"Berapa hari aku pingsan dan apa yang terjadi saat itu?"
"Tiga belas hari,""Aku tidak makan selama itu?" Akara langsung lemas dan tersungkur."Telat! Kenapa baru lemas sekarang!?" seru Opi dan Akara hanya tertawa hingga membangunkan Sania."Apa yang terjadi!?" Ia langsung berdiri dan tergesa-gesa mendekati Akara saat melihat remaja itu tersungkur di lantai."Lapar," jawab Akara memelas."Sukurin! Salah siapa ngeyel!" Sania mode emak-emak beraksi, mengomeli Akara yang masih tersungkur di lantai. Ia marah akan Akara yang nekat membakar daya hidupnya, juga membiarkan ketiga siswa akademi itu hidup. Setiap kali Komo menyela selalu saja dibentak untuk diam, sedangkan Akara hanya menurut. Setelah puas ngomel, lebih tepatnya capek, ia akhirnya membantu Akara kembali ke ranjang. Kemudian mencarikan makanan untuknya, bahkan sampai menyuapi."Tidak usah senyum-senyum!" ancam Sania mengacungkan sendok di leher Akara saat remaja it…"Pemurnian pil menggunakan energi dingin? Tidak aku sangka bisa melihatnya secara langsung," ujar pria berjubah sesaat setelah naik ke atas batu."Kalian berdua mau tetap di sini?" ucap Akara kepada Sania dan Komo. "Akan sangat tidak nyaman, mungkin juga bahaya," lanjutnya."Tidak masalah!" jawab Sania, sedangkan Komo hanya mengangguk, kemudian Akara membuat kubah pelindung kembali."Nih." Akara memberikan kotak kecil dan ketika dibuka membuat pria berjubah cukup terkejut. Cahaya putih yang muncul dan juga aroma harum semerbak yang langsung menyebar."Beneran pil level lima? Lalu cahaya ungu begitu cerah tadi, aura alkemismu level berapa!?" ucapnya cukup terkejut."Tidak perlu banyak bicara dan makanlah!" bentak Akara. "Sebelum itu lepaskan jubahmu," lanjutnya.Pria berjubah langsung melepaskan jubahnya dan nampaklah seorang pria berumur tiga puluh tahunan. Rambutnya pendek, dengan muka mulus tanpa luka, namun tubuh atletis
Melihat orang yang membunuh kedua orangtuanya, Komo dipenuhi oleh dendam amarah. Ia yang mencoba paling keras untuk berdiri, mengeluarkan aura mistisnya dan menciptakan kristal beracun. "Kau membunuh kedua orangtuaku!" Komo langsung membuat puluhan kristal yang memenuhi udara di atasnya dan segera ia luncurkan.Hanya dengan kibasan pelan telapak tangannya, Marbun Bidara membuat hembusan angin yang bahkan menangkis semua kristal yang Komo luncurkan. Kini Sania mengeluarkan topeng serigala dan langsung ia kenakan."Topeng itu? Pantas saja." Pria berjubah walau sedang kesakitan ternyata tertarik begitu melihatnya."Pasukan ASU? Aku tidak menyangka ada seorang bocah sepertimu di pasukan Assasin Superior Unit kekaisaran Amerta!" ujar Marbun Bidara."Tidak mengherankan bukan?" Sania langsung mempersiapkan belati kecil di setiap sela jarinya, lalu melesat dan melemparkan satu-satu belati dari segala arah. Setelah itu dirinya melesat menggunakan
..Selagi berlari, Akara memadatkan Higanbana yang berbentuk bunga Lily . Ia kini tidak hanya menggunakan es, namun juga kristal beracun milik Komo. Di kedua sisinya, ada Komo dan Sania yang menyerang dan menangkis serangan pasukan yang mengejar mereka. Serangan kristal Komo begitu menakutkan bagi mereka, namun tidak dengan Avav. Pelayan tua itu sudah berada di ranah Gambuh enam bulan energi dua bintang. Ia menangkis serangan Komo dengan mudah, bahkan melesat terbang sangat cepat. Kibasan ekor Komo dan tebasan Sania selalu menghadang saat Avav mendekat."Cepat Akara! Aku bisa membunuh mereka, namun tidak dengan pak tua itu!" seru Komo karena Akara begitu lama memadatkan Higanbana. Ia tidak menggunakan aura alkemisnya, membuat pemadatan jauh lebih lama."Aghhh baiklah!" Akara nampak frustasi, namun ia nekat mengaktifkan aura alkemisnya. Lebih baik kekuatan yang ia sembunyikan diketahui oleh musuh, daripada kehilangan kehidupan.Wushh…Cahaya un
"Mati kalian!" Marbun Bidara menyeringai penuh kemenangan, melihat dua remaja yang ia kejar masuk ke dalam kandang seekor Naga. Tidak ada hasil lain selain kematian setelah memasukinya.Cetas!!Pecutan ekor berwarna ungu berkilau mengenai tubuh Marbun Bidara, menghancurkan pedang besar yang ia gunakan untuk menangkis, serta membuatnya terlempar begitu jauh. Arah lemparan berkilo-kilometer di udara sebelum menabrak hutan, namun masih saja berlangsung hingga menghancurkan hutan puluhan meter jauhnya. Melihat hal itu, Pria berjubah yang bergegas menuju gua jadi mengubah haluan. Ia mengejarnya, namun lagi-lagi Marbun Bidara menggunakan artifak teleportasi.…Di dalam gua"Bocah manusia!" Seekor King Kobra berukuran sangat besar mendekati Akara, Komo yang ukurannya terbilang besar saja tidak bisa dibandingkan dengannya. Namanya Ken, memiliki dua pasang tanduk di kepalanya yang membuatnya benar-benar terlihat seperti Naga. Ternyata tidak hanya seeko
Kini ekor Ken yang langsung masuk ke dalam kolam, mencari keberadaan tubuh remaja itu. Saat ia angkat ekornya, kini nampaklah bocah remaja yang sedang duduk bersila dengan tubuh sudah telanjang bulat. Rambut dan alisnya bahkan telah hilang karena ganasnya racun itu. Aura ranah dan alkemisnya menyala bersamaan, berputar begitu cepat untuk mengalirkan energi di tubuhnya. Walau sedikit terkejut dan tersipu malu, Sania tetap bergegas mendekatinya."Tenang saja, dia sudah minum air Kantong Semar Merah," jelas Ken sambil menunjuk Kantong Semar Merah yang sudah terbuka di genggaman tangan Akara.Seperti ular yang sedang ganti kulit, kulit luar remaja itu terus mengelupas, namun selalu tergantikan oleh kulit baru. Begitu hebatnya efek Kantong Semar Merah dalam meregenerasi sel, bahkan tubuhnya yang dalam masa pertumbuhan kini perlahan-lahan berubah. Ia tumbuh menjadi seorang laki-laki layaknya di umur dua puluhan. Kini rambutnya mulai tumbuh, terus memanjang hingga menutup
Dong Waru, Slamet Kopling dan beberapa master kuat dari kota Araves telah tiba di bekas ledakan Higanbana. Api surgawi sudah padam, menyisakan jarum kristal yang menancap di mana-mana."Bahkan seorang Master Aura di ranah Gambuh!?" Dong Waru mendekati Avav yang sudah menjadi abu, lalu melihat abu pasukan lainnya. "Sisanya di ranah Asmaradana!" Lanjutnya.Mereka hanya bisa menebak-nebak, siapakah yang melakukan serangan yang bahkan mampu membunuh master Aura di ranah Gambuh dalam satu kali serangan. Karena tidak mengenal pemilik jurus itu, mereka menebak mungkin ia adalah master aura dari dunia atas.…Kini Sania dan Komo menyerap racun di pinggir kolam, sedangkan Akara bersantai di atas batu dengan kedua ular raksasa yang menemaninya."Jadi paman Ken yang selalu membuat suara auman itu?" ucapnya mengingat auman naga yang terus terdengar setiap hari."Tentu saja!... Bukan," jelasnya membuat Akara bingung, lalu ia menjelaskan bahwa itu
"Paman, semprotkan bisamu!" Akara berteriak sambil mengangkat pedang yang ia tempa. Tanpa bertanya, paman Ken langsung menyemburkan bisanya ke arah pedang yang masih menyala merah itu.Jwoshh…Bisa racunnya terbakar, membuat pedang itu dingin kembali dan muncul pola pada bilahnya. Pola seperti batik yang disebabkan oleh reaksi zat asam pada racun bisa dengan pedang. Akara kemudian membakarnya lagi, lalu menemanya, lalu membakarnya, lalu disembur bisa dan terus berulang dengan tetap memasukkan energi alam. Tidak lama kemudian, muncul hentakan energi dari pedang itu. Energi yang membumbung tinggi hingga menyentuh awan, seperti cahaya lampu yang terang berwarna merah. "Tingkat Kaisar!? Boleh juga kau bocah!" seru Ken."Kaisar sih Kaisar, tapi masih level empat!" seru Akara sambil mengeluarkan sebuah batu giok biru yang telah ia isi api di dalamnya. Ken dan Kyun langsung terkejut begitu melihat batu kecil berwarna biru itu."Darimana kau mendapatkannya!?" "Ini?" ucap Akara sambil menunj
Ia mengeluarkan dua senjata berupa pedang dan tombak yang masih mengeluarkan asap ungu beracun dari bilahnya. Segera ia selimuti kedua bilah senjata tadi menggunakan es agar asap racun tidak menyebar."Pedang dan tombak King Kobra Ungu dengan tingkat Kaisar level empat. Sesuai namanya, kedua senjata ini dimurnikan menggunakan racun bisa ular King kobra. Tingkatan ularnya tidak perlu ditanyakan, suruh saja seseorang di ranah Asmaradana menghirupnya. Aku jamin akan langsung kehilangan kekuatannya dan tepar tak berdaya," jelas Akara karena memang benar, Lina dan Bram saat itu bahkan tidak bisa menahan racun dari Kai yang tingkatannya jauh di bawah ayahnya (Ken). "Baiklah, akan saya urus." Kak Elena kembali profesional dan mengeluarkan dua kotak yang terbuat dari es untuk mengamankan senjata itu."Oh iya kak, bisa itu dilelang besok? Hari ini di umumkan saja," ujar Akara saat kak Elena ingin keluar dari ruangan."Tentu saja!" jawabnya, lalu mengulurkan tangannya dan muncul segepok uang d