Share

Menata Hati

Claudia berteriak, air matanya tumpah deras, dadanya sesak oleh rasa sakit yang entah bagaimana cara menyembuhkannya. “Jangan pernah muncul di hadapanku lagi mulai sekarang. Kita benar-benar selesai! Terima kasih karena telah menunjukkan dirimu yang asli sebelum kita menikah, selamat tinggal!”

“Claudia!”

Claudia langsung berlari menuju tangga, ke kamarnya di lantai dua lebih tepatnya, mengabaikan ayahnya yang menunggu dengan cemas di ruang keluarga. Untungnya Deon tidak nekat mengejar, karena meski sudah tujuh tahun berpacaran pun, Deon tidak pernah mendapat izin untuk melangkah ke lantai dua di mana kamar Claudia berada.

Mengunci pintu kamar, Claudia akhirnya jatuh terduduk di lantai, kakinya lemas dan seluruh tubuhnya gemetar. Ia berusaha sangat keras untuk tidak memukul Deon, berteriak dan bertanya apa salahnya hingga diperlakukan seperti orang bodoh. Claudia mencintai Deon, pria itu adalah cinta pertamanya, sosok yang selalu membuat Claudia berbunga. Tapi, kenapa? Apa tidak cukup cinta dan kesetiaan yang selama ini Claudia berikan?

“Sebenarnya di mana letak salahnya? Kejahatan apa yang pernah kulakukan hingga kamu membalasnya dengan kejam, Deon?” Claudia menangis lagi, tidak peduli seberapa banyak air matanya jatuh, rasa sakitnya tidak pernah berkurang.

Drrt!

Getaran dari ponselnya yang tergeletak di lantai membuat Claudia menatap pada layarnya, panggilan masuk dari Aira, asisten sekaligus sahabatnya sejak kecil membuat Claudia tidak berani mengangkatnya. Dua hari lalu, Claudia berpamitan pada wanita itu bahwa ia akan memberi kejutan hari jadi pada Deon di apartement-nya, tapi Claudia tidak menghubungi Aira lagi setelahnya. Wanita itu pasti sudah tahu tentang pembatalan pernikahan dan Claudia belum siap untuk menceritakan segalanya.

Hari itu, Claudia kembali menghabiskan harinya dengan menangis, menurunkan semua foto-foto kebersamaannya dan Deon, menumpuk semua album foto lainnya dan hadiah yang pernah pria itu berikan ke dalam kardus besar. Ini bukan pertengkarang biasa antar sepasang kekasih, tapi benar-benar akhir dari sebuah hubungan. Claudia tidak akan pernah memaafkan perselingkuhan, itu sebabnya ia yakin tidak akan pernah kembali pada Deon.

“Cla … ini Ayah.”

Panggilan lembut dari luar kamarnya membuat Claudia terdiam dan menghentikan tangisnya, ia baru saja memasukkan sebuah boneka kecil ke dalam kardus--hadiah hari jadi ke-1 yang Deon berikan. Claudia tahu harusnya ia langsung membuka pintu dan menjelaskan semua pada ayahnya, tapi Claudia tidak bisa.

Sejak awal Claudia lah yang memohon pada sang ayah agar ikut membantu meyakinkan keluarga besarnya tentang Deon. Kalau berita perselingkuhan ini tersebar dan sampai di telinga kakeknya, Claudia tidak tahu apa yang akan terjadi pada ayahnya.

"Kalau masih butuh waktu untuk sendiri, Ayah akan beri kamu waktu. Tenangkan dirimu, Cla, dan bicara pada Ayah kalau pikiranmu sudah lebih jernih. Tapi meski begitu, Ayah harap kamu tidak lupa untuk makan, Cla. Jangan sampai sakit."

Claudia menekuk lutut, membenamkan wajahnya agar tangisnya teredam.

"Ayah harus ke kampus, ada kelas siang ini, kemungkinan pulang malam. Kamu tidak apa-apa ditinggal sendiri, kan?"

Claudia masih tidak berani menjawab, karena pasti suaranya akan pecah. Mendengar langkah yang menjauh perlahan, wanita itu akhirnya mengangkat wajah, air mata yang menggenang membuat penampilannya berantakan. Claudia tertidur setelah lelah menangis.

***

Ketukan pelan di pintu kamarnya membuat Claudia mengerjap, kepalanya sakit saat akhirnya kesadarannya terkumpul sempurna. Melihat bagaimana langit di luar jendelanya sudah gelap, artinya Claudia tertidur sepanjang hari.

Menarik napas pelan, wanita itu mencoba bangkit dari lantai, seluruh tubuhnya terasa remuk, belum lagi kepalanya berdenyut. Claudia bisa merasakan panas di tubuhnya, sepertinya demam akibat stres dan kelelahan.

"Claudia?"

Panggilan itu membuat Claudia mengingat alasannya terbangun. Suara yang memanggilnya bukan milik sang ayah, jadi Claudia berjalan perlahan untuk membuka pintu. Seperti dugaannya, Aira ada di sana.

"Kamu pucat sekali, Cla."

Claudia menghela napas, kembali ke ranjang dan mengabaikan kata-kata Aira. Sudah pasti wajahnya terlihat tidak baik-baik saja dan Claudia tahu sudah saatnya mengatakan sesuatu pada Aira.

"Aku bawa bubur dan susu, Om bilang kamu belum keluar kamar dari tadi pagi. Makan dulu, Cla."

"Aku tidak lapar," ucap Claudia lirih.

"Maaf, Bu Direktur, Anda harus tetap makan karena pekerjaan yang Anda tinggalkan selama tiga hari ini menumpuk."

Ckk! Claudia berdecak malas, menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan menerima nampan yang Aira berikan. Apa yang asistennya katakan benar, Claudia harus segera mengurus perusahaan lagi, tidak peduli meski dunianya sedang hancur sekali pun. Ia punya tanggung jawab besar terhadap para karyawan di perusahaan.

Aira meletakkan segelas susu di atas lemari kecil di sisi ranjang, pandangannya mengedar dan menemukan beberapa kardus dengan tumpukan barang yang cukup dikenalnya. Wanita itu beranjak menuju lemari kecil yang menggantung di dekat meja rias dan mengeluarkan obat penurun demam.

Claudia hanya mampu menelan empat sendok buburnya, tapi setidaknya ia menghabiskan susu yang Aira bawa.

"Jadi?" Aira akhirnya membuka tanya, meski hanya satu kata, Claudia pasti mengerti apa yang ia maksud.

Menghela napas berat, Claudia memulai ceritanya, tentang rencana kejutan yang ia berikan pada Deon. Nyatanya, bukan Deon yang diberikan kejutan, melainkan Claudia. Selama Claudia bercerita, Aira hanya mendengarkan tanpa banyak berkomentar atau bereaksi berlebihan, itu yang membuat Claudia mau langsung bercerita. Aira selalu menghadapi sesuatu dengan tenang.

"Apa menurutmu aku bukan orang baik? Memangnya aku pernah melakukan kesalahan apa sampai diperlakukan seperti ini?" Claudia mengusap wajah, sedikit bersyukur air matanya tidak lagi mengalir.

"Kamu baik, Cla, terlalu baik sampai itu menjadi salah satu kekuranganmu."

Claudia menoleh cepat setelah mendengar kalimat pertama yang Aira ucapkan.

"Dari dulu kamu hanya melihat Deon, jelas sekali saat kamu jatuh cinta padanya. Kamu bahkan abai pada kehidupan sosial Deon dengan alasan ingin memiliki hubungan yang sehat. Tapi, jelas itu bukan alasan untuk membenarkan perselingkuhan. Baguslah kamu mengetahui sosok aslinya sebelum terlanjur menikah, dan pilihan yang bijak untuk membatalkan pernikahan kalian."

Claudia menggigit bibir saat Aira memegang tangannya. Selama beberapa hari, Claudia merasa sendirian dan tidak tahu harus melangkah ke mana, tapi kehadiran Aira membuatnya lebih yakin dan percaya pada keputusan yang telah ia ambil.

"Kamu boleh mengambil cuti dulu dari kantor, Cla, istirahatkan hatimu dan kembalilah saat sudah lebih siap."

"Aku ingin pergi, Ra, ke tempat di mana tidak ada yang mengenalku, ke tempat di mana aku tidak akan melihat Deon atau Selena."

Takut. Sejujurnya Claudia sangat takut jika harus menghadapi Selena, sepupu yang paling ia percaya dan sayangi.

"Mau mencoba sesuatu yang baru? Aku baru dapat laporan kalau pengasuh yang kita kirim ke kediaman Pranaja dikembalikan, maksudku dipecat."

"Lagi?! Bukankah baru seminggu yang lalu kita kirim orang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status