengan Fu Yueyin di taman depan paviliun Wangjile, hati kecil Yu Jie sontak mencelos setelah ia mendengar ucapan dari Saudari tirinya itu. "Aku telah tidur dengan Kaisar Gao!" cetus Li Qui tanpa berbasa-basi, "Semalam Yang Mulia telah datang untuk menemuiku. Tubuh Yang Mulia sangat luar biasa. Dan aku pikir hanya wanita beruntung saja yang bisa merasakan tubuh Yang Mulia. Selain itu semalam Yang Mulia juga terus menyiksaku hingga pinggangku ini sakit sekali," terangnya panjang lebar. Li Qui sengaja melakukannya agar Yu Jie merasa iri padanya, "Apanya yang cantik? Buktinya Yang Mulia lebih memilihku ketimbang dia!" celotehnya dalam hati sembari tersenyum sinis pada Yu Jie. "Sudah selesai